Nanti Kita Cerita Tentang Presiden Hari ini

MUS • Tuesday, 8 Jun 2021 - 17:53 WIB

Jakarta - Sudah beberapa kali diundang ke Istana untuk ngobrol dengan presiden bersama dengan teman-teman pemimpin redaksi. Namun pertemuan di Istana Merdeka, Jakarta pada Senin sore (7/6), sedikit berbeda. 

Selain terlihat santai dengan kemeja putih dan celana hitam, presiden hadir tanpa didampingi oleh Mensesneg, menteri lain atau juru bicara. Hanya ada Pak Bey (Deputi Protokol Pers dan Media Sekretariat Presiden) dan Pak Anggit (Sespri Presiden) yang mendampingi. 

Penjelasan kepala negara juga didukung sarana televisi layar lebar sehingga pemaparannya lebih jelas dan diskusi pun mengalir deras. Sayang, tidak ada ubi dan kopi yang bisa kita seruput sambil mendengarkan paparan presiden. Maklum, lagi pandemi. 

Semenjak covid menyerang, intensitas pertemuan pimpinan media dengan presiden memang menurun. Pertemuan terakhir kita di era COVID-19 hanya di Istana Bogor saja. Pertemuan pun bergiliran dalam dua kloter di kurun waktu yang berbeda. 

Setiap pertemuan dengan orang nomor satu di negeri ini, pasti dimanfaatkan teman-teman untuk menanyakan isu-isu krusial. Mulai dari soal 3 periode, soal haji, kisruh KPK, perkembangan covid hingga soal pembelian jumbo alutsista. Namun tidak bisa semuanya dipublikasikan karena Presiden banyak memberikan penjelasan dan latar belakang sebuah kebijakan. 

Buat kami, latar belakang itu penting untuk memosisikan sebuah peristiwa apakah menjadi berita yang ditempatkan di teras, ruang tamu, dapur atau disimpan dalam gudang dan baru kita keluarkan saat diperlukan.

Guyon Tiga Periode
Selama 1,5 jam lebih presiden menjelaskan dan menjawab seluruh pertanyaan. Ada yang di jawab serius, penuh tenaga, ada juga yang dijawab dengan guyon.

Presiden cukup serius saat ditanya mengenai penanganan COVID, target pertumbuhan ekonomi dan kinerja menteri. Meski sesekali disempili kelakar yang bikin seisi ruangan tertawa, termasuk presiden sendiri. 

Tidak mudah mengemban tugas sebagai kepala negara dalam kondisi dunia seperti sekarang. Selain bertanggung jawab membawa masyarakat Indonesia agar siap menyambut tantangan abad 21, presiden juga harus tajam menyusun strategi mitigasi pandemi. Bisa dibilang, piring berisi pekerjaan Pak Jokowi sudah penuh. Karenanya menggelitik untuk tahu bagaimana tanggapannya terhadap beragam rumor politik dan ekonomi yang bergulir bak bola salju. 

Saat ditanya kembali soal isu 3 periode yang makin nyaring. Presiden menggelengkan kepalanya sambil tertawa. 

"Ini bagaimana ya, apalagi yang harus saya jelaskan? Sudah dibilang rencana Itu menampar muka saya, mencari muka dan menjerumuskan. Sudah jelas, Saya harus bicara apa lagi?" tegas presiden tampak heran.

Jangan-jangan di menit akhir Pak presiden setuju? Apalagi dengan survei yang selalu nomor satu dan kinerja yang dinilai cukup memuaskan.

Dicecer begitu, Pak Jokowi menghela nafas sambil mengatakan bahwa dirinya sudah usang, manusia jadul.

"Apalah saya ini. Masih banyak orang-orang muda yang lebih pintar dan berkualitas. Saya ini manusia jadul, orang jaman dulu, saya sudah usang," ujar Jokowi.

Presiden Jokowi seolah menyiratkan bahwa pasca 2024 kelak, dirinya "hanya" masa lalu saja. Padahal fisikawan teoritis Stephen Hawking pernah bilang, "It is the past that tells us who we are," justru masa lalu yang menunjukkan kepada kita siapa diri kita.

Urusan tiga periode ini memang terus jadi wacana di tengah hiruk pikuk survey pilpres dan persoalan aktual bangsa. Pertanyaan yang kesekian kali dari teman-teman pemred soal wacana tiga periode adalah juga pertanyaan para pembaca, pemirsa dan pendengar. Apakah wacana ini akan berhenti seiring dengan penegasan presiden senin sore kemarin, biar waktu yang akan menjawab. Karena pilpres masih jauh meskipun sudah terasa dekat.

Pertemuan sore itu ditutup dengan obrolan ringan depan beranda istana sekaligus foto bersama. Kami pun pamit dan meninggalkan istana merdeka dengan perasaan masing-masing. Ada yang cukup puas, ada yang merasa masih nanggung. Tentu jawaban bukan ukuran kepuasan tapi kinerja dan hasil yang dirasakan rakyat. 

Jejak  langkah kami menyusuri pintu keluar istana tidak terasa berat tapi juga tidak ringan. Kelak ini akan menjadi catatan sejarah kecil karena setiap adegan selalu ada plot yang menarik. 

Gaib Maruto Sigit
Trijaya Network