Baleg FPKS: Perlu Aturan Komprehensif untuk Semua Bentuk Kejahatan Seksual

MUS • Thursday, 7 Apr 2022 - 16:13 WIB

Jakarta - Anggota Badan Legislasi DPR RI dari Fraksi PKS, Kurniasih Mufidayati menyoroti tingginya kasus kekerasan dalam pacaran yang dilaporkan ke Komnas Perempuan.

Kurniasih mengatakan, tingginya kasus kekerasan dalam pacaran bermakna adanya praktik kejahatan yang dilakukan terhadap mayoritas perempuan. Sehingga, papar dia, perlu aturan yang komprehensif agar ada perlindungan dari segala tindak kejahatan seksual bukan hanya kekerasan seksual.

“Dari laporan Komnas Perempuan tentang kekerasan dalam pacaran berarti tindak kekerasan seksual sering bermula dari tindak kejahatan seksual lainnya. Maka perlu sebuah aturan yang komprehensif untuk semua bentuk kejahatan seksual bukan hanya kekerasan seksual,” sebut Juru Bicara PKS ini dalam keterangannya, Kamis (7/4/2022).

Kurniasih menyebutkan, PKS meminta ada perlindungan secara komprehensif terhadap semua kemungkinkan munculnya kejahatan seksual yang bisa menimpa siapa saja terlebih perempuan, baik kekerasan seksual, seks bebas maupun penyimpangan seks. Hal ini senada dengan pandangan F-PKS terhadap RUU tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) di Baleg DPR RI.

Fraksi PKS konsisten untuk memperjuangkan agar dalam RUU TPKS diatur perihal larangan dan pemidanaan terhadap Perzinaan dan Penyimpangan Seksual sebagai salah satu bentuk Tindak Pidana Kesusilaan.

Sebabnya, semakin marak fenomena kebebasan seksual dalam hal ini perzinaan dan penyimpangan seksual yang sudah terbukti menimbulkan ekses buruk di belakang.

“Di sisi lain, kita sangat prihatin dengan semakin maraknya tindakan perzinaan dan gaya hidup seks bebas di kalangan remaja Indonesia yang mengakibatkan kehamilan yang tidak diinginkan dan aborsi. Termasuk ternyata ada banyak tindak kekerasan dalam pacaran sebagaimana dilaporkan Komnas Perempuan. Ini kondisi nyata yang memprihatinkan,” kata Kurniasih.

Selain itu, fenomena penyimpangan seksual pun semakin mengkhawatirkan bahkan menyebabkan risiko penularan HIV/AIDS.

“Dengan mempertimbangkan hal tersebut, maka penting adanya perlindungan hukum yang juga mengakomodasi norma larangan perzinaan dan penyimpangan seksual disamping kekerasan seksual,” pungkasnya.

Sebelumnya, Komnas Perempuan melansir kasus kekerasan dalam pacaran menduduki peringkat ketiga setelah kasus kekerasan dalam rumah tangga dan kasus kekerasan seksual.

Dikutip dari situs resmi Komnas Perempuan, kekerasan dalam pacaran (KDP) adalah jenis kasus kekerasan di ruang privat/personal yang ketiga terbanyak dilaporkan. Pada kurun 2015-2020 tercatat 11.975 kasus yang dilaporkan oleh berbagai pengada layanan dihampir 34 provinsi, sekitar 20 persen dari total kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di ranah privat. Data ini semakin menguatkan pentingnya aturan hukum tentang semua jenis kejahatan seksual atau tindak pidana kesusilaan.

“RUU TPKS, sampai pembahasan terakhir di tingkat I, hanya mengatur tindak pidana kekerasan seksual saja. Karenanya FPKS menyatakan menolak RUU TPKS dilanjutkan pembahasan tahap selanjutnya sebelum aturan yang komprehensif tentang tindak pidana kesusilaan disahkan. Aturan yang dimaksud sudah tertuang di RKUHP yang harusnya segera disahkan sebelum atau setidaknya bersamaan RUU TPKS,” tegas Kurniasih.