Distributor dan Pedagang Besar Farmasi Diminta Tidak Menahan Obat untuk Masyarakat

ANP • Saturday, 10 Jul 2021 - 19:54 WIB

Jakarta - Peningkatan kasus konfirmasi COVID-19 beriringan dengan tingginya kebutuhan obat, terutama obat terapi COVID-19. Untuk menjamin ketersediaan obat tersebut pemerintah meminta industri obat, pedagang besar farmasi (PBF), dan pelaku usaha lainnya untuk tidak menahan obat bagi masyarakat.

Sampai saat ini masih belum ditemukan obat yang terbukti secara klinis untuk mengobati pasien COVID namun ada beberapa obat yang dianggap potensial dan sudah dapat dipakai dalam penanganan terapi COVID-19.

Plt Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan drg. Arianti Anaya mengatakan meningkatnya angka kasus COVID-19 diikuti dengan peningkatan kebutuhan terhadap obat-obatan untuk penanganan COVID tersebut. Pemerintah terus berupaya menjaga ketersediaan obat, terutama obat terapi COVID-19 agar tidak terjadi kekurangan stok.

Ia mengaku ada beberapa kendala yang dihadapi, yakni pendistribusian obat ke daerah. Arianti meminta industri-industri atau PBF untuk tidak menahan obat-obatan agar masyarakat mudah mendapatkan obat.

“Kita berharap industri-industri tidak menahan obat-obat yang ada di industri maupun PBF sehingga dapat diakses oleh masyarakat secepatnya,” katanya dalam konferensi pers secara virtual, Sabtu (10/7).

“Saya ingin menekankan di sini bahwa kami sudah melakukan pengecekan stok obat bahwa kita memiliki stok yang cukup dan tentunya stok yang kita punya ini masih cukup di tengah kasus COVID-19 yang saat ini cukup tinggi dan membutuhkan obat-obatan,” tambah Arianti.

Saat ini stok obat terapi COVID-19 cukup banyak, antara lain Oseltamivir kapsul ada 11,6 juta tablet, Favipiravir ada 24,4 juta tablet, Remdesivir 148.891 vial.

“Memang remdesivir ini kelihatannya stok kita ada 148.891. Kita sedang mendorong remdesivir untuk impor dan hari ini sudah akan sampai sebagian di gudang Kimia Farma,” kata drg. Arianti.

Kemudian Azythromycin 12,3 juta tablet, Tocilizumab 421 tablet. Tocilizumab hanya digunakan untuk kasus kritis artinya ketersediaan saat ini sudah mencukupi, dan pemerintah juga telah menambah stok Tocilizumab yang dalam 1 sampai 2 hari ke depan stok akan bertambah.

Selanjutnya stok Multivitamin sebanyak 75,9 juta tablet. Semua stok obat tersebut ada di Dinas Kesehatan Provinsi, di Instalasi Farmasi Pusat, di idustri farmasi dan PBF, di rumah sakit, dan juga ada di apotek.

“Instalasi Farmasi pusat dan 34 Dinas Kesehatan Provinsi ini menyimpan obat sebagai buffer stock untuk kita apabila stok-stok obat di lapangan kosong. Sehingga kita harapkan masyarakat tetap bisa mendapatkan pelayanan terhadap obat-obatan yang dibutuhkan dalam penanganan COVID-19,” tutur drg. Arianti. (ANP)