Tanggapi Ucapan Menag soal Gonggongan Anjing, MUI Ingatkan Kepantasan di Ruang Publik

MUS • Thursday, 24 Feb 2022 - 12:35 WIB

Jakarta - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Muhammad Cholil Nafis, merespons pernyataan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas tentang gonggongan anjing. Ia menyinggung soal kepantasan seorang pejabat dalam berbicara diruang publik.

Apalagi jika berkomentar dengan membandingkan sesuatu hal yang suci dan baik dengan suara hewan najis.

"Ya Allah… ya Allah .. ya Allah. Kadang malas berkomentar soal membandingkan sesuatu yang suci dan baik dengan suara hewan najis mughallazhah," kata Cholil dikutip dalam Twitter pribadinya @cholilnafis, Kamis (24/2/2022).

Menurutnya, pernyataan tersebut tidak terkait kinerja sebuah pejabat negara. Namun, hal itu soal kepantasan berbicara di ruangan publik sehingga seyogyanya dapat menggunakan tata bahasa yang lebih baik lagi.

"Karena itu bukan soal kinerja tapi soal kepantasan di ruang publik oleh pejabat publik. Mudah-mudahan Allah mengampuni dan melindungi kita semua," ujarnya.

Sebelumnya, viral di media sosial pernyataan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas terkait toa masjid yang seolah distilahkan sebagai anjing yang menggonggong. Hal ini sebagaimana respons atas terbitnya aturan SE Surat Edaran (SE) No 05 tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.

"Sederhana lagi tetangga kita kalau kita hidup di dalam kompleks misalnya kiri, kanan depan, belakang pelihara anjing semua misalnya menggonggong dalam waktu bersamaan. Kita ini terganggu tidak? Artinya apa, suara-suara ini apapun suara itu, ini harus kita atur supaya tidak menjadi gangguan," ucap Menag dikutip dalam video yang diunggah akun twitter@Pura2demoCRAZY, Kamis (24/2/2022).

Sebelumnya, Kementerian Agama telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 5 Tahun 2022 mengenai pedoman penggunaan pengeras suara di masjid dan musala. Dalam surat ini diatur penggunaan waktu dan kekuatan dari pengeras suara di masjid dan musala. 

Menurut Dimas, pedoman tersebut cukup menuai kontroversi dan mendapat penolakan. “Ketika mendapat penolakan luas dari berbagai kalangan seharusnya Menag bisa mengomunikasikan dengan cara yang bijak serta menuai simpati,” kata Dimas.

Dimas mengungkapkan yang terjadi saat ini bahwa pedoman tersebut menuai kontroversi, ditambah lagi pernyataan Menag Yaqut semakin memperkeruh situasi dan menimbulkan kegaduhan di ruang publik.

“Karena itu sangat penting bagi Menag untuk menyampaikan permohonan maaf dan menarik pernyataan agar situasi tidak semakin menjadi bola panas yang nantinya ditunggangi banyak pihak hingga menjadi perpecahan di tataran masyarakat,” ungkapnya.

“Kasihan masyarakat sudah digebuk kelangkaan minyak goreng dan lonjakan harga kedelai lalu sekarang diusik dengan pernyataan kontroversial seorang Menteri Agama,” pungkasnya.