Bisnis Perhotelan di Solo Raya Mulai Bangkit Setelah Terdampak Pandemi

MUS • Thursday, 17 Mar 2022 - 17:04 WIB

Solo – Pandemi Covid-19 berdampak luar biasa pada kondisi perekonomian di berbagai sektor. Bahkan sektor industri pariwista dan perhotelan yang paling terdampak. Belum lagi adanya berbagai kebijakan yang membuat usaha ini semakin terancam bakal mengalami kerugian tidak sedikit.

Selama pandemi menerpa Indonesia, bisnis perhotelan babak belur. Tingkat hunian kamar, meeting room maupun ballroom sering menganggur, termasuk yang terjadi seluruh perhotelan di wilayah Solo Raya.

Namun setelah dibukanya sektor pariwisata dan penurunan level PPKM, didukung progam vaksinasi dan kebijakan pembebasan syarat test antigen dan PCR untuk perjalanan domestik, bisnis perhotelan mulai terlihat menggeliat kembali bangkit.

Humas Perhimpunan Hotel Dan Restoran Indonesia (PHRI) Surakarta Sistho A SRESTHO ST CHA mengatakan awal tahun ini sudah ada peningkatan aktivitas di sektor perhotelan. Penggunaan meeting room dan aula hotel maupun kamar sudah mulai terlihat.

Menurutnya, dibukanya sebagian objek wisata, gencarnya vaksinasi dan adanya kelonggaran kebijakan PPKM juga sangat berpengaruh terhadap peningkatan okupansi hotel.

“Semua objek wisata saat ini sudah mulai dibuka, bahkan sangat bepengaruh positif pada sektor perhotelan dan diharapkan dalam waktu dekat ini pandemi segera berakhir sehingga semua sektor kembali normal dan lancar,” ujar Sistho.

General Manager (GM ) The Alana Hotel & Covention Center Solo itu menuturkan saat ini peningkatan tamu hotel mulai terlihat meskipun tidak begitu signifikan. Setidaknya, kegiatan pemerintahan, BUMN maupun perusahaan swasta sudah mulai dilaksanakan di hotel.

“Kita bersyukur saat ini kegiatan pemerintahan dan kegiatan lainnya sudah boleh dilakukan di hotel, bahkan peningkatan pengunjung pun sudah terlihat ramai, namun dengan catatan tetap mengutama protokol kesehatan, dan selalu menjaga jarak,” tuturnya.

Kunjungan tamu hotel, tutur Sistho, mulai meningkat sejak akhir tahun lalu. Restoran juga mulai ramai, terutama saat weekend.

Bisnis hotel akan bangkit tahun ini, seiring gencarnya vaksinasi Covid-19 di berbagai daerah, yang membuat kepercayaan masyarakat terhadap dunia usaha meningkat.

Itu sebabnya, pengusaha hotel harus bisa melihat, membaca perubahan lebih cepat, memanfaatkan momentum, dan bergerak untuk mendapatkan hasil maksimal.

“Optimisme kita harus meningkat, kepercayaan masyarakat terhadap dunia usaha juga mulai meningkat karena ekonomi bakal membaik tahun ini,” ujar Sistho yakin.

Sistho melihat momentum akan hilang jika tidak dimanfaatkan secara maksimal. Dia meyakini, bisnis hotel bakal bangkit secara bertahap, ditopang vaksinasi Covid-19 dan ekonomi yang membaik. Selain itu, modal besar Indonesia adalah populasi penduduk yang mencapai 270 juta jiwa dan banyaknya acara liburan maupun rapat yang tertunda tahun lalu, serta mobilitas yang tinggi.

Menurutnya, beberapa fase pertumbuhan bisnis hotel sejak pertengahan 2021 lalu. Selama Januari–Februari 2021, bisnis hotel di wilayah Solo Raya memasuki masa berat, karena libur akhir tahun 2020 menyebabkan lonjakan kasus Covid-19, ditambah PSBB ketat dan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Jawa dan Bali yang sangat membatasi ruang gerak masyarakat dalam berkegiatan di hotel. Selain itu, secara siklus tahunan, Januari-Februari adalah low season.

Tidak hanya itu, tutur Sistho, di wilayah Solo Raya sejak Maret 2020, saat itu dinyatakan daerah darurat Covid-19 oleh Walikota, sehingga mengakibatkan seluruh hotel terlihat sunyi senyap pengunjung dan menyebabkan pengelola hotel harus memangkas biaya operasional secara besar-besaran, bahkan sulit bagi pengelola untuk menghindari terjadinya pengurangan tenaga kerja hotel.

Kondisi itu, menurutnya, okupansi hotel di wilayah Solo Raya menjadi sangat rendah. Ini sama sekali tidak diduga sebelumnya, karena mereka beranggapan, pada awal tahun lalu dengan adanya vaksinasi, bisnis hotel akan langsung pulih. Padahal, semua tetap ada proses, karena kebijakan pemerintah masih berubah-ubah.

Memang ada Fase yang sempat mengejutkan terjadi Maret–April 2021 yang disebut surfing menuju perbaikan. Vaksinasi Covid-19 mulai masif dilakukan di berbagai daerah, sehingga mendorong kegiatan bisnis serta mobilitas masyarakat. Selepas itu, acara rapat akan mulai banyak diselenggarakan di hotel, sehingga okupansi bakal naik, apalagi jika PPKM dicabut.

Menurut Sistho, Mei-Juli 2021 yang merupakan fase pengembangan. Pada fase ini, bisnis hotel akan terlihat mulai membaik, karena sudah semakin banyak masyarakat yang divaksinasi.

Selain itu, dua bulan itu periode musim orang berkegiatan, termasuk pernikahan, seminar, rapat dan lainnya. Pemerintah dan perusahaan juga mulai menggelontorkan dana secara maksimal.

“Pada periode ini, akan banyak acara leisure yang di selenggarakan di hotel. Keyakinan masyarakat terhadap efektifnya vaksinasi di Indonesia akan lebih meningkat lagi, sehingga arus kas hotel pada periode tersebut sudah mulai terlihat bagus,” tuturnya.

Fase berikutnya, tutur Sistho, adalah returning pada sekitar Agustus-Desember lalu. Pada fase ini, hampir semua hotel yang berhasil memanfaatkan momentum akan mencetak perbaikan pendapatan secara signifikan, kelancaran operasional.

Pengusaha hotel yang beradaptasi dengan teknologi digital sudah mulai dengan tim dan struktur organisasi baru yang lebih ramping serta lincah, sehingga bisa menghasilkan arus kas lebih optimal. Pada fase ini, bisnis hotel bisa dibilang mulai bangkit (harvesting period).

Sistho menuturkan dari 152 hotel di Solo Raya, sebanyak 66 di antaranya merupakan hotel berbintang dan saat terjadi pandemi Maret 2020 ketika Solo Raya dinyatakan wilayah darurat Covid-19 oleh Walikota saat itu mengakibatkan tingkat okupansinya semakin terpuruk hanya 8% dari sebelum pandemi Covid-19 rata-rata berada di atas 70%.

Namun, setelah itu mulai kembali membaik secara bertahap meski masih harus berhadapan dengan berbagai kebijakan pembatasan yang terus menekan mobilitas masyarakat hingga menyebabkan okupansi hotel hanya perlahan kenaikannya.

“Tidak diduga-duga yang paling parah kembali terjadi dengan kemunculan varian Delta Covid-19 pada Juli 2021 lalu di wilayah Solo Raya, hingga kebijakan pembatasan diberlakukan semakin ketat, jalan tol ditutup, akses masuk Solo ditutup dan kebijakan lainnya. Okupansi perhotelan di Solo Raya pun hancur-hancuran lagi anjlok kembali di level 9%,” ujarnya.

Pada akhirnya, tutur Sistho, September – Desember 2021 baru kembali terlihat okupansi hotel di Solo Raya naik lagi secara bertahap dan diyakini dalam situasi ekonomi naik ataupun turun, masih banyak kesempatan dan peluang. Sebenarnya, uang tidak hilang, tetapi hanya berpindah dari satu titik ke titik yang lain.

“Sekarang awal 2022 saatnya melakukan strategi paling ambisius dalam sejarah bisnis perhotelan dengan mengorganisasi semua informasi yang penting, relevan, dan mengorkestarsi tim dengan semangat yang paling tinggi,” tutur Sistho.

Gencarnya program vaksinasi ketiga (booster) dan kelonggaran pembatasan menjadi angin segar untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap dunia usaha. Semua kalangan industri berupaya memanfaatkan momentum vaksinasi ini untuk bergerak maju ke depan. Optimisme ini juga muncul dari pelaku industri perhotelan yang terkapar akibat pandemi Covid-19 sepanjang 2020 hingga pertengahan 2021 lalu.

Menurutnya, pebisnis hotel sudah harus tahu bahwa perilaku (karakter)) konsumen dan kebutuhan konsumen sudah berubah, sehingga bisnis model dan kompetisi pun berubah. Dengan adanya pandemi ini membuat semua perusahaan memiliki waktu yang sama, semuanya sama-sama memliki banyak waktu untuk melakukan reboot & restart.

Sistho menuturkan pebisnis hotel jangan melihat krisis ini hanya secara biasa-biasa saja, tetapi lihat secara ekstrim, pastikan agar organisasi perusahaan bisa adaptif, cepat bergerak, dan siap berkompetisi.

“Hanya mereka yang produktif dan inovatif, yang memiliki spirit entrepreneurship yang akan melihat kondisi ini hanya dari sisi peluang. Sekarang bukan yang besar mengalahkan yang kecil namun yang cepat akan mengalahkan yang lambat sesuai era digital saat ini,” ujarnya.

Selain itu, penggunaan standar baru dalam menyikapi perubahan global dan strategi ampuh untuk memenangkan kembali bisnis hotel juga harus dilakukan. 

Strategi yang digunakan antara satu kota dengan kota lainnya berbeda-beda sesuai karater daerah masing-masing, sehingga harus bisa melihat local insight-nya, karakternya, dan juga permintaannya, setelah itu baru bisa menyiapkan strategi yang akan diterapkan.

“Kami melihat sepertinya perubahan yang terjadi pada lanskap bisnis hotel akan bersifat permanen, namun terus mengalami perbaikan dan berkembang, semua tidak akan sama lagi seperti dulu atau kembali ke tahun 2019 bahkan tahun sebelumnya,” ujarnya. (APb)