Unkris: Hilangnya Pancasila Dalam PP Standar Nasional Pendidikan Meresahkan Dunia Pendidikan

ANP • Friday, 16 Apr 2021 - 10:02 WIB

JAKARTA - Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan yang diundangkan pada tanggal 31 Maret 2021.

Rektor Universitas Krisnadwipayana
Dr.Ir Ayub Muktiono M.SIP, CIQar menyatakan, terbitnya PP 57/2021 tentang Standar Nasional Pendidikan telah menghilangkan Pancasila sebagai materi dan muatan wajib kurikulum mulai dari jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Hal ini tertuang dalam pasal 40 ayat 2 dan 3 yang menyebutkan, kurikulum pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi hanya wajib memuat pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, dan bahasa.

"Pendidikan, baik pada tingkat dasar dan menengah maupun tinggi, berkepentingan dengan pengembangan karakter, etika dan integritas pada anak didik. Pancasila menempati posisi penting, mengandung konten yang kaya dan secara historis bermakna dalam memberi sumbangan pembentukan imaginasi negara bangsa modern karena Pancasila adalah nilai moral dan basis pendidikan kewarnegaraan. Terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan, tentu saja meresahkan khususnya bagi dunia Pendidikan," tegasnya.

Ayub Muktiono menyatakan, bahwa sejak kepemimpiannya salah satu program utama yang ingin dikembangkan adalah pembentukan karakter keIndonesiaan bagi para mahasiswa Unkris. Untuk itu, pada tanggal 24 November 2020, ia membentuk Lembaga baru yaitu Lembaga Pengembangan Kreativitas dan Kebangsaan dan mengangkat Dr Susetya Herawati ST, M.Si sebagai kepala lembaga untuk menjalankan program yang digagasnya tersebut.

Menurut Ayub, Unkris adalah Perguruan tinggi yang mendidik para mahasiswa, maka sangat penting selain pendidikan intektual, juga pendidikan karakter dapat dilaksanakan di Unkris.

"Pendidikan adalah bagian dari kebudayaan, nilai nilai yang dapat diajarkan oleh perguruan tinggi kepada mahasiswanya sebagai calon intektual diantaranya disiplin, jujur, tanggungjawab, nasionalisme, gotong royong, kemadirian, kemaritiman, kewirausahaan (berinisiatif, berani,mencoba, penggagas), spirit kepanduan, yang kemudian disiapkan dalam kurikulum MKDU (mata kuliah dasar umum)," ujarnya

Ia menjelaskan, nilai-nilai ini adalah “genus” dari berbagai ragam spesies, yang diajarkan kemudian adalah berupa kebijakan, pengetahuan,dan ilmu pengetahuan serta teknikalitas tertentu. Menurutnya, di perguruan tinggi mahasiswa tidak cukup mempelajari ilmu pengetahuan saja, tetapi juga kearifan (Wisdom).

"Orang yang lulus dari perguruan tinggi diharapkan menjadi orang yang arif atau bijaksana, bukan hanya menjadi men of science. Sehingga Pancasila menjadi suatu keniscayaan dalam mewujudkan manusia yang adil dan beradab," katanya.

Sementara itu, Ketua Lembaga Pengembangan Kreativitas dan Kebangsaan Dr Susetya Herawati ST, M.Si menegaskan, bahwa kurikulum itu bukan masalah tetapi persoalan yang harus ditinjau dari waktu kewaktu, disempurnakan agar relevan dengan jamannya. Ia menilai penghapusan Pancasila sebagai mata kuliah dasar umum tentu sangat meresahkan. Karena menurutnya, sejarah bangsa yang sehat tidak bisa tercerabut dari tanah dan akar kesejarahannya, ekosistem kebudayaan, sistem pemaknaan, dan pandangan dunianya tersendiri. Apalagi kata Herawati, Pancasila dirumuskan oleh para pendiri bangsa sebagai dasar dan tuntunan bernegara.

"Pancasila adalah penopang keberlangsungan dan kejayaan bangsa. Pancasila sebagai dasar falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Perlu melakukan kebaruan argumentasi secara kontekstual dalam kehidupan masa kini, dan mengupayakan aktualisasinya dalam kehidupan masa kini dan masa yang akan datang," kilahnya.

Ia menilai, yang diperlukan dalam pembumian Pancasila adalah penyegaran Kembali pemahaman dan aktualisasi nilai-nilai Pancasila, melalui penguatan nilai nilai ketuhanan yang berkebudayaan, kebangsaan yang berperikemanusiaan, demokrasi permusyawaratan yang berorientasi keadilan sosial.

"Indonesia yang mampu menghadapi perkembangan baru dengan visi global yang berkearifan lokal. Bukan dengan cara menghapus Pancasila dari kurikulum pendidikan," tutup Herawati yang juga di panggil sebagai Ibu Unkris dalam channelnya Halo Ibu Unkris sebuah channel Edutainment dalam mengembangkan karakter generasi muda khususnya mahasiswa Unkris, dan membangun kesadaran pentingnya generasi muda mencintai negara Indonesia dengan apa yang dimiliki pada potensi dirinya. (ANP)