Antisipasi Varian Baru Covid-19 Omicron, ini yang Perlu Dilakukan Pemerintah

MUS • Saturday, 27 Nov 2021 - 12:17 WIB

Jakarta - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) resmi menggolongkan B.1.1.529 dalam kategori kewaspadaan tertinggi, yaitu variant of concern (VOC) dengan nama Omicron, berdasarkan rekomendasi WHO's Technical Advisory Group on SARS-CoV-2 Virus Evolution (TAG-VE). 

Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI/Guru Besar FKUI, Profesor Tjandra Yoga Aditama mengatakan, varian ini mengkhawatirkan karena memiliki mutasi yang banyak, 

"Ada yang mengatakan 30 di spike protein, dan ada juga yang menyatakan sampai 50 total mutasi. Ini adalah mutasi terbanyak virus covid-19 selama ini, dan sebagian adalah mutasi baru," kata Tjandra dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (27/11/2021). 

Mutasi yang amat banyak ini, kata Tjandra, dikhawatirkan berhubungan dengan 3 hal, yaitu penyebaran yang cepat (nampaknya sudah terjadi di Afrika), kemungkinan infeksi ulang, dan serangan pada sistem imun. 

"Karena 30 mutasi terjadi di spike protein, sementara vaksin biasanya bekerja melalui spike protein, maka ada kekhawatiran tentang dampak varian baru ini pada efikasi vaksin. Sekarang produsen vaksin sedang menelitinya, setidaknya Moderna dan Astra Zeneca di Botswana. Tentu ini akan diikuti produsen vaksin lainnya, termasuk yang digunakan di Indonesia," ujar Tjandra. 

Masih perlu beberapa minggu untuk memastikan ada tidaknya, dan seberapa besar dampak varian baru ini pada penyebaran, beratnya penyakit, infeksi ulang, apakah PCR dan rapid antigen masih dapat digunakan dan pengaruhnya terhadap efektivitas vaksin.

Selain di beberapa negara Afrika, varian ini juga sudah dilaporkan di lintas benua, tepatnya eropa (Belgia) dan (asia) Hongkong. 

Menurut Tjandra ada 7 hal yang perlu dilakukan Indonesia untuk mengantisipasi varian baru ini:

1. Menata ulang aturan masuknya pengunjung dari negara terjangkit, 

2. Meningkatkan whole genome sequencing di dalam negeri 

3. Mewaspadai klaster kasus di berbagai Kabupaten/Kota, dengan meningkatkan surveilans berbasis laboratorium, 

4. Meningkatkan jumlah test agar semua Kabuoaten/Kota melakukan test sesuai jumlah minimal WHO, jangan hanya angka nasional, 

5. Melakukan telusur pada semua kontak dari seorang kasus, setidaknya sebagian besar,

6. Meningkatkan vaksinasi agar 55% rakyat Indonesia yang belum mendapat vaksin memadai (2 kali) terutama lansia, 

7. Selalu mengikuti perkembangan ilmiah yang ada, yang mungkin berubah amat cepat, dan semua keputusan harus berdasar bukti ilmiah "evidence-based decision making process".

Sedangkan untuk masyarakat diminta tetap menjaga protokol kesehatan 3M dan 5M, serta memeriksakan diri secepatnya bila merasakan keluhan atau kontak dengan orang sakit.