Energi Panas Bumi Berpeluang Gerakkan Industri Dalam Negeri

FAZ • Tuesday, 18 Jan 2022 - 06:53 WIB

Jakarta - Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia, potensi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) nasional mencapai 23,9 giga watt (GW). Angka ini menyumbang 40 persen potensi PLTP di dunia. Namun hingga saat ini, di Indonesia, potensi yang dimanfaatkan baru sebesar 2.276 MW atau sekitar 9,5 persen, sebagian besar komponen PLTP pun masih impor.

“Indonesia menempati urutan  ke – 2 kapasitas terpasang PLTP  di dunia setelah Amerika Serikat. Dengan potensi sebesar itu, panas bumi mempunyai peluang besar untuk menggerakkan industri dalam negeri,” ungkap Plh. Kepala Balai Besar Teknologi Konversi Energi – Organisasi Riset Pengkajian dan Penerapan Teknologi (B2TKE – OR PPT) Badan Riset dan Inovasi Nasional Republik Indonesia (BRIN RI), Cahyadi, saat diwawancara secara daring, Jumat (14/01).

B2TKE BRIN telah mengembangkan teknologi PLTP skala demo plant. Lokasinya berada di Kamojang – Jawa Barat dan Lahendong – Sulawesi Utara.

“PLTP Kamojang dan Lahendong itu skalanya demo plant, jadi memang untuk riset,” kata Cahyadi.

Kedua PLTP ini, lanjut Cahyadi, mulai dikembangkan sejak tahun 2010. Keduanya berbeda jenis teknologi. PLTP jenis condensing di Kamojang dibuat pada kapasitas 3 MW. Sedangkan jenis siklus biner di Lahendong berkapasitas 500 kW, dipersiapkan untuk sumur panas bumi jenis uap entalpi rendah atau berbentuk brine water.

Lebih lanjut Cahyadi menambahkan, komponen utama PLTP adalah turbin dan generator. Karena, itu, untuk PLTP condensing di Kamojang, B2TKE BRIN telah bekerja sama dengan PT. Pindad dan PT. Nusantara Turbin Propulsi telah berhasil membangun turbin generator PLTP 3 MW. Kemampuan produksi hingga 5-10 MW.

Selain itu, peralatan mekanikal pada PLTP seperti demister, condenser, dan lainnya dapat didukung oleh industri strategis BUMN seperti PT. Boma Bisma Indra, PT. Barata Indonesia, dan industri nasional lainnya. Panas buminya sendiri diambil dari sumur milik PT. Pertamina Geothermal Energy.

“Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk PLTP Kamojang mencapai 63 persen karena turbin, generator, dan komponen lainnya berasal dari industri dalam negeri,” jelasnya.

Sedangkan, untuk PLTP Lahendong, B2TKE BRIN bekerja sama dengan pemerintah Jerman melalui Federal Ministry of Education and Research dan GFZ German Research Centre for Geosciences, terutama untuk pembuatan turbin dan generator. Saat ini, TKDN PLTP Lahendong baru mencapai 30 persen.

“Karena teknologinya berbeda dengan jenis condensing, kita masih belajar dengan Jerman. Harapannya di Rumah Program 2020 – 2024 ini, kita bisa reverse engineering, kita kuasai teknologinya, tentunya dengan diferensiasi desain. Jadi industri bisa membangun PLTP dengan desain dari dalam negeri,” katanya.

Reverse engineering PLTP siklus biner juga dilakukan bekerjasama dengan beberapa perguruan tinggi, yaitu Politeknik Negeri Manado, Politeknik Negeri Bandung, Politeknik Manufaktur Bandung, Universitas Sam Ratulangi, dan Universitas Indonesia.

Ia mengatakan, Kedua PLTP ini sebenarnya sudah siap untuk tahap komersialisasi. Secara teknis, keduanya telah melewati berbagai tahapan uji seperti uji komponen, uji sistem, dan uji kehandalan di bawah naungan Nota Kesepahaman (MoU) dengan PT. PLN Pusertif.

Listriknya pun telah berhasil terkoneksi dengan transmisi milik PT. PLN. PLTP Kamojang mengalirkan listrik sebesar 1.722 MWh, sedangkan PLTP Lahendong sebesar 3.200 MWh.

“Uji kehandalan kami bekerja sama dengan PT. Cogindo Daya Bersama, salah satu usaha PT.PLN yang bergerak di bidang operasi dan perawatan pembangkit listrik, untuk mengoperasikan PLTP 3 MW Kamojang. Ibaratnya kami yang bikin mobil, pihak lain yang coba di test drive. Tanggapan mereka baik, menurut mereka PLTP desain kami gampang dioperasikan,” katanya.

Namun, untuk sampai ke tahap komersialisasi, UU Ketenagalistrikan belum mengakomodir kebutuhan PLTP untuk riset, yang mengharuskan adanya persyaratan-peryaratan layaknya PLTP komersial, seperti Sertifikat Laik Operasi (SLO), Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL), Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL), dan sebagainya.

“Peraturan Menteri Keuangan juga belum mengatur mekanisme jika PLTP demo plant yang merupakan Barang Milik Negara dapat dihibahkan ke BUMN, sehingga dapat dimanfaatkan dan dirawat,” ungkapnya.

Regulasi yang belum mengakomodir inilah yang menurutnya, menjadi kendala dalam keberlanjutan ke tahap komersialisasi.

Ia berharap pemerintah dapat memberikan penugasan kepada industri PLTP seperti BUMN untuk menggunakan teknologi PLTP skala kecil buatan dalam negeri pada lokasi-lokasi panas bumi yang cocok seperti di Indonesia wilayah tengah dan timur.

“BRIN tentu ranahnya tidak dapat sampai ke tahap komersialisasi. Saran kami ada penugasan dari pemerintah untuk industri yang siap sebagai koordinator untuk keberlanjutan PLTP riset ini ke tahap komersial dengan mereplikasi teknologi PLTP ini, dan regulasinya juga mendukung,” harapnya. 

“Karena mekanisme sekarang, syarat tender untuk produk PLTP harus pernah produksi berapa unit dan PLTP sudah ada yang beroperasi dengan baik. Persyaratan tersebut tidak mungkin dapat dipenuhi oleh industri PLTP dalam negeri yang baru saja bangun PLTP 3 MW Kamojang skala riset,” tambah Cahyadi.

Penugasan PLTP ini, misalnya untuk 10-20 unit, menurut Cahyadi, penting untuk membangkitkan perekonomian dan ekosistem PLTP dalam negeri, dan industri PLTP dalam negeri akan memiliki portofolio yang memadai untuk nantinya bersaing secara komersial kedepannya.

“Dengan TKDN tinggi otomatis bisa menggerakkan perekonomian dalam ekosistem PLTP di Indonesia. TKDN tinggi pun mendorong kemandirian industri sekaligus menurunkan impor di sektor energi yang masih tinggi,” tuturnya.

Saat ini, ungkap Cahyadi, BRIN telah membuat desain PLTP Modular, sebagai lesson learned dari kedua PLTP sebelumnya. PLTP Modular, didesain dengan konsep tapak lebih ringkas, mobilisasi dan instalasi cepat, dan fleksibel ditempatkan pada kepala sumur dimanapun.

Ia berharap di tahun 2025, PLTP Modular condensing dan siklus biner dapat sampai pada tahap komersialisasi, dan meningkatkan TKDN jenis siklus biner.

Secara sederhana, PLTP adalah pembangkit listrik yang dihasilkan dari putaran turbin generator yang digerakkan oleh energi panas bumi baik berupa uap maupun brine water. Uap panas bumi didapat dari sumur panas bumi yang dieksplorasi hingga kedalaman tertentu dan uapnya dialirkan ke lokasi PLTP untuk menggerakkan turbin generator.