Indonesia Pimpin Sidang Pertemuan Regional Asia-Pasifik Menuju UNESCO Mondiacult 2022

AKM • Wednesday, 12 Jan 2022 - 10:43 WIB

Jakarta- Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menjadi tuan rumah sidang pertemuan regional kawasan Asia-Pasifik menuju  United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization  (UNESCO) Mondiacult 2022 yang digelar secara hybrid di Jakarta Convention Center, pada 11 sampai 12 Januari 2022. Sidang pertemuan ini diselenggarakan untuk merancang agenda global yang baru mengenai kebijakan bidang kebudayaan pascapandemi Covid-19.

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim mengatakan Asia-Pasifik merupakan wilayah dengan tingkat keberagaman budaya yang tinggi di mana terdapat 48 negara dengan 17 zona waktu yang berbeda-beda. “Melalui kolaborasi regional ini, saya yakin kita akan melangkah maju menuju masa depan yang berkelanjutan di mana menggunakan istilah yang digunakan oleh Mr. Ernesto Ottone, manusia dan kebudayaannya diletakkan sebagai inti dari pembangunan,” terang Menteri Nadiem dalam sambutannya secara daring, pada Selasa (11/1).

Sementara itu, Asisten Direktur Jenderal Kebudayaan UNESCO, Ernesto Ottone mengatakan sebagai upaya memenuhi Tujuan Global Persatuan Bangsa-Bangsa (UNSDGs), UNESCO melibatkan Negara-negara anggotanya dan masyarakat internasional untuk memulai sebuah refleksi baru mengenai kebijakan kebudayaan. “Memasuki Dekade Aksi terakhir, UNESCO melibatkan negara-negara anggotanya dan masyarakat internasional untuk memulai sebuah refleksi baru mengenai kebijakan kebudayaan yang dapat menyelesaikan permasalahan global seperti ketidaksetaraan, konflik, revolusi teknologi atau perubahan iklim,” jelas Ernesto Ottone. 

Untuk diketahui, dalam empat dekade terakhir, tatanan global termasuk sektor kebudayaan telah berevolusi secara signifikan. Munculnya isu-isu baru yang menjadi pemecah hubungan antarnegara serta berbagai permasalahan global mendorong negara untuk mengadaptasi kebijakan sehingga dapat menjalankan perannya dalam memenuhi kebutuhan masyarakat global. 

Sementara itu, pandemi Covid-19 telah menunjukkan adanya kerentanan bersama pada negara-negara ketika diharuskan menghadapi situasi darurat, dan pada saat bersamaan, tetap mempertahankan keberlangsungan sosial dan ekonomi negaranya. Dalam konteks yang sama, gangguan yang dialami secara luas oleh sektor kebudayaan menunjukkan adanya kebutuhan yang mendesak akan adaptasi dalam sektor tersebut.

Untuk itu, Konferensi Kebijakan Kebudayaan Dunia Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Persatuan Bangsa-Bangsa (UNESCO World Conference on Cultural Policies) Mondiacult 2022 kembali akan diselenggarakan oleh Pemerintah Meksiko pada tanggal 28 sampai 30 September 2022 dan akan dibuka oleh Direktur Jenderal UNESCO, Audrey Azoulay. 

Empat puluh tahun setelah Konferensi Kebijakan Kebudayaan Dunia (Mondiacult) pertama di Mexico City pada tahun 1982, dan 24 tahun setelah Konferensi UNESCO tentang Kebijakan Kebudayaan Dunia untuk Pembangunan (UNESCO World Conference on Cultural Policies for Development)  di Stockholm, Swedia pada tahun 1998. 

Konferensi Kebijakan Kebudayaan Dunia Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Persatuan Bangsa-Bangsa (UNESCO World Conference on Cultural Policies) – Mondiacult 2022 ini akan membawa momentum baru dalam perkembangan dialog global terkait peran kebudayaan dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan.

Sebelum Konferensi Kebijakan Kebudayaan Dunia UNESCO Mondiacult 2022 digelar, UNESCO menyelenggarakan lima pertemuan regional yang rencananya akan diselenggarakan antara Desember 2021 dan Februari 2022. Untuk kawasan Asia-Pasifik, Indonesia memimpin proses koordinasi dan masukan dari Negara-negara di Asia-Pasifik, yang merupakan salah satu wilayah terluas dengan keberagaman terbanyak di dunia. 

Para menteri dan pejabat senior Negara, serta organisasi-organisasi internasional antarnegara dan non-negara terkemuka di kawasan akan bertemu secara daring selama dua hari untuk mengidentifikasi tren utama, permasalahan, dan area prioritas kebijakan kebudayaan.

Dalam pertemuan ini, Direktur Jenderal Kebudayaan, Kemendikbudristek, Hilmar Farid yang memimpin jalannya pertemuan yang diikuti oleh 30 Negara kawasan Asia Pasifik ini memulai acara  dengan pemilihan wakil ketua untuk membantu jalannya sidang pertemuan. “Ketiga puluh Negara ini mewakili lebih dari 60 persen negara kawasan Asia Pasifik, juga di sini ada 28 organisasi kemasyarakatan internasional dan lembaga-lembaga antarpemerintah lainnya,” ucap Dirjen Hilmar. 

Dirjen Hilmar mengundang para partisipan untuk mengungkapkan pendapatnya dalam acara ini. “Akan ada pendapat yang disampaikan lisan, dan ada yang memberi pernyataan tertulis. Negara-negara yang menyampaikan pendapat adalah dari kawasan Pasifik terlebih dahulu karena adanya perbedaan zona waktu,” ucap Hilmar.

Mewakili Pemerintah Indonesia, Sekretaris Jenderal Kemendikburistek, Suharti mengatakan di Indonesia, kebudayaan adalah salah satu pilar kunci pembangunan nasional. “Konstitusi jelas menugaskan Negara Indonesia untuk memajukan budaya Indonesia di tengah-tengah peradaban internasional dengan cara menjamin kebebasan masyarakat untuk mempertahankan dan mengembangkan nilai-nilai budaya bangsa,” ucap Suharti.

Suharti juga menyampaikan bahwa Indonesia memiliki dua Undang-undang (UU) untuk mengatur perlindungan dan pelestarian warisan budaya takbenda dan benda. “UU ini adalah kerangka hukum yang solid untuk pemajuan kebudayaan. Banyak yang telah dilakukan untuk pemajuan kebudayaan, tapi belum banyak yang dilakukan untuk mengukur pencapaian yang kita pikir paling penting. Kami sadar kebudayaan memainkan peranan penting dalam pembangunan keberlanjutan,” ucapnya. 

Pada tahun 2019, papar Suharti, Indonesia merilis Indeks Pembangunan Kebudayaan (IPK). IPK ini adalah alat ukur yang kaya dan sensitif-konteks untuk mengukur dampak kebijakan dan intervensi budaya. IPK ini terdiri dari tujuh dimensi, yaitu ekonomi kebudayaan, pendidikan, ketahanan sosiokultural, warisan kebudayaan, kebebasan berekspresi, literasi budaya, dan kesetaraan gender. 

“Indeks ini unik dan telah menjadi salah satu alat kebijakan yang penting baik bagi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, serta telah diintegrasikan dengan perencanaan dan pembuatan kebijakan pembangunan nasional. Indeks ini juga dirujuk baik oleh pemerintah, seniman, lembaga seni, dan ormas (organisasi masyarakat),” lanjut Suharti. 

Di samping itu, lanjut Suharti, indeks ini telah memainkan peranan penting dalam menghubungkan dan mengonsolidasikan inisiatif kebijakan. “Selama beberapa dekade, inisiatif-inisiatif kebudayaan kecil  tersebar, dan terisolasi dari satu sama lain. Dengan banyaknya konsolidasi di masa kini, insiatif-inisiatif kebudayaan lebih banyak dampaknya. Semoga lebih banyak diskusi tentang kebutuhan pengukuran di bidang seni dan kebudayaan,” ungkapnya. 

Suharti juga menyampaikan, pada 2020, Pemerintah Indonesia telah membuat _Culture Endowement Fund_ yaitu dana perwalian kebudayaan seperti yang dimandatkan pada UU Pemajuan Kebudayaan.  “Ini _(Culture Endowement Fund)_ untuk mendorong dan mendukung kegiatan-kegiatan pemajuan kebudayaan seperti kegiatan-kegiatan seni dan tradisi, juga film dan pameran,” ujarnya. 

“Dengan aksi bersama ini, maka kita membuat pembangunan berkelanjutan menjadi kenormalan baru, sebuah langkah keluar dari pandemi, krisis iklim, dan kesenjangan sosial dengan waktu bersamaan,” pungkas Suharti.