Lestarikan Bahasa Daerah, Kemendikbudristek Revitalisasi Tanggung Jawab Bersama

AKM • Friday, 18 Mar 2022 - 11:50 WIB

Jakarta — Kepala Badan Bahasa Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Aminudin Aziz menyebutkan, berdasarkan laporan UNESCO, setiap dua minggu terdapat satu bahasa daerah di dunia yang mengalami kepunahan. Penyebabnya karena bahasa tersebut sudah tidak lagi digunakan. Menanggapi berbagai tantangan dalam pelestarian bahasa daerah, ia menyampaikan bahwa Kemendikbudristek sudah melakukan diskusi dengan pemerintah daerah melalui dinas-dinas pendidikan. 

“Kami mengajak dan menyadarkan semua pihak bahwa revitalisasi merupakan tanggung jawab bersama. Hal ini bukan tanggung jawab pemerintah pusat maupun masyarakat saja, tetapi pemerintah daerah juga ditugasi oleh Bupati atau Walikota atau Gubernur untuk juga melakukan secara bersama-sama,” ucap Aminudin dala Silaturahmi Merdeka Belajar bertajuk “Revitalisasi Bahasa Daerah” pada Kamis (17/3).

“Pentingnya meningkatkan kesadaran melalui kampanye-kampanye bahasa terkait pentingnya pelestarian bahasa merupakan salah satu identitas bangsa. Dalam langkah awal, Kemendikbudristek memanfaatkan sektor pendidikan di mana sekolah merupakan pondasi utama,” ujarnya.

“Masyarakat diajak untuk menyadari bahwa bahasa daerah perlu dilestarikan karena jika tidak ada kesadaran maka apa yang sudah digariskan oleh negara melalui peraturan perundangan-undangan, fasilitasi yang dilakukan oleh pemerintah akan sia-sia,” tegasnya. 

Berdasarkan data yang dihimpun Badan Bahasa, Aminudin optimistis bahwa revitalisasi bahasa itu akan berhasil jika dilakukan berbasis pendidikan melalui sekolah. “Kami mengajak secara bersama-sama dengan pihak sekolah supaya lebih terstruktur masuk ke dalam muatan lokal. Kekhasan tahun 2021 dan tahun 2022 yang akan kita teruskan ini adalah unsur pelibatan dari pemerintah,” Jelas Aminudin.

*Tantangan dalam Revitalisasi Bahasa Daerah*

Kepala Badan Bahasa menjelaskan bahwa daya hidup atau vitalitas tiap bahasa tidaklah sama. Dalam program revitalisasi bahasa, Badan Bahasa memprioritaskan bahasa-bahasa yang tingkat vitalitasnya atau ‘daya hidupnya’ memang sudah melemah atau memudar. “Khawatirnya, bahasa-bahasa yang seperti ini akan punah jika tidak dihidupkan kembali,” jelasnya. 

Oleh karena itu, ia mengimbau seluruh jajaran di Kemendikbudristek untuk bersama-sama melestarikan dan melindungi bahasa daerah. “Kita melakukan revitalisasi bahasa karena bahasa bukan hanya urusan kombinasi kata dan bunyi tetapi sebagai refleksi kearifan lokal, refleksi pemikiran, refleksi perasaan dan nilai-nilai yang terkandung didalam bahasa menjadi ekspresi dari masyarakat,” tambah Aminudin Aziz. 

Pada kesempatan tersebut, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Ulfa Tenri Batari lebih lanjut menyampaikan beberapa tantangan yang dihadapi dalam upaya pelindungan bahasa daerah. 

“Salah satu tantangan terbesar kami adalah minimnya tenaga pengajar yang memiliki kualifikasi akademik yang relevan dengan jurusan bahasa daerah Makassar. Kemudian fakta yang kedua, kami sampaikan bahwa tidak semua guru yang mengajarkan bahasa daerah Makassar adalah penutur bahasa daerah Makassar,” ungkap Ulfa. 

Oleh karenanya, saat ini sudah banyak kolaborasi yang dilakukan oleh Kabupaten Gowa dengan berbagai kedinasan dan himpunan lainnya. Seperti berkolaborasi dengan organisasi Profesi Himpunan Pembina Bahasa Indonesia yang sangat memberikan dukungan terkait revitalisasi bahasa daerah khususnya Bahasa Makassar. “Kolaborasi kami bersama melakukan pembinaan kepasa siswa kami untuk penggunaan bahasa daerah Makassar,” terangnya. 

Selain itu, Dinas Pendidikan Kabupaten Gowa juga berkolaborasi dengan dinas pariwisata dalam program Ayo ke Museum yang melibatkan siswa SD dan SMP untuk mengikuti berbagai lomba. Contohnya: lomba berpidato, lomba membaca puisi, dan lomba mendongeng. 

“Kami berharap penuh  kepada pemerintah pusat melalui Kepala Badan Bahasa untuk menyampaikan aspirasi kami mulai dari pemerintah daerah untuk terus menggaungkan program-program yang bersifat kedaerahan termasuk melakukan pendampingan dalam rangka melestarikan penggunaan bahasa daerah,” harap Ulfa. 

Risnawati turut menambahkan, sebagai pengurus Perwakilan Perkumpulan Pendidik Bahasa Daerah Indonesia (PPBDI)  ia menemukan fakta bahwa mayoritas hilangnya minat menggunakan bahasa daerah disebabkan oleh keluarga. “Orang tua sudah tidak menggunakan bahasa daerahnya. Selain faktor globalisasi munculnya gengsi di kalangan orang tua muda dan lingkungan pertemanan menjadikan bahasa daerah menjadi dikesampingkan,” urainya. 

Bahasa daerah yang tersebar di Negara Indonesia pada 34 provinsi dari 718 bahasa tersebut 25 bahasa terancam punah 6 bahasa dan 11 bahasa telah punah. Ada beberapa faktor penyebab kepunahan bahasa daerah pertama para penuturnya tidak lagi menggunakan bahasa tersebut, kedua tidak mewariskan bahasa kepada generasi selanjutnya, ketiga sikap para penutur bahasa daerah yang menganggap bahasanya tidak mendesak lagi untuk digunakan.

Merdeka berkreasi dalam penggunaan bahasanya memiliki sasaran dari revitalisasi bahasa daerah ini ada 1491 komunitas penutur bahasa daerah selanjutnya ada 29370 guru 17995 sekolah sekolah kemudian ada 1175 pengawas serta ada sekitar satu setengah juta siswa di 15236 sekolah sementara itu untuk kalau komunitas Kemendikbudristek akan melibatkan secara intensif yaitu keluarga kemudian bagian lingkungan bahasa dan sastra dalam kepengurusan penyusunan model pembelajaran bahasa daerah dalam pengayaan materi Bahasa Daerah itu sendiri dan kurikulum serta dalam perumusan muatan lokal kebahasaan dan kesastraan.