Menata Industri Hulu Migas Butuh Penuntasan RUU Migas

MUS • Thursday, 2 Dec 2021 - 20:14 WIB

Bali - Industri hulu migas masih dibutuhkan meskipun energi baru terbarukan akan menjadi penopang di masa depan. Kebutuhan energi yang terus meningkat tanpa bisa dipenuhi sendiri, maka kesempatan negara untuk mendorong percepatan EBT tidak akan terjadi karena negara harus menggunakan anggarannya untuk impor. Solusi menata industri hulu migas adalah adanya goodwill untuk menuntaskan RUU Migas yang saat ini sudah menjadi salah satu prioritas RUU di DPR. 

“RUU Hulu Migas sudah masuk dalam prioritas yang akan diselesaikan oleh DPR. Penuntasan RUU Hulu Migas adalah dalam rangka memberikan kepastian berusaha mengingat sektor ini masih memberikan peranan penting sebagai penyedia energi dan sumber penerimaan negara. Hulu migas adalah kontributor devisa nomor tiga setelah batubara dan CPO. Migas dalam hal ini adalah gas yang sekitar 40% diekspor karena dalam negeri sudah tercukupi,” kata Ketua Komisi VII DPR Sugeng Suprawoto dalam diskusi “Identifikasi faktor pendorong investasi hulu migas di Indonesia” yang diselenggarakan oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan Kementerian Investasi/BKPM di Bali (2/12).

Ahmad Munir Direktur Pemberitaan Perum LKBN antara yang menjadi salah satu pembahas pada FGD tersebut menyampaikan bahwa persoalan utama investasi hulu migas adalah political will. "Salah satu political will yang berhasil diterapkan di Indonesia adalah sektor infrastruktur. Hal-hal terkait percepatan perizinan, aspek sosial, dan lainnya tidak cukup. Sampai saat ini good will untuk hulu migas belum kelihatan".

"Perlu memperkuat komunikasi antar stakeholders agar dapat meningkatkan pemahaman tentang pentingnya industri hulu migas. Sektor ini memiliki investasi yang tinggi sekitar Rp 200 triliun pertahun. Jika ditambahkan dengan target investasi yang sebesar Rp 900 triliun, maka peranan investasi hulu migas akan terlihat signifikan," kata Anggawira Komite Investasi Kementerian Investasi/BKPM.

Sedangkan Direktur Eksekutif Marjolin Wajong mengatakan bahwa ada yang beranggapan ketika sudah beralih ke energi baru dan terbarukan (EBT) seolah-olah tidak lagi butuh migas. "Memang benar secara prosentase kontribusi energi migas akan menurun, tetapi secara volume justru meningkat. Indonesia sedang economic growth,  jika tidak meningkatkan produksi sendiri lalu apakah mau impor," katanya.

Pengamat energi Mamit Setiawan menegaskan bahwa hulu migas sudah berkontribusi besar bagi negara dan peranannya akan terus dibutuhkan sampai puluhan tahun kedepan. Saat pandemi dan penerimaan negara turun karena aktivitas perekonomian yang menurun, justru penerimaan negara dari hulu migas melampaui target.

"Sudah seharusnya hulu migas diberikan perhatian yang sama dengan sektor Minerba. Banyak sekali kemudahan dan insentif di sektor Minerba, melalui penuntasan RUU Migas yang memperbaiki hal-hal kurang tepat diharapkan dapat menjadi pintu mendorong peningkatan kontribusi hulu migas dimasa mendatang melalui peningkatan investasi dan produksi migas nasional," tukas Mamit.