Indonesia Darurat Prostitusi Online, KPAI: 'Take Down' Platform yang Kerap Diadukan

FAZ • Thursday, 6 May 2021 - 18:54 WIB

Jakarta - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menemukan 35 kasus eksploitasi pada 234 korban anak-anak selama periode Januari-April 2021, dengan 83 persen di antaranya merupakan kasus prostitusi. Medium dalam kasus prostitusi tersebut digunakan secara online sebanyak 60 persen.

"Hasil temuan dari nama platform, 41% menggunakan aplikasi Michat; sementara yang lain menggunakan Whatshapp dan Facebook, 21 persen ke bawah,"  sebut Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryati Solihah dalam diskusi Polemik Trijaya FM "Waspada, Indonesia Darurat Prostitusi Online", Kamis (6/5/2021).

Sedangkan dari sisi lokasi, hasil telaah KPAI menemukan, 41 persen terjadi di hotel dan 23 persen di apartemen, dengan yang tertinggi terjadi di apartemen / rumah susun DKI Jakarta.

Menurut Ai, sejak tahun 2017 KPAI telah mendapat laporan tentang prostitusi di apartemen, tidak hanya di DKI Jakarta, tetapi juga di Depok dan Bogor, serta daerah lainnya. Pada 2018, KPAI mendorong advokasi bersama dengan penghuni apartemen di Kalibata Jakarta Selatan, karena berdasarkan Undang-Undang No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun sudah diatur, penghuni punya hak memiliki kesejahteraan terbebas dari situasi yang mengancam ketahanan keluarga.

Karenanya, komitmen semua pihak dibutuhkan untuk membuat situasi kondusif di hunian modern, seperti apartemen di seluruh Indonesia. "Semangat kita menghidupkan ekonomi tetapi perundangan sudah menjamin, tidak ada yang dirugikan apalagi menjadikan 'sarang'. Sama-sama kita membuat situasi kondusif dan bebas dari penyekapan anak-anak, kemudian terjadilah transaksi terus-menerus," tambah Ai.

Sementara terkait antisipasi di online, KPAI meminta ketegasan 'take down' atau penutupan platform yang disebutkannya, sudah menjadi 'sarang'.

"Evaluasi berkala Kominfo dan sejumlah platform yang kerap menerima pengaduan dari berbagai lembaga, terutama kami KPAI, untuk harus diindahkan dan menjadi prioritas, mau ada atau tidak (kantor) perwakilannya (di Indonesia), maka kami meminta take down, karena sudah menjadi 'sarang' (prostitusi) semua yang tidak bisa kita anulir. Kita prihatin semua," tutup Ai.