ART: RI Butuh UU untuk Menangkal Paranoia ala Komisaris Pelni

MUS • Saturday, 10 Apr 2021 - 22:50 WIB

Jakarta - Anggota Komite I DPD RI, Abdul Rachman Thaha (ART), menyayangkan tindakan komisaris PT Pelni yang mencopot pejabatnya karena berencana menggelar kajian Ramadan online, dengan tuduhan radikal. 

"Pernyataan salah satu Komisaris PT. Pelnk merupakan bentuk kesemena-menaan terhadap alim ulama. Betapa mudahnya dewasa ini berbagai kalangan membangun mindset paranoia dan mencerca guru-guru pengajar kebenaran dengan berbagai sebutan yang mengecilkan hati. Padahal, saya yakin, julukan merendahkan itu diberikan tanpa disertai pemahaman yang sungguh-sungguh dari sang komisaris tentang sikap hidup dan isi pengajaran para cerdik cendekia tersebut," tegas ART yang menyebut dirinya sebagai anak guru ngaji.

Menurut ARR, pembatalan acara dengan dalih tak berizin adalah tidak sebanding dengan pentingnya pencerahan-pencerahan relijius bagi para karyawan PT. PELNI, terlebih di masa bulan suci Ramadhan. 

Ia menilai pembatalan itu lebih merefleksikan ketakutan tak berdasar yang bertemu dengan hasrat membangun popularitas yang ilusional. 

"Saya katakan ilusional karena apa yang sang komisioner sangkakan adalah tidak berkesesuaian dengan kenyataan," ujarnya.

Alih-alih membatalkan, sang komisaris sepatutnya mengingatkan panitia sekaligus memudahkan perizinan serta memperkuat penyelenggaraan acara tersebut sehingga berizin dan bermanfaat bagi sebanyak-banyaknya masyarakat.

Dengan gambaran sedemikian rupa, timbul persepsi bahwa penistaan terhadap nama baik alim ulama--setidaknya--adalah sama buruknya, sama jahatnya, dengan penyerangan terhadap fisik para guru agama seperti yang terjadi pada beberapa peristiwa di waktu lalu.

"Saya menyarankan sang komisioner meluangkan waktu untuk menyimak acara dimaksud. Simak pencerahan para penceramah di situ, lalu tunjukkan kepada publik di sisi mana sang komisioner berhasil menemukan ajaran-ajaran radikalisme yang ia takutkan itu," ujar ART.

ART menambahkan, kejadian ini menyadarkan kembali pentingnya undang-undang Perlindungan dan Penyejahteraan Pemuka Agama. Profesi mereka patut dihormati. Para penyandang profesi itu pun sudah seharusnya dimuliakan. UU dimaksud tidak hanya bermanfaat untuk melindungi para pemuka agama dari pernyataan dan perlakuan nista, tapi juga memberikan landasan bagi negara untuk menaikkan standar kelayakan hidup para pemuka agama. UU tersebut juga akan membangun baku mutu tentang bagaimana para pemuka agama dapat terus-menerus berkiprah konstruktif bagi kehidupan masyarakat di Tanah Air.

RUU Perlindungan dan Penyejahteraan Pemuka Agama masuk dalam Prolegnas 2021. "Dengan memanfaatkan masa-masa reses untuk menyerap aspirasi para pemuka agama dan membaca kebutuhan publik, saya berharap besar DPD, DPR, dan Pemerintah akan dapat memfinalisasi pembahasan RUU tersebut selekas mungkin," pungkasnya. (Jak)