Indonesia Butuhkan Perawat Yang Cerdas dan Ikuti Kemajuan Teknologi

ANP • Monday, 31 May 2021 - 12:07 WIB

JAKARTA - Dirjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes Abdul Kadir menyatakan, Indonesia membutuhkan perawat yang sehat, cerdas, terampil, berkarakter dan adaptif. Karena itu penting diperhatikan agar pendidikan keperawatan ke depan dapat diarahkan untuk menghasilkan perawat-perawat cerdas yang bisa mengikuti perkembangan zaman dan digitalisasi bidang kesehatan.

“Perawat merupakan tenaga kesehatan yang sangat dibutuhkan. Pada sistem layanan kesehatan di rumah sakit, perawat adalah orang yang berinteraksi dengan pasien selama 24 jam,” kata Dirjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes Abdul Kadir saat membuka Webinar Perlindungan Hukum bagi Perawat yang digelar RS Premier Bintaro dalam rangkaian Peringatah Hari Perawat Internasional 2021, Minggu (30/5/2021).

Menurutnya, dengan berlakunya masyarakat ekonomi Asean tahun 2025, dimana dibukanya burder line atau sekat antar negara Asean sudah tidak ada lagi, maka perawat Indonesia harus bersiap dengan kemungkinan masuknya perawat asing dari negara lain.

“Yang jadi pertanyaan kita, apakah perawat kita mampu bersaing dengan mereka? Apakah nantinya kita jadi penonton di negara kita perawat kita mampu menjadi tuan di negeri sendiri, atau malah sebaliknya hanya menjadi penonton saja,” kata Abdul Kadir.

Untuk menjadi tuan di negeri sendiri, lanjut Dirjen, salah satu hal yang harus kita lakukan adalah melihat bagaimana kapasitas perawat kita dari segi kompetensi, ketrampilan, kecerdasan, ilmu pengetahuan, karakter dan bahasa mempunyai level sama dengan perawat dari luar negeri.

Pada saat pasar bebas Asean dibuka nantinya, hanya pemerintah daerah dan negara yang siap saja yang bisa berkompetisi. “Oleh karena itu saya minta Ketua PPNI pusat untuk menyiapkan bagaimana perawat kita dimasa depan memiliki standar kompetensi dan pendidikan yang sama dengan perawat dari negara lain,” tukasnya.

Ia mengakui saat menjabat sebagai Kepala BPSDM Kemenkes telah meminta organisasi profesi keperawatan dan direktur Poltekes seluruh Indonesia untuk melakukan revisi kurikulum keperawatan secepatnya. Tujuannya agar kompetensi perawat Indonesia sama dengan kompetensi perawat yang ada di Filipina, Malaysia dan Singapura. Karena sampai sekarang Indonesia masih kesulitan untuk mengirimkan tenaga perawat ke negara lain, salah satu penyebabnya adalah kompetensi dan kurikulum perawat kita yang masih rendah levelnya dibanding perawat negara lain.

Abdul Kadir menjelaskan bahwa pada Oktober 2014, Undang-Undang nomor 38 tahun 2014 tentang Keperawatan sudah diterbitkan. UU ini berisi sejumlah ketentuan perlindungan hukum terhadap perawat. Tujuan dari diterbitkannya UU tersebut adalah untuk meningkatkan mutu keperawatan, memberikan perlindungan hukum kepada perawat, meningkatkan mutu dan derajat kesehatan masyarakat, dan kepastian hukum kepada perawat .

Oleh karena itu, dalam menjalankan kepengasuhan keperawatan di fasilitas layanan kesehatan entah itu rumah sakit, puskesmas, maupun klinik-klinik swasta, tenaga keperawatan berhak mendapatkan perlindungan hukum. Pada pasal 36 UU tersebut juga mencantumkan bahwa perawat dalam menjalankan praktik keperawatan berhak mendapatkan perlindungan hukum sepanjang menjalankan tugas sesuai dengan standar pelayanan, standar profesi, standar prosedur operasional, dan peraturan perundangan yang ada.

“Kalau ada perawat yang tidak punya surat praktik , atau perawat dengan level D3 tetapi menjalankan praktik keperawatan level lebih tinggi, atau ada perawat yang alih profesi, tentu mereka tidak berhak mendapatkan perlindungan hukum,” tukas Abdul Kadir.

Sementara itu, Group CEO Ramsay Sime Darby Health Care, Raymond Chong menyampaikan apreasiasi dan penghargaan kepada para perawat. Terutama mereka yang bekerja pada zona merah, melakukan skrining selama 18 bulan terakhir ini sejak terjadinya pandemi Covid-19.

“Saya sangat menghormati dan berempati pada tugas-tugas yang dilakukan oleh Anda, para perawat pasien Covid-19,” katanya.

Menurutnya perawat memang tidak banyak dibicarakan oleh publik, tetapi keberadaan perawat dapat membawa keamanan bagi Indonesia dan menyelamatkan nyawa pasien. “Anda sudah mempertaruhkan kesehatan dan keluarga Anda untuk mengambil tugas keperawatan ini,” lanjutnya.

Ia mengatakan Indonesia saat ini memiliki sekitar 350 ribu perawat di Indonesia. Ini merupakan group tenaga kesehatan dengan jumlah terbesar di Indonesia. Meski jumlahnya besar tetapi jauh dari cukup untuk melayani negara dengan pulau yang sangat banyak dan jumlah penduduk lebih dari 260 juta jiwa. Kondisi tersebut masih ditambah lagi dengan kondisi tempat bekerja yang kurang baik.

Oleh karena itu bagi Raymond penting untuk memberikan perlindungan kepada komunitas perawat Indonesia. Meski Indonesia sendiri telah memiliki produk hukum berupa Permenkes untuk melindungi profesi perawat.

“Bagi saya pribadi, sebenarnya bukan persoalan perlindungan hukum. Hal yang jauh lebih panting, bagaimana sebagai sebuah organisasi, sebuah lembaga kesehatan, mampu memastikan bahwa lingkungan kerja yang kita miliki, aman bagi profesi perawat dan aman bagi semuanya,” katanya.

Karena itu penting bagi rumah sakit untuk menyediakan tempat dan fasilitas kesehatan yang dapat menciptakan suasana kerja yang aman, menyediakan budaya kerja yang nyaman dan memastikan lingkungan kerja yang baik bagi semua staf rumah sakit.

Webinar itu menghadirkan pembicara yakni Desi Sasmiwati, Wakil Ketua bidang Hukum dan Pemberdayaan Politik DPD PPNI Kota Tangsel sekaligus Perawat Praktisi RS Premier Bintaro, Rosedelima Simarmata, Director of Nursing RS Premier Bintaro, dan Gerardus Gegen, Ketua bidang Hukum dan Pemberdayaan Politik DPD PPNI Jakarta Timur. (ANP)