Kinerja BPKH dan Potensi Harmoni Investasi bagi Negeri

FAZ • Monday, 14 Mar 2022 - 12:59 WIB

Jakarta - Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) mendapat mandat sebagai pengelola keuangan haji, menyerupai manajer investasi atas dana haji yang dititipkan jamaah. Meski saling berkelindan dengan pelaksanaan haji, BPKH dan Kementerian Agama memiliki tugas pokok dan fungsi (tupoksi) berbeda.

Kemenag bertugas menjadi Penyelenggara Ibadah Haji, sedangkan BPKH berfokus pada pengelolaan keuangan haji dengan target nilai manfaat yang sebesar-besarnya untuk umat, terutama meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji.

Walaupun berbeda tupoksi, dalam prakteknya BPKH selalu mendukung penuh program prioritas Kemenag.

Misalnya untuk tahun 2022 dan ke depan, BPKH berpotensi mendukung penuh setidaknya 5 dari 7 program prioritas Kemenag

dalam hal Transformasi Digital, Cyber Islamic University, Kemandirian Pesantren, Revitalisasi Pembangunan Gedung Pusat Layanan Haji dan Umrah Terpadu (termasuk KUA), dan peningkatan Religiosity Index,” jelas Deputi Investasi Surat Berharga dan Emas BPKH, Indra Gunawan, dalam keterangan tertulisnya, Senin (14/3/2022).

Indra mencontohkan di bidang transformasi digital, calon jamaah haji dapat mengetahui perkembangan uang yang telah disetorkan secara tranparan melalui aplikasi IKHSAN.

IKHSAN lahir dari integrasi dua sistem yang masing-masing dikelola Kementrian Agama, yakni SISKOHAT (Sistem Komputerisasi Haji Terpadu), dan sistem yang dikelola BPKH yaitu SISKEHAT (Sistem Keuangan Haji Terpadu).

Aplikasi IKHSAN dapat diakses untuk melihat secara real time dan transparan, data calon jamaah haji maupun perkembangan uang yang telah disetorkan.

=Pengelolaan Dana Umat yang Akuntabel=

Sebagai lembaga yang memikul amanah besar, BPKH terus melakukan upaya terbaik dalam mengelola dana umat, salah satu buktinya adalah pemberian opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) selama 3 tahun berturut-turut (2018-2020).

“Ini menunjukkan pengelolaan keuangan haji oleh BPKH telah berlangsung secara wajar, sesuai prinsip akuntansi dan tata kelola yang berlaku,” sebut Indra.

Dalam menjalankan ketentuan undang-undang, BPKH juga memperbaiki aspek kesyariahan dan tata kelola dimana setoran haji di era BPKH hanya dapat dilakukan melalui bank Syariah, saldo setoran awal jamaah dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Selain itu pendistribusian Nilai Manfaat Virtual Account (NMVA) oleh BPKH, dirasakan manfaatnya menambah saldo jamaah tunggu di kisaran Rp1juta rupiah atau total pembayaran NMVA bagi lebih dari lima juta jamaah tunggu sekitar Rp5,5 triliun hingga 2021.

Peraturan Pemerintah No. 5 tahun 2018 tentang Pelaksanaan UU No. 34 Tahun 2014 mengenai pengelolaan keuangan haji, telah mengatur persentase pengalokasian investasi dana haji dari total penempatan.

Di antaranya investasi dalam bentuk emas maksimal 5%, investasi langsung maksimal 20%; investasi lainnya maksimal 10%; investasi surat berharga syariah dengan limit yang tidak dibatasi.

Instrumen surat berharga telah menjadi andalan BPKH, melalui core-portfolio yang risk-free dan tanpa limit, maka BPKH lebih fleksibel mancapai tingkat imunitas porto folio dari goncangan pasar dimana arus kas kupon dapat diprediksi guna menjaga likuiditas disamping ada peluang capital gain.

BPKH juga berhasil memperjuangkan pengecualian pajak atas kupon instrumen surat berharga sehingga kontribusinya dapat dikatakan istimewa, dengan meraih nilai manfaat double-digit Rp10,5 triliun (unaudited) di tahun 2021 di tengah trend penurunan imbal hasil BI 7 days repo rate yang signifikan.

Nilai manfaat BPKH terus meningkat, khususnya dalam tiga tahun terakhir (2018-2020), dan pada tahun di 2021 mampu mencapai di atas Rp10 triliun dimana hal ini dapat dipertahankan bahkan ditingkatkan di masa depan dengan semi-active managed strategy.

=Tantangan dan Peluang=

Lalu dengan pencapaian ini, seberapa besar potensi yang masih bisa didapat BPKH dari dana kelolaannya?

“Sebagai negara berpopulasi Muslim terbesar, status Presidensi Indonesia di G-20, yang berslogan recover stronger-recover together memberikan beberapa peluang,” ujar Indra.

Salah satunya, Indonesia memiliki banyak peluang untuk menarik investasi asing ke dalam negeri. “BPKH sebagai salah satu investor jangkar nasional perlu menggandeng Islamic Development Bank (IsDB), Asian Development Bank (ADB) dan lain-lain,” saran Indra.

Meski ia juga mengakui, BPKH masih menghadapi banyak tantangan dalam mengelola dana haji.

Antara lain sangat terbatasnya instrumen penempatan dan investasi yang sesuai prinsip syariah. “Harus memenuhi azas kehati-hatian, kemanfaatan, nirlaba, transparan sekaligus akuntabel sesuai pasal 2 UU No. 34 tahun 2014,” ungkapnya.

Pengurus BPKH juga dihadapkan dengan pasal tanggung renteng atas kerugian sesuai pasal 53 UU 34/2014. Hal ini mirip pasal 37 ayat (3) UU No 40 tentang Perseroan Terbatas (PT) yang menyatakan bahwa direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian.

Namun, langkah mitigasi dalam UU PT telah diperjelas oleh pasal 97 ayat (5) UU PT yaitu anggota direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian apabila kerugian itu bukan karena kesalahan atau kelalaiannya.

Kemudian telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan PT, serta tidak mempunyai benturan kepentingan atas tindakan yang mengakibatkan kerugian dimaksud.

“Hal ini sangat jelas terdapat aspek acquit et de charge atau pelepasan/pembebasan tuntutan, dengan syarat pengurus harus menunjukan itikad baik dan tindakan sebagai dimaksudkan dalam Pasal 97 ayat 5 tadi,” tutur Indra.

Ia memastikan, sejauh ini BPKH telah melakukan pengelolaan keuangan haji secara sangat hati-hati dengan berbagai mitigasi risiko yang dilakukan agar tidak mengalami kerugian.

Namun dalam UU No. 34/2014 belum terdapat klausul mengenai kewajiban penyisihan untuk cadangan kerugian yang dapat diambil dari laba bersih perseroan.

Selain itu, UU 34/2014 juga tidak ada memiliki klausul terkait mitigasi risiko melalui pencadangan maupun permodalan sebagaimana contoh dalam UU PT Pasal 70. “Hal ini penting dan perlu, agar pengelolaan keuangan haji dapat lebih aman,” kata Indra.

Maka ia berpendapat, revisi UU No. 34 tahun 2014 patut diusulkan dengan memasukkan klausul urgensi bahwa BPKH perlu memiliki modal yang cukup yang berasal dari pemerintah atau laba ditahan untuk dapat mencadangkan mitigasi risiko kerugian yang akan terjadi.

“Namun revisi UU No. 34 tahun 2014 baru dapat dilakukan apabila pemrakasa, yaitu pemerintah setuju atas usulan tersebut,” pungkasnya.