Dukung Indonesia Sebagai Pusat Produksi Vaksin Global, Netty Minta Pemerintah Terus Lobi WHO

MUS • Tuesday, 21 Sep 2021 - 15:27 WIB

Jakarta –Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher mendukung pemerintah melobi WHO agar Indonesia menjadi salah satu pusat produksi vaksin global.

“Langkah ini positif dan patut didukung. Pemerintah harus melakukan upaya serius dan sungguh-sungguh agar Indonesia dipilih sebagai salah satu pusat produksi vaksin global oleh WHO,” kata Netty dalam keterangan medianya, Selasa (21/09/2021).

Indonesia, kata Netty, sangat tepat dijadikan pusat produksi vaksin mengingat statusnya sebagai  negara menengah dan berkembang yang masih membutuhkan banyak vaksin. 

"Dengan dijadikannya Indonesia sebagai pusat produksi vaksin global maka  diharapkan terjadi transfer teknologi ke negara berkembang, khususnya di bidang farmasi. Selain itu, stimulasi infrastruktur kesehatan juga akan berkembang,“ ungkapnya.

Apalagi, kata Ketua Tim Covid-19 FPKS DPR RI ini, sempat terjadi  ancaman hambatan pasokan vaksin dari negara maju produsen vaksin  ke negara berkembang  melalui fasilitas  COVAX dan AVAT yang dapat merugikan negara berkembang.

“Pada masa pandemi ini, terlihat jelas ketimpangan infrastruktur kesehatan antara negara berkembang dan  negara maju yang berdampak pula pada  ketidakadilan akses dan distribusi vaksin global. Banyak negara berkembang yang kesulitan mendapatkan vaksin, sementara negara maju justru surplus vaksin  karena bisa produksi sendiri,” tambahnya.

Hal lain yang membuat  Indonesia cocok dijadikan pusat produksi vaksin global adalah cuaca yang stabil, kata Netty.

“Kita negara tropis dengan hanya  dua musim, musim hujan dan kemarau yang kondisi  cuacanya lebih stabil sehingga tidak perlu khawatir soal perubahan  cuaca  yang tidak terprediski atau ekstrem. Kondisi alamiah ini tentu dapat  dijadikan nilai tawar di hadapan WHO,” tambah Netty.

Oleh karena itu, menurut Netty, pemerintah perlu berstrategi agar peluang ini tidak hilang. 

“Indonesia memenuhi syarat untuk menjadi pusat produksi vaksin global. Apabila peluang ini lepas, maka kita akan merugi. Bukan soal hitungan kerugian material, tapi yang  lebih  penting adalah hilangnya kesempatan membangun kemandirian di bidang farmasi,” katanya. (Jak)