BKKBN Kejar Indonesia Bebas Stunting di Tahun 2024, Begini Caranya!

ANP • Wednesday, 26 Jan 2022 - 21:59 WIB

Jakarta - Stunting merupakan suatu tantangan yang sangat berat dan menjadi perhatian khusus Presiden Jokowi dan targetnya cukup berat sampai 14%. Peran dari ogranisasi dan peran dari masyarakat akan menjadi sangat penting, sehingga kita sama-sama menjadi unsur untuk memperkuat bagaimana percepatan yang terjadi karena kita tahu permasalahan yang sangat kompleks. 

Dr. dr. Supriyantoro, Sp.P, MARS Ketua Umum IndoHCF, KREKI & IKKESINDO menyebutkan, "Tentunya dalam hal ini kita sama-sama harus memperluas terobosan-terobosan permasalahan-permasalahan dari hulu sampai hilir dan berbagai upaya sudah dilakukan. Sehingga kita bersama-sama mendukung agar percepatan penurunan Stunting 14% ini menjadi kenyataan", ucap Supriyantoro saat membuka Acara Expert Meeting II yang diselenggarakan oleh Ikatan Konsultan Kesehatan Indonesia (IKKESINDO), IndoHCF, PERSAGI, IAKMI, dan HAKLI secara virtual.

Pada kesempatan yang sama Kepala BKKBN, Dr. (H.C) dr. Hasto Wardoyo, Sp. OG (K) menyampaikan paparan dengan Topik Materi "Penguatan Implementasi Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Angka Stunting Indonesia Tahun 2021-2024". "Masih banyak di beberapa wilayah kita yang di atas 30%. BKKBN diberikan tugas untuk membuat perencanaan aksi percepatan penurunan stunting. Di tahun 2022 ini Presiden memberikan target pada kita 3%, dan kalau ditahun depan kita 3% baru 21% di awal tahun 2023. Maka di waktu kedepannya 1 setengah tahun harus menuju 14%. Oleh karena itu pemikiran-pemikiran strategi harus di lakukan dengan baik untuk menuju angka 14%", terang dokter Hasto.

"Tujuan utama yang kita lakukan pasti perencanaan penurunan Stunting yang pertama adalah untuk mengurangi kesenjangan, kemudian yang kedua adalah untuk menurunkan wilayah-wilayah yang menjadi bandrol secara nasional karena memang jumlah penduduknya banyak. Sehingga BKKBN mengajak kementerian lembaga semua yang terkait untuk kita fokus kepada daerah yang stuntingnya tinggi. Ada 7 daerah yang kita tetapkan. Ditambah dengan yang ada di Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur dan Sumatera Utara yang penduduknya cukup banyak", tambahnya.

"Kita juga harus menyadari bersama bahwa penurunan stunting ini juga menurunkan angka kematian ibu dan kematian bayi. 
Ketika semakin banyak yang melahirkan di tenaga kesehatan, maka kematian ibu semakin turun. Oleh karena itu, BKKBN di tunjuk sebagai pelaksana sekaligus koordinator untuk percepatan penurunan stunting, yang namanya data itu menjadi suatu yang sangat penting. Sehingga arah kebijakan nasional penurunan stunting ini saya kira sudah sangat tepat. Bagaimana memutus mata rantai stunting dengan waktu yang tinggal 2 setengah tahun. Sebetulnya, 2 setengah tahun itu nanti di tahun 2024 maka ada sekitar 12.500 juta balita yang akan lahir di mulai dari sekarang sampai pertengahan Juli tahun 2024", terangnya. 

"Kemudian ada balita yang masih akan di ukur sebagai stunting atau tidak adalah balita yang lahir mulai dari Juli 2019 sampai sekarang, dan itu sangat bisa identifikasi. Oleh karena itu BKKBN ingin mencari potensi itu untuk mudah di kendalikan. Kita tetap membuat konsep faktor-faktor yang sifatnya sensitif akan di lakukan _treatment_ dalam hal ini, lingkungan yang bersih, kesiapan-kesiapan untuk makanan yang cukup, air bersih yang cukup. Kita juga mengambil segment yang sangat strategis, yaitu mulai dari konsepsi kemudian 1000 Hari Kehidupan dan ketika kita masih di dalam kehamilan. Inilah strategi yang harus di ambil", kata dokter Hasto.

"Proses dari hulu sampai hilir ini harus kita _treatment_ di waktu 2 setengah tahun ini. Jika kita mampu mengendalikan pranikah. 
Pak menteri agama sudah menyetujui, sebentar lagi akan menjadi syarat untuk di periksa dulu 3 bulan sebelum menikah. 
Kemudian BKKBN mengusulkan adanya tim pendamping keluarga (TPK). Tim Pendamping Keluarga akan mendampingi sebanyak 2 juta yang menikah, mendampingi 5 juta yang hamil dan 10 juta anak balita. 
Saya optimis dengan 200 ribu tim pendamping keluarga, kemudian 600 ribu anggota untuk mendampingi 17 juta sasaran", imbuh dokter Hasto.

"BKKBN juga menyiapkan sistem pendataan yang baik. Karena tim pendamping keluarga ini kita bikinkan aplikasi yang namanya Elsimil. Kemudian BKKBN tentu juga ada kegiatan kemitraan yang bisa kita kembangkan bersama lembaga yang lain dengan TNI, Polri, ABRI. Dan saya kira faktor sensitif perbaikan jamban, rumah tidak layak huni itu harus tetap dilaksanakan harus kita gerakkan", tutup dokter Hasto.(Humas/TWD). (ANP)