Revisi Peraturan tentang PLTS Atap, Akademisi: Belum Mendesak!

FAZ • Saturday, 4 Sep 2021 - 13:59 WIB

Jakarta - Sejumlah regulasi sedang dirancang dan dibahas oleh pemerintah, maupun bersama parlemen terkait energi baru dan terbarukan, yaitu: Rancangan Undang-undang Energi Baru Terbarukan (EBT), Revisi Permen ESDM Nomor 49/2018 tentang Penggunaan Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap oleh Konsumen PT Perusahaan Listrik Negara, serta Peraturan Presiden Tentang Pembelian Tenaga Listrik Energi Terbarukan Oleh PT Perusahaan Listrik Negara, yang segera disahkan Presiden Jokowi.

Guru Besar Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS) Mukhtasor menyoroti belum mendesaknya revisi Permen ESDM Nomor 49 tahun 2018 tersebut.

"Regulasi di Kementerian ESDM itu terlalu sering diubah, jadi yang baru dan terbarukan itu regulasinya. Regulasi baru dan terbarukan, bukan energinya," kata Mukhtasor dengan nada bercanda dalam Diskusi "Polemik" Radio Trijaya Network, Sabtu (4/9/2021).

Mantan anggota Dewan Energi Nasional ini pun menyoroti penekanan pada soal harga dan unsur bisnis dalam revisi.

"Isunya apa sih jika ingin diubah? Isu emisi? Tercapai kok. Kita tetap cinta lingkungan, emisi karbon harus diturunkan, tetapi tidak boleh ditunggangi untuk menyengsarakan, rakyat kemahalan membayar listrik, dan APBN terbebani," lanjutnya.

Menurutnya, target penurunan emisi karbon untuk sektor energi sedang baik-baik saja. Target emisi sektor energi dari 1669 juta ton CO2 ekuivalen pada 2030 bisa jadi turun menjadi 1355.

"Dalam Outlook BPPT 2021, sebenarnya tanpa harus memahalkan harga, tanpa mengejar target 23 persen tahun 2025, itu pun kita sudah bisa menekan jauh lebih rendah dari 1355 tugas sektor energi, yga dikuatirkan justru kehutanan bisakah mencapai terget tidak dengan kebijakan alih fungi lahan," jelas Mukhtasor.

Sementara terkait transisi energi dari fosil ke EBT, Mukhtasor mengingatkan cara khas Indonesia, yaitu dengan membangun ekonomi produktif di dalam negeri, dan pembangunan ramah lingkungan, serta proses yang membangun kemampuan nasional.

"Tetapi yang ditempuh berbagai pihak dalam draf regulasi yang beredar, menyebabkan energi mahal, sehingga keekonomian sebenarnya membaik. Sedangkan kalau tujuannya untuk menerunkan emisi karbon, target sektor energi sudah terpenuhi," ungkapnya.