Minyak Goreng Masih Mahal, PKS Desak Pemerintah Umumkan Pelanggar DMO CPO

MUS • Wednesday, 9 Feb 2022 - 20:39 WIB

Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKS, Amin AK menyoroti kinerja Menteri Perdagangan dengan meminta pemerintah berani dan tegas mengumumkan perusahaan pelanggar ketentuan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) minyak goreng.

Bagi perusahaan yang terbukti melanggar, kata Amin, Pemerintah juga harus berani menjatuhkan sanksi tegas untuk memberikan efek jera.

“Dengan adanya pengumuman perusahaan pelanggar kebijakan DMO bisa menekan kartel minyak goreng agar mengakhiri praktek oligopoli bisnis minyak goreng di dalam negeri. Seperti disinyalir oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), bahwa meroketnya harga minyak goreng dalam beberapa waktu terakhir akibat praktek kartel yang dijalankan empat produsen minyak goreng terbesar,“ ujar Amin.

KPPU, kata Amin, yakin kartel minyak goreng lah yang mendikte harga hingga mencapai Rp 21.000 per liter atau hampir dua kali lipat harga eceran tertinggi (HET).

“KPPU juga mensinyalir, kartel minyak sengaja membatasi pasokan minyak goreng murah yang dicanangkan pemerintah dengan tujuan mengontrol harga,” paparnya.

Berdasarkan hasil pengusutan KPPU, tambah Amin, kelompok kartel yang menguasai 46,5% pasar minyak goreng nasional tersebut, mereka menaikkan harga di waktu yang bersamaan, dengan besaran kenaikan yang hampir sama.

KPPU, kata Amin, juga memiliki bukti-bukti adanya kartel dan praktik oligopoli perdagangan minyak goreng melalui kesepakatan diantara produsen terbesar minyak goreng.

“Keempat perusahaan kartel mengendalikan harga dan pasokan karena merupakan pelaku usaha terintegrasi yang memiliki perkebunan kelapa sawit, pengolahan CPO, dan pabrik minyak goreng. Ini jelas moral hazard. Pemerintah harus berani dan tegas,” pungkasnya.

Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi sebelumnya mengatakan ‘akan mencabut izin ekspor CPO bagi pengusaha sawit yang melanggar kewajiban DMO 20% CPO untuk kebutuhan dalam negeri dan DPO sesuai harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng.

Selain larangan ekspor, menurut Amin, Pemerintah juga harus berani mengumumkan perusahaan mana saja yang melanggar sehingga publik bisa mengetahuinya secara transparan.

“Dalam kebijakan DMO, Kementerian Perdagangan mewajibkan produsen CPO dan olein untuk mendistribusikan 20% produksinya ke pabrik minyak goreng lokal, dengan harga Rp 9.300 per kilogram untuk CPO dan Rp 10.300 per kilogram untuk olein. Harga ini Selama Januari lalu, pemerintah menjalankan kebijakan minyak goreng satu harga Rp 14.000 per liter,” ujarnya.

Saat itu pemerintah meminta produsen besar untuk mendistribusikan 11 juta liter minyak goreng seharga Rp 14.000 per liter. Namun Mendag Lutfi menuding produsen CPO tidak mematuhi kebijakan itu karena kenyataannya yang tersedia di pasar hanya 4,7 juta liter.

“Ini menyebabkan terjadinya kelangkaan pasokan minyak goreng satu harga dan memicu panic buying. Dan faktanya, pemerintah tidak berani tegas terhadap kelompok kartel ini. Ini ada apa?,” ungkap Amin.

Untuk itu Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKS, Amin, meminta Pemerintah dengan tegas mengumumkan pelanggar DMO dan CPO.