LIPI Ikut Bergerak, Wujudkan Merdeka Belajar Generasi Ilmiah

FAZ • Tuesday, 4 May 2021 - 11:24 WIB

Jakarta - Hari Pendidikan Nasional pada 2 Mei merupakan bagian dari memperingati hari lahir tokoh pendidikan nasional Ki Hajar Dewantara yang menjadi tonggak sejarah pendidikan di tanah air.

Berkat perjuangannya, kini anak-anak Indonesia dapat memperoleh kesempatan yang sama untuk mengenyam pendidikan di sekolah. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sebagai lembaga ilmu pengetahuan dengan cakupan bidang ilmu penelitian terluas di Indonesia, memiliki komitmen besar untuk meningkatkan semangat belajar bagi generasi ilmiah di seluruh penjuru Indonesia.

Sekretaris Utama LIPI, Nur Tri Aries Suestiningtyas mengungkapkan, “LIPI terus mendorong generasi muda ilmiah untuk semangat dan tak henti berkarya,” ujar Nur.

Berbagai platform yang disediakan di LIPI selama ini sepertu PIRN (Perkemahan Ilmiah Remaja Nasional), LKIR (Lomba Karya Ilmiah Remaja), NYIA (National Young Inventors Award (NYIA) serta magang riset mendekatkan peneliti dan dunia riset ke generasi muda indonesia.

“Hal ini juga dilakukan untuk mendukung program pemerintah merdeka belajar,” terangnya.

Melalui peneliti LIPI yang ahli di bidangnya, generasi ilmiah Indonesia dapat mempelajari bagaimana para peneliti LIPI mengeksplorasi berbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi demi kemajuan riset dan inovasi Indonesia.

Kepala Balai Informasi dan Konservasi Kebumian LIPI, Indra Riswadinata mengatakan, Balai Informasi dan Konservasi Kebumian LIPI terus berupaya mengapilkasikan media informasi dan edukasi interaktif sebagai sumber belajar fenomena ilmiah kebumian di era pendidikan 4.0.

“Upaya ini dilakukan sebagai langkah memberikan keadilan terhadap akses pendidikan yang setara bagi seluruh masyarakat indonesia, berbasis hasil penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan,” jelasnya.

Pembelajaran luar ruangan terutama di alam juga dapat memberikan pengalaman tersendiri bagi anak atau siswa.

“Mereka dapat didorong untuk menggunakan saraf motorik lebih aktif dan menggunakan panca indera,” Kepala Balai Konservasi

Tumbuhan Kebun Raya Purwodadi, Bayu Adjie menyebutkan. “Dengan begitu mereka bisa meraba, mengecap, membaui dan melihat berbagai bentuk dan warna,” imbuh Bayu.

“Interaksi antara sistem biotik dan abiotik dapat diterangkan lebih nyata dan berbagai mata pelajaran lainnya pun dapat dikombinasikan dalam satu kesempatan," jelasnya.

Selain ilmu pengetahuan alam, penggunaaan bahasa daerah juga menarik untuk dipelajari. Bahasa, khususnya bahasa daerah berperan penting dalam pendidikan karakter karena merupakan salah satu pembentuk karakter bangsa.

Seperti semboyan Ki Hajar Dewantara “Tut Wuri Handayani” selama masa perjuangannya di pendidikan Indonesia. Semboyan tersebut sangat melekat di dunia pendidikan menjadi bukti bahwa bahasa daerah sebagai salah satu kearifan lokal.

“Bagi komunitas bahasa, punahnya bahasa merupakan hilangnya identitas kebudayaan, ungkapan artistik dalam tradisi, dan pengetahuan budaya mereka,” ujar Katubi, peneliti bidang humaniora Pusat Penelitian Masyarakat dan Budaya LIPI.

“Sedangkan bagi dunia sains, punahnya bahasa merupakan ancaman terhadap pemahaman kita tentang sejarah manusia, kognisi manusia, dan dunia hayati,” sambung Katubi.

Tidak ada cara tunggal untuk menyelamatkan bahasa yang terancam punah sehingga diperlukan studi etnografis untuk memulainya. Pendokumentasian bahasa secara modern, kerja kolaboratif revitalisasi bahasa, dan pemanfaatan teknologi digital harus dilakukan.

“Revitalisasi bahasa dengan berbagai jenis program sesuai dengan ekologi bahasa dan faktor penyebab punahnya bahasa harus menjadi gerakan sosial-budaya-politis,” pungkasnya.