SHSM OJK Selamatkan Bursa Efek dari Kelangkaan IPO Perusahaan Besar

MUS • Monday, 11 Apr 2022 - 19:11 WIB

Jakarta – Langkah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerapkan klasifikasi Saham Dengan Hak Suara Multipel (SHSM) bagi calon emiten dinilai menjadi salah satu penyelamat pasar modal domestik, dari sulitnya mendatangkan perusahaan berkapitalisasi pasar besar dalam beberapa tahun terakhir. 

Kebijakan ini dimuat dalam Peraturan OJK Nomor 22/2021 tentang Penerapan Klasifikasi Saham Dengan Hak Suara Multipel (SHSM) oleh Emiten dengan Inovasi dan Tingkat Pertumbuhan Tinggi yang Melakukan Penawaran Umum Efek Bersifat Ekuitas Berupa Saham pada Desember 2021.

Head of Research PT Samuel Sekuritas Indonesia Suria Dharma menilai kebijakan ini merupakan langkah positif dari OJK dalam menyesuaikan diri dengan perkembangan di bursa global, di sisi lain jeli melihat kebutuhan perusahaan dan pasar saham di dalam negeri. 

Dia menyebutkan dalam beberapa tahun terakhir, termasuk selama pandemi covid-19, jumlah emiten pendatang baru di bursa efek Indonesia memang relatif stabil di atas 50 perusahaan. Namun, persoalannya adalah meskipun jumlahnya meningkat, ukuran nilai kapitalisasi pasarnya kecil. 

“Susah mencari perusahaan besar, jadi yang dibidik memang perusahaan teknologi, seperti Traveloka, Blibili dan Goto ini. Dengan adanya SHSM sangat menarik bagi mereka, karena creator itu yang menjadi asset bagi mereka, produknya itu di otak pendirinya,” paparnya.

Penerapan Klasifikasi Saham Dengan Hak Suara Multipel (SHSM) oleh Emiten yang diberlakukan OJK, menurutnya, berhasil mendorong pendalaman pasar keuangan, khususnya sektor pasar modal, dengan cara mengakomodasi perusahaan yang menciptakan inovasi baru.

Dia menilai kebijakan OJK ini akan mendorong semua perusahaan inovasi baru dengan tingkat produktivitas dan pertumbuhan yang tinggi (new economy) untuk mencatatkan sahamnya di bursa efek Indonesia, sehingga signifikan meningkatkan nilai kapitalisasi pasar bursa domestik.

Dengan adanya POJK ini, satu saham memberikan lebih dari satu hak suara kepada pemegang saham yang memenuhi persyaratan tertentu. Tujuannya melindungi visi dan misi perusahaan sesuai dengan tujuan para pendiri (founders) dalam mengembangkan kegiatan usaha yang dijalankan perusahaan.

“Regulasi OJK memotivasi perusahaan teknologi IPO. Salah satunya adalah SHMS. Share untuk hak suara lebih dari common stock. Jadi istilahnya mengangap bahwa founder itu adalah aset dari perusahaan  itu, sama seperti Steve Job untuk Apple dan  sudah ada aturan OJK,” paparnya.

Kebijakan lain dari regulator pasar modal yang juga menarik bagi perusahaan teknologi berkapitalisasi pasar besar adalah memberikan kemudahan masuk ke indeks LQ45, meskipun belum mencetak laba. Kebijakan ini untuk membantu perusahaan teknologi mudah untuk listing di bursa efek.

Dia mengakui ada risiko dari kebijakan ini, misalnya pada saat IPO Bukalapak ada kenaikan harga saham yang terlalu tinggi di awal transaksi karena ada euforia dari investor ritel yang memang saat ini menguasai transaksi di pasar domestik, padahal harga saham turun beberapa hari setelah listing.

Kondisi ini, jelasnya, diperkirakan tidak akan terjadi kepada PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) karena investor mulai berhitung, sehingga tidak terjadi over high harga saham. Melalui IPO, GOTO melepas 40,61 miliar saham ke publik dengan total nilai Rp13,72 triliun. Total saham tercatat sebanyak 1,18 triliun saham dan total kapitalisasi pasarnya Rp 400,31 triliun.

Nilai kapitalisasi GOTO yang mencapai Rp 400,31 triliun menjadikan perusahaan teknologi ini sebagai emiten dengan kapitalisasi pasar terbesar keempat di BEI, berada tepat bawah PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM).