Pemerintah Seperti Setengah Hati Targetkan Net Zero Emission

ANP • Wednesday, 13 Apr 2022 - 13:40 WIB

JAKARTA - Lantaran abaikan dugaaan upaya Perusahaan Listrik Negara (PLN) melakukan pembangkangan atas Peraturan Menteri (Permen) ESDM No 26/2021, tiga kementerian yang mengurusi migas, yakni Kementerian ESDM, Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan dipandang setengah hati menjalankan niatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menargetkan energi terbarukan mencapai 23 persen pada 2025 serta Net Zero Emission di 2060.

Pakar ekonomi politik, Salamudin Daeng menilai, saat ini para pemain tambang energi fosil masih memasinkan pengaruhnya terhadap kekuasaan hingga membelenggu langkah pemerintah sesuai komitmen saat COP 26 di Glasgow pada 2021 yang merupakan kelanjutan dari Paris Agreement 2015 lalu mengenai penurunan emisi.

Kurang kuatnya tekanan publik terhadap tiga kementerian ini ditengarai untuk melakukan transisi energi memperparah kondisi tersebut.

“Indonesia ini agak setengah hati negaranya. Di lapisan atas dikuasasi pemain energi primer seperti batubara, gas dan minyak. Lapisan atas ini nggak serius. PLN sebenarnya kan bergantung pada Menteri ESDM, BUMN dan Menkeu. Tiga menteri ini sangat besar andilnya agar bagaimana PLN bisa cepat transisi energi,” jelas Salamudin di Jakarta, Selasa (12/4/2022).

Secara ekonomi politik, peneliti senior Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) ini memandang pengusaha batubara masih menguasai jantung ekonomi di Indonesia. Bandar batubara disebutnya menjadi penopang kekuasaan saat ini. Semetara publik terus dibuai dengan pemahaman melimpahnya batubara sehingga tidak perlu menggunakan energi matahari.

“Itu tidak benar, eksploitasi batubara merusak alam. Bila pemerintah tidak bisa menggeser, maka bauran energi Indonesia itu akan gagal. Ketika datang (bauran energy) ke PLN, dihalangi dari atas. Dari atas tidak dijalankan dengan serius,” ucapnya.

Lebih jauh Salamudin menekankan, pemanfaatan barubara sebagai energy primer tidak memberikan manfaat lebih kepada rakyat. Dari sektor pemasukan negara terhadap baru bara misalnya, disebut Salamudin tidak sampai Rp10 triliun per tahun dari 650 juta ton per tahun dengan harga USD240 untuk setiap ton.

Menurutnya, dampak negatif lebih terasa dengan adanya kerusakan lingkungan. Tak hanya itu, hasil ekspornya ditengarai disimpan para bandar batubara tersebut di luar negeri. Di sisi lain, Indonesia menjadi sorotan dunia karena menjadi presidensi G20 yang kali ini memiliki tiga pembahasan utama yaitu recovery ekonomi, digitalisasi, dan agenda transisi energi.

Salamudin berpendapat, penyelenggaraan G20 di Bali akan membuat dorongan utama dari negara internasional ke Indoensia adalah terkait transisi energi. Terlebih, Indonesia secara khusus telah diberikan predikat climate superpower oleh Inggris sehingga menjadi tumpuan dunia untuk persoalan kerusakan lingkungan dan transisi energi.

“Karena Indonesia sangat beragam sumber energi terbarukannya, termasuk energi surya,” kata Salamudin.

Dirinya mengingatkan, di masa mendatang negara manapun tak dapat menolak transisi energi di tengah rencana penghapusan energi fosil dan dorongan menuju net zero emisi melalui elektrisasi. Di tahun 2023, ucapnya, bank-bank dunia tidak akan memberikan peminjaman untuk aktivitas energo fosil.

Lanjut Salamduin, setidaknya dua hal yang harus dilakukan PLN untuk mempercepat transisi energi. Langkah pertama yaitu menggeser konsep take or pay menjadi take and pay untuk energi fosil dari pembangkit swasta. Sementara konsep take or pay diterapkan untuk produksi enerfi terbarukan, termasuk PLTS Atap.

“Batubara sudah sangat membahayakan masa depan lingkungan. Pemulihan hutan harus dilakukan terutama akibat tambang-tambang sehingga harus dilakukan reforestasi. Yang kedua, ada peraruran serius untuk bauran energi di PLN,” bebernya.

Sebelumnya Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), Fabby Tumiwa menyampaikan pembangkangan dilakukan PLN dapat mengakibatkan pemerintah kehilangan kredibilitas di mata publik.

“Menteri ESDM kan dari PDIP. Sikap mbalelo PLN ini bisa diartikan ingin menjatuhkan kredibiltas Menteri ESDM,” ujar Fabby.

“Presidennya juga ‘petugas partai’, jadi kalau program strategis Presiden dilecehkan, artinya Presiden akan kehilangan wibawa. Saya menilai Dirut PLN tidak menjaga marwah pemerintah Jokowi,” ucapnya.(ANP)