Indonesia Negeri Rawan Bencana, HNW: Pertahankan BNPB!

MUS • Friday, 15 Apr 2022 - 13:07 WIB

Jakarta - Anggota DPR sekaligus Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PKS, Hidayat Nur Wahid mengkritisi sikap Pemerintah yang menolak usulan Komisi VIII DPR RI agar mempertahankan dan memperkuat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dengan tetap ingin menghapuskan nomenklaturnya dalam rencana Revisi UU Penanggulangan Bencana yang dibahas bersama Komisi VIII DPR RI.

Hal itu membuat pembahasan RUU Penanggulangan Bencana mengalami deadlock, dan akhirnya dihentikan pembahasannya di tingkat I pada Raker antara Komisi VIII DPR-RI dengan Pemerintah dan DPD RI, Rabu (13/4/2022).

“Semua Rakyat Indonesia tahu bahwa Indonesia disebut cincin api (ring of fire) sehingga terjadilah begitu banyak bencana alam. Sekarang dengan masih adanya BNPB serta kewenangannya dalam UU, Indonesia masih belum mampu mitigasi apalagi atasi bencana-bencana alam dan non alam di Indonesia, apalagi kalau dihapuskan. Maka wajarnya, di tengah banyaknya bencana alam dan non-alam, yang terus terjadi sepanjang tahun di berbagai kawasan Indonesia, semestinya kelembagaan BNPB diperkuat, bukan malah diperlemah apalagi dihapuskan. baik kelembagaan maupun sistem kerja dan anggarannya, misalnya dengan diturunkan statusnya dari keberadaannya dalam UU menjadi berada di level Perpres (Peraturan Presiden). Kami sangat prihatin dengan sikap Pemerintah tersebut, yang menunjukkan lemahnya komitmen dalam hal penanggulangan bencana,” papar pria yang akrab disapa HNW.

PKS bersama semua fraksi di Komisi VIII DPR, kata HNW, sepakat agar dengan revisi UU itu maka mestinya posisi BNPB diperkuat, baik dari struktur organisasinya, kewenangan dan anggarannya.

“Agar lebih mampu melaksanakan perannya menanggulangi bencana dan dampak-dampak sebagai penerjemahan dari ketentuan Pembukaan UUDNRI 1945 yang mengharuskan hadirnya Pemerintah Indonesia untuk melindungi semua Rakyat Indonesia, termasuk melindungi mereka dari bencana-bencana,” disampaikan Hidayat setelah Raker RUU Penanggulangan Bencana secara hybrid antara Komisi VIII DPR-RI dengan Kemensos dan DPD RI, Rabu (13/04/2022).

Hidayat yang merupakan Wakil Ketua Majelis Syura PKS ini menilai, penjelasan Pemerintah yang diwakili oleh Menteri Sosial Tri Rismaharini bahwa kelembagaan penanggulangan bencana akan dibuat lebih kuat dan fleksibel melalui Peraturan Presiden, justru bertentangan dengan kebutuhan di lapangan, apalagi dengan logika hierarki hukum yang berlaku di Indonesia.

Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Pasal 7 ayat (1) dengan jelas mencantumkan bahwa posisi hierarkis Undang-Undang berada dua tingkat di atas Peraturan Presiden.

“Artinya jika nomenklatur BNPB yang tadinya berada di UU kemudian dipindahkan ke Perpres, itu jelas namanya pelemahan, bukan fleksibilitas,” sambungnya.

Selain soal nomenklatur BNPB, pria yang akrab disapa HNW ini menjelaskan bahwa deadlock pembahasan RUU Penanggulangan Bencana antara Pemerintah dan komisi VIII DPR-RI juga terjadi lantaran Pemerintah menolak usulan Komisi VIII DPR-RI yang juga didukung oleh DPD-RI perihal penetapan alokasi 2% APBN untuk penanganan bencana.

Karena faktanya, menurut Komisi VIII DPR RI, hampir seluruh wilayah Indonesia terpapar risiko atas lebih dari 10 bencana alam maupun non alam, dan kerugian ekonomi per tahun berkisar Rp 20-30 Triliun, sementara alokasi dana penanggulangan bencana selama ini baru berkisar Rp 3-10 Triliun setiap tahun.

“Dampak dari kurangnya anggaran bencana diantaranya adalah minimnya upaya mitigasi, banyaknya infrastruktur rusak yang tak segera diperbaiki, tidak maksimalnya kebijakan atasi bencana, dan lemahnya komitmen membantu masyarakat korban bencana sehingga masyarakat terdampak bencana masih banyak yang harus menetap di hunian sementara hingga kini.

Sementara salah satu keputusan negara yang tidak prioritas malah didahulukan dengan menyediakan dana ratusan triliun untuk Ibu Kota Negara yang baru. Sementara usulan alokasi dana untuk penanggulangan bencana alam dan non alam yang rutin terjadi dan memakan banyak korban rakyat Indonesia, yang anggarannya diusulkan oleh DPR sebesar 2% APBN, justru tak disepakati oleh Pemerintah,” lanjutnya.

“PKS bersama seluruh Fraksi di Komisi VIII DPR kompak, bersama-sama perjuangkan kemaslahatan bagi bangsa dan negara, bahkan didukung oleh DPD, memperkuat BNPB, agar bisa lebih efektif mengatasi masalah kebencanaan alam maupun non alam di Indonesia. Sayang sekali, Pemerintah yang mestinya paling di depan mendukung usaha tersebut dengan menguatkan BNPB, malah menolaknya. Semoga rakyat Indonesia memahami masalah ini, dan dijaga Allah Tuhan YME dari segala macam bencana baik alam maupun non alam,” pungkasnya.