Selamatkan NKRI, HNW Ajak Pimpinan Bangsa Laksanakan Konstitusi

MUS • Sunday, 24 Apr 2022 - 18:27 WIB

Jakarta - Anggota DPR RI sekaligus Wakil Ketua MPR-RI dari Fraksi PKS, Hidayat Nur Wahid menegaskan bahwa di era Reformasi, sesudah UUD diamandemen, maka kedaulatan di Indonesia bukanlah di tangan MPR atau pejabat eksekutif, melainkan di tangan Rakyat.

Hal ini, kata Hidayat, sebagai pengamalan dari perubahan pasal 1 ayat 2 dari UUD NRI 1945, yang kini berbunyi bahwa kedaulatan berada di tangan Rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.

“Dan Konstitusi yang berlaku sekarang, di era Reformasi ini, tidak sama dengan yang sebelum Reformasi. Dan sesuai Konstitusi itu, sekarang ini bukan lagi MPR yang memilih Presiden, tetapi Rakyat yang memilih Presiden, Gubernur, Wali Kota, dan berbagai pejabat publik lainnya. Sehingga karenanya setiap kebijakan yang hendak diambil oleh eksekutif maupun legislatif di tingkat pusat maupun daerah haruslah tidak menabrak ketentuan konstitusi dan selalu mempertimbangkan aspirasi dan maslahat rakyat. Sehingga para pimpinan bangsa baik ditingkat Nasional maupun lokal bahkan yang terdepan dan sepanjang waktu berhadapan dengan Rakyat seperti para RT dan RW, haruslah memahami aturan-aturan dalam Konstitusi untuk dijalankan,” jelas Hidayat dalam kegiatan Sosialisasi 4 Pilar MPR-RI bersama Forum Birokrat Masyarakat yang melibatkan banyak RT & RW di Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat, Kamis (21/04/2022).

“Dan wajar untuk ditolak bila ada yang mengajak untuk melakukan sesuatu yang melanggar konstitusi, karena pelanggaran ketentuan konstitusi termasuk masalah perpanjangan masa jabatan Presiden, tidak membawa dampak positif bagi bangsa dan negara, malah bisa membahayakan kepercayaan Rakyat terhadap demokrasi, yang berdampak negatif kepada harmoni yang kuatkan NKRI,” lanjutnya.

Hadir dalam kegiatan tersebut Ketua Umum FBM Ahmad Sahal, Anggota Dewan Kota Jakarta Selatan Dr. Said Kutub, Ketua FBM Kota dan Kecamatan se-Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan, perwakilan Lembaga Musyawarah Kelurahan, hingga ketua RW dan ketua RW se-Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan. Turut hadir pula struktur DPW Partai Keadilan Sejahtera DKI Jakarta hingga DPD se-Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan.

Pria yang akrab disapa HNW ini menilai, kedaulatan rakyat belakangan ini banyak diabaikan atau dimanipulasi oleh segelintir pejabat. Misalnya dalam isu Presiden 3 periode.

“Ada yang mengklaim memiliki 110 juta big data pendukung tiga periode, ada yang memanipulasi dukungan Ulama Banten, ada pula yang memanipulasi forum kepala desa (Apdesi) untuk mendukung agenda tersebut. Mereka mengira warga tidak paham Konstitusi. Tapi setelah dijelaskan muncul lah bantahan-bantahan oleh banyak pihak yang berkompeten dan mementahkan manuver tak bertanggung jawab itu. Karena konstitusi telah dengan sangat jelas membatasi masa jabatan Presiden hingga maksimal 2 periode, dan per 5 tahun diselenggarakan Pemilu. ketentuan soal masa jabatan itu sudah tegas tertulis dalam Konstitusi,” sambungnya.

HNW mengajak pimpinan dan tokoh di tingkat masyarakat untuk memahami konstitusi dengan baik dan benar, agar bisa menghadirkan harmoni bagi masyarakat dan tidak mudah diadu domba oleh isu-isu inkonstitusional.

Dirinya menekankan bahwa Indonesia adalah negara Demokrasi, dimana aturan yang sudah disepakati harusnya ditaati bersama. Seperti soal masa jabatan Presiden maksimal 5 tahun sekali. Juga keputusan KPU dengan DPR dan Pemerintah pada 24/1/2022 bahwa Pemilu tetap akan diselenggarakan pada tahun 2024 (14 Februari).

“Karena jika aturan yang disepakati dan konstitusi yang berlaku mudah dilanggar dan diubah-ubah untuk kepentingan kekuasaan dan oligarki, apalagi dengan klaim sepihak yang bisa berdampak pada munculnya friksi dan disharmoni di kalangan masyarakat akar rumput, maka hal yang semacam itu penting dikoreksi dan dicegah juga oleh para RT, RW, Lurah dan seluruh pemimpin masyarakat yang bersentuhan langsung dengan Rakyat. Karena semua manipulasi itu bukan lagi demokrasi, melainkan democrazy, yang membahayakan kesatuan warga dan masa depan NKRI,” ujarnya.

“Demokrasi membuka ruang agar aturan yang ada ditaati, dan konstitusi dipedomani secara jujur dan konsisten. Serta suara rakyat benar-benar diperhatikan. Oleh karena itu merupakan suatu hal konstitusional ketika rakyat bersikap kritis dan menolak pihak-pihak yang hendak melanggar kesepakatan bersama yang sudah tertuang dalam konstitusi kita, seperti soal penundaan pemilu atau perpanjangan masa jabatan Presiden,” lanjutnya.

Hadirnya koridor konstitusi tersebut pada dasarnya adalah untuk merealisasikan cita-cita Indonesia merdeka, diantaranya yaitu untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, termasuk untuk warga di tingkat desa/kampung dengan pimpinannya para Lurah, RW dan RT.

Namun yang terjadi sekarang, alih-alih memakmurkan, banyak Rakyat yang justru menilai Pemerintah banyak tidak mendengarkan jerit kesusahan Rakyat, dengan kenaikan harga-harga seperti harga minyak goreng, tahu tempe, BBM, listrik, dan lain-lain. Ditambahi dengan manuver-manuver untuk penundaan Pemilu atau perpanjangan masa jabatan Presiden. Dalam kondisi demikian wajar bila rakyat mengkritisi dan mempertanyakan arah daripada demokrasi Indonesia.

“Kedaulatan berada di tangan rakyat dengan harapan berbagai kebijakan negara dapat membawa maslahat bagi rakyat, serta mengamalkan dasar negara Pancasila yang sila kelimanya berbunyi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” ujarnya.

Itulah, lanjut HNW, makna demokrasi Indonesia yang tidak boleh ditabrak oleh siapa pun dengan dalih apa pun termasuk untuk perpanjangan masa jabatan Presiden atau penundaan Pemilu.

“Justru dalam kondisi yang sulit akibat dampak-dampak dari covid-19, mestinya semua pihak termasuk para pemimpin Bangsa di tingkat Nasional maupun lokal, bahkan para Lurah, RW dan RT sekalipun, menjaga harmoni, menghindarkan friksi dan ketegangan-ketegangan sosial akibat adanya upaya untuk melakukan apa pun yang tak sesuai dengan Konstitusi. Hal yang akan bisa dihindari dan dikoreksi bila para Pemimpin Bangsa hingga tingkat Lurah, RW dan RT memahami dan melaksanakan 4 pilar MPR-RI termasuk dalam mengamalkan Pancasila dan UUDNRI 1945 secara baik, benar dan konsisten,” pungkasnya.