Inilah Hasil Monev Online DJSN Selama Pandemi Covid-19

ANP • Thursday, 6 May 2021 - 11:41 WIB

JAKARTA - Pandemi Covid-19 monitoring dan evaluasi pelaksanaan jaminan kesehatan nasional dilakukan secara online. Pendalaman dilapangan dilakukan, jika dirasa perlu. Ketua Komisi Pengawasan, Monitoring, dan Evaluasi (PME) Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Tono Rustiano mengatakan, DJSN melakukan monitoring dan evaluasi (monev) online di dua provinsi tiap bulan dengan pendalaman ke lapangan jika dibutuhkan.

"Berdasarkan hasil Monev Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang telah dilakukan DJSN memperlihatkan BPJS Kesehatan menghadapi penurunan jumlah peserta aktif dibandingkan tahun 2019. Penambahan iuran anggota keluarga lain peserta PPU masih belum ada perkembangan dari tahun sebelumnya. Kondisi pandemi COVID-19 menjadikan makin sulitnya peserta menambahkan iurannya," kata Tono Rustiano, di Jakarta, Rabu (5/4/2021).

Menurutnya, kenaikan iuran dan restrukturisasi anggaran Pemda mengakibatkan jumlah kepesertaan PBPU Kelas III mengalami penurunan di beberapa daerah. Penyelenggaraan JKN-KIS mengalami penurunan akses karena situasi pandemi COVID-19.

Selain itu, kata Tono, jumlah kasus dan biaya pelayanan rawat jalan di FKRTL secara umum mengalami penurunan, kecuali pelayanan prosedur dialisis. Pelayanan digital dalam masa COVID-19 ini menjadi kebutuhan penting bagi pelayanan antrean maupun pengembangan layanan kesehatan digital yang sedang dikembangkan oleh BPJS Kesehatan.

"Jumlah kasus dan biaya pelayanan rawat inap di FKRTL mengalami penurunan signifikan, kecuali kasus-kasus persalinan, baik melalui vaginal maupun pembedahan. Aset netto DJS Kesehatan masih tercatat minus Rp5,685 triliun sehingga situasi keuangan aset DJS Kesehatan belum dapat dianggap sehat," katanya.

Namun demikian, kata Tono, ada hal positif. Yakni, rasio likuiditas DJS Kesehatan mengalami perbaikan, namun, rasio ini masih berada di bawah standar aman, yakni 120% terhadap aset jangka pendek. "Untuk itu perlu kewaspadaan di masa depan jika akses peserta JKN ke layanan kesehatan mengalami rebound," kata dia.

Sementara itu, Ketua Komisi Penyiapan Kebijakan DJSN, Iene Muliati menyampaikan, isu strategis terkait penyelenggaraan SJSN. Isu strategis terkait implementasi JKN meliputi 82,5% penduduk Indonesia sudah menjadi peserta JKN, di mana 59,7% merupakan peserta PBI, diikuti oleh PPU sebesar 24,8%; lalu PBPU sebesar 13,7%; dan BP sebesar 1,8%.

"Sebaran peserta JKN tidak merata, yang didominasi oleh 5 Provinsi (56,7% peserta), yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Banten. Di mana sebanyak 10,9%-nya merupakan berstatus nonaktif," sebut dia.

Untuk itu, kata Iene, diperlukan kebijakan untuk melakukan reformasi sistemik, termasuk perbaikan data, optimalisasi penggunaan TI, integrasi data dan sistem serta perbaikan tata kelola.

Sedangkan isu implementasi Jaminan Sosial Ketenagakerjaan meliputi cakupan kepesertaan masih rendah. Pada Agustus 2008 menunjukkan bahwa 99,9% dari total Badan Usaha (BU) adalah UKM tapi sampai Agustus 2020 baru 8,6% UKM ikut dalam program jamsosnaker. "Porsi peserta nonaktif besar. Jumlah Peserta nonaktif cenderung meningkat setiap tahun," ujar dia.

Ilene menyebutkan, ckupan kepesertaan di daerah belum merata dan hanya berpusat di DKI Jakarta, Jawa, dan Banten. Pembayaran klaim program jamsosnaker mulai mengejar besaran iuran. Aset Dana Jaminan Sosial (DJS) bidang Ketenagakerjaan tidak mengalami peningkatan signifkan, salah satunya karena pekerja informal yang mendominasi angkatan kerja banyak yang belum menjadi peserta program jamsosnaker.

"Dari sisi cakupan perlindungan, perlu mendorong kepesertaan PBPU/sektor informal yang masih menjadi mayoritas pekerja di Indonesia dan membutuhkan sistem perlindungan sosial," kata Ilene.

Selain itu, kata dia, juga dibutuhkan keikutsertaan pekerja sektor informal untuk melindungi hari tua mayoritas pekerja di Indonesia. Mempertimbangkan reformasi jaminan sosial secara komprehensif melalui usulan untuk merevisi UU SJSN dan UU BPJS. (ANP)