Global Townhall 2021, Tantangan Memvaksinasi Penduduk Dunia

MUS • Saturday, 20 Nov 2021 - 21:10 WIB

Prof Tjandra Yoga Aditama
Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI/Guru Besar FKUI, Mantan Dirjen P2P & KaBaLitBangKes Kemenkes

 
Pada Sabtu sore, 20 November, saya menjadi moderator pada session 6 Global Townhall (GTH) 2021. Sejak session ke satu di pagi hari, acara ini membahas berbagai hal di bidang politik, sosial, ekonomi, lingkungan hidup, diplomasi internasional dll, yang secara total diikuti oleh lebih dari 10.000 partisipan dari sekitar 100 negara. 

Topik session keenam di sore hari adalah tentang “COVID-19 Pandemic in Year Two: The Challenge of Vaccinating the GlobaL Population”, yang dibuka oleh Menteri Luar Negeri. Dalam sambutan pembukaannya Menteri Retno Marsudi secara rinci menjelaskan tantangan vaksin di dunia dan ketimpangan yang ada tentang ketersediaan vaksin
 
Ada 4 panelis pada acara ini, yaitu:

- Menteri Kesehatan Malaysia YB Khairy Jamaluddin
- Prof. George Fu Gao Direktur Jenderal “Chinese Center for Disease Control and Prevention (China CDC)”
- Dr. Ayoade Olatunbosun-Alakija yang merupakan Co-chair dari African Vaccine Delivery Alliance (AVDA)
- Dr. Bruce Aylward, Senior Advisor dari Direktur Jenderal WHO dan Kepala “Access to COVID-19 Tools Accelerator Hub (ACT-A)”.
 
Diskusinya amat kaya dan bernas, menyangkut berbagai aspek tantangan vaksinasi di dunia, yang menyangkut antara lain:

- Kenyataan tidak meratanya distribusi vaksin di dunia. Sebanyak 80 negara di dunia tidak akan mampu mencapai target WHO untuk memvaksinasi sedikitnya 40% penduduknya pada akhir tahun ini.
- Sibahas berbagai kemungkinan di tingkat global, regional di masing-masing negara untuk mengatasi ketimpangan penyediaan vaksin
- Pentingnya komitmen politik dan kenyataan pelaksanaan di lapangan
- Sistem kesehatan global tidak cukup mampu untuk menjamin ketersediaan vaksin bagi semua yang membutuhkannya, dan ini dapat membawa korban manusia yang seharusnya tidak perlu terjadi
- Kelompok yang menolak divaksin perlu ditangani dengan baik, antara lain dengan transparansi, membangkitkan rasa percaya, komunikasi tapi juga mungkin perlu pendekatan “carrot and stick”, memberi kemudahan bagi yang sudah divaksin dan memberi semacam sanksi bagi yang menolak tanpa alasan yang jelas
- Untuk kemungkinan pemberian vaksin booster maka memang sudah diketahui bahwa efikasi vaksin akan turun sesudah beberapa bulan pemberian. Karena itu pemberian booster menjadi salah satu pilihan agar proteksi dapat tetap terjaga
- Dibahas juga bahwa perilaku masyarakat memegang peran amat penting dalam memerangi virus COVID-19, walaupun sudah divaksin. Di sisi lain anggota masyarakat juga dapat menyuarakan pendapatnya agar penentu kebijakan publik bisa bekerja lebih maksimal untuk melindungi rakyat terhadap bahaya penyakit ini.

Pertanyaan dari peserta amat banyak, tapi karena keterbatasan waktu maka saya hanya mengakomodir 4 pertanyaan, yaitu dari Fiji, Amerika Serikat, Rusia dan Malaysia.
 
Dalam kata penutup saya sampaikan tiga hal:

1. Vaksin merupakan salah satu modalitas penting dalam pengendalian COVID-19. Karena prinsip dasar penanggulangan pandemi adalah “no one is safe until everyone is safe”. Maka kenyataan tidak meratanya ketersediaan vaksin di dunia, merupakan ancaman dalam upaya dunia menangani pandemi ini
2. Sistem kesehatan masyarakat dunia jelas harus lebih diperkuat lagi untuk mampu menangani pandemi, baik kini maupun di masa datang. Saya kutipkan pendapat Independent Panel WHO untuk COVID-19 yang menyebutkan perlunya “Global Reset”, yang saya terjemahkan sebagai perlunya “Tata Ulang Kesehatan Global”
3. Hal ketiga, saya kutip pernyataan Menteri Luar Negeri pada awal sessi ini, “now is the time for action”. Hal senada juga disampaikan oleh seluruh keempat panelis dalam diskusi lebih dari 1 jam di sore hari ini.