RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan, Fraksi PKS: PPN Naik 12% Kita Tolak

FAZ • Friday, 8 Oct 2021 - 14:22 WIB

Jakarta - Perencanaan terkait kenaikkan pajak, telah disetujui oleh beberapa partai yang ada. Namun, PKS menolak secara terang-terangan terhadap perencanaan ini.

Dalam wawancaranya dengan Radio MNC Trijaya, dalam program Trijaya Hot Topic Pagi, Jumat (08/10/2021), Ecky Awal selaku Dewan Perwakilan Rakyat Fraksi PKS, mengkonfirmasi kabar tersebut.

“Filososfi  perpajak itu distribusi income dari orang atau wajib pajak orang atau badan yang memiliki keberuntungan ekonomi, didistribusi melalui instrumen negara. (APBN) PPN naik 12% ini kita tolak,” jelas Ecky.

Banyak masyarakat yang juga bertanya-tanya mengapa tax amnesti ada dua, dan sampai tiba-tiba ada yang ketiga. Dalam perancangan undang-undang ketentuan umum perpajakan, memiliki banyak bahasan dan bukan hanya tentang KUP (Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan). Ecky khawatir bahwa ada rumor tentang kepentingan politik tertentu. Kenaikkan pajak yang diberlakukan juga dinilai akan membebani masyarakat.

“Di era Pandemi seperti sekarang, kok PPN dinaikkan? Padahal kita tahu pertumbuhan ekonomi ditopang sama belanja rumah tangga, kontributor terbesar dalam pertumbuhan ekonomi, kalau dinaikan jadi 12% daya beli masyarakat menurun,” ucap Ecky.

Beberapa isu terkait sembilan bahan pokok, layanan jasa kesehatan, pendidikan, layanan sosial dan jasa agama, yang awalnya akan dikenakan pajak, pada akhirnya tidak dikenakan pajak karena reaksi masyarakat yang luar biasa. Dalam draft awal juga tidak diberitahukan terkait pajak. Dengan naiknya PPN yang akan diberikan, pemerintah harus siap menerima konsekuensinya.

“Dengan naiknya 12% semua rakyat Indonesia dari miskin kaya kena beban, tiap beli dan kena pajak nambah 2%,semua segala umur kena pajak, bisa saja ini akan mengurangi konsumsi masyarakat,” kata Ecky.

Meskipun begitu, keputusan yang telah dibuat ini dinilai bukan sebagai paksaan, karena sudah ada demokrasi di dalamnya dan pembicaraan secara bersama.

“Harus diakui proses politik seperti itu, PKS merasa bukan di paksana tapi itulah demokrasi. Bahwa kemudian ada pasal dan ayat” yg keberatan, seharusnya pemerintah bisa terima,” tutup Ecky. (GRA)