Dari Delmicron ke Deltacron

MUS • Wednesday, 23 Feb 2022 - 13:11 WIB

 Pada Desember 2021 media memberitakan tentang Delmicron, yang tadinya disebut-sebut sebagai gabungan dari varian delta dan varian Omicron. Ternyata hal ini tidak benar.

Istilah Delmicron hanyalah bermula dari keterangan Dr Shashank Joshi, salah seorang anggota satgas dari negara bagian Maharashtra di India yang kebetulan diwawancara media, bukan dalam bentuk tulisan ilmiah. Ini bukanlah varian baru, dan nampaknya tetapi merujuk pada kemungkinan pasien yang terserang varian Delta dan varian Omicron.

Otoritas berwenang di India termasuk yang ternama seperti Indian Council of Medical Research (ICMR) tidak pernah memberikan informasi tentang ada tidaknya Delmicron, juga tidak ada pernyataan dari organisasi resmi apapun di India, juga tidak ada penjelasan dari pakar lain yang menyebutkan tentang Delmicron.

Situasinya berbeda dengan yang hari-hari di bulan Februari 2022 ini banyak dibicarakan, yaitu varian baru Deltacron, yang memang dilaporkan oleh badan resmi kesehatan Inggris “United Kingdom Health Security Agency (UKHSA)”. Sekuen dari 25 varian Deltacron bahkan sudah dikirim ke GISAID pada 7 Januari 2022.

Sebenarnya varian Deltacron mula-mula dilaporkan di Siprus tahun yang lalu, tapi waktu itu banyak yang menganggapnya sebagai pencemaran di laboratorium saja. Tetapi sekarang memang dilaporkan adanya varian hibrid Deltacron ini, yang disebut sebagai BA.1 + B.1617.2. Di Inggris varian ini dimasukkan kedalam “variant surveillance report”.

Ada dugaan varian baru ini terbentuk pada seseorang yang tertular dua varian ini sekaligus, belum jelas apakah terjadi di Inggris atau merupakan kasus impor ke negara itu.

Di sisi lain, WHO pada awal Januari 2022 nampaknya ini baru menyebutkan bahwa memang mungkin saja seseorang terserang beberapa varian sekaligus, seperti juga mungkin saja seseorang terinfeksi COVID-19 dan juga pada saat yang sama terinfeksi Flu.
 
Sejauh ini belum ada informasi resmi dari UKHSA tentang kemungkinan penularan dan berat ringannya varian baru ini, walaupun ada pendapat beberapa pakar. Nampaknya kita masih perlu menunggu beberapa waktu kedepan.

Prof Tjandra Yoga Aditama
Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI/Guru Besar FKUI. Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara. Mantan DirJen P2P dan Mantan Kepala Balitbangkes Kementerian Kesehatan
. (Jak)