Pengamat: Aparat dan Media Sebaiknya Tak Menggunakan Istilah 'Lone Wolf' 

AKM • Monday, 5 Apr 2021 - 15:59 WIB

Jakarta - Peristiwa penembakan di Mabes Polri pada 31 Maret lalu disebut aparat keamanan dan media massa sebagai 'lone wolf'. Problemnya, merujuk hasil penyidikan polisi, dakwaan jaksa, serta vonis hakim dalam kasus terorisme selama ini, kasus-kasus yang awalnya disebut sebagai 'lone wolf', ternyata tidak dilakukan sendirian. Selain itu, penggunaan istilah tersebut juga sudah mulai ditinggalkan dalam praktek kebijakan kontraterrorisme karena dianggap mengglorifikasi aksi terorisme. 

Direktur Eksekutif Policy and Regulatory Institute (PRI) Arisakti 'Rico' Prihatwono mengungkapkan, 'lone wolf' sebenarnya merupakan terminologi ilmu zoologi untuk menggambarkan fenomena serigala yang hidup sendirian, berbeda dari karakter umum hewan tersebut yang biasanya hidup dalam kawanan. 

“Istilah itu kemudian dipinjam dalam kajian keamanan untuk menggambarkan aksi terorisme yang dilakukan sendirian tanpa jaringan dan rantai komando yang jelas,” ujar Arisakti dalam keterangan tertulis, Senin (5/4/2021).

Rico menyatakan, berdasarkan definisi umum yang disepakati dunia, mereka yang disebut 'lone wolf' memiliki beberapa kriteria. Pertama, beraksi secara individu tanpa rekan. Kedua, bukan merupakan anggota atau tidak terafiliasi dengan organisasi yang terkait terorisme. Ketiga, beroperasi tanpa rantai komando (chain of command) atau pengaruh seorang pemimpin. 

“Keempat, merencanakan agenda dan aksi serangan teror sendirian. Kelima, mengalami proses radikalisasinya sendiri,” tuturnya.

Merujuk pada definisi tersebut, dan dari bukti penyidikan polisi, dakwaan jaksa, serta vonis hakim dalam kasus-kasus terorisme yang terjadi sebelumnya, kasus-kasus yang awalnya disebut sebagai 'lone wolf', ternyata belakangan terbukti merupakan bagian dari sel atau jaringan teroris tertentu. 

“Contohnya, RM, pelaku bom bunuh diri di Mapolrestabes Medan, Sumatera Utara, pada 13 November 2019 yang awalnya disebut polisi sebagai pelaku tunggal dan 'lone wolf', ternyata tidak beroperasi dan merencanakan aksinya sendiri,” imbuhnya.

Arisakti menjelaskan Berdasarkan bukti putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur di 2020 untuk beberapa terpidana terorisme yang diringkus polisi pada akhir 2019 dan awal tahun, RM terbukti tidak melakukan aksinya sendirian dan bahkan terkait dengan jaringan yang terafiliasi dengan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Sumatera.

 “Ia terbukti direkrut oleh jaringan teroris dan bahan peledak yang digunakannya dipasok oleh anggota jaringan teroris lainnya,” tegasnya.

Begitu juga RA, pelaku pemboman Pos Polisi Kartasura, Jawa Tengah, pada 3 Juni 2019, yang awalnya juga disebut sebagai 'lone wolf' ternyata juga tidak beraksi sendirian. 

“Meski tidak terafiliasi dengan JAD atau kelompok besar teror lainnya, penyidikan polisi belakangan menemukan dua orang yang diduga ikut membantu proses perakitan bom yang digunakan RA. Satu orang diringkus di Lampung dan satu orang lagi ditangkap di Sukoharjo, kurang lebih sepekan setelah aksi pemboman,” telisiknya

Menurut Rico, lewat penyidikan mendalam, kasus-kasus yang awalnya disebut sebagai 'lone wolf', ternyata belakangan ditemukan tidak sendirian atau merupakan bagian dari sel atau jaringan teroris tertentu. Karena itu, ia meminta kepolisian dan media massa untuk tidak buru-buru melabel peristiwa penembakan di Mabes Polri sebagai 'lone wolf'. 

"Pertanyaan publik mengenai kejanggalan peristiwa penembakan di Mabes Polri harus dijawab dengan penyelidikan yang mendalam dan transparan," kata Rico. "Bukan dengan melabelnya dengan terminologi usang yang sudah ditinggalkan".  

Disebut terminologi usang, ujar Rico, karena istilah 'lone wolf' sendiri secara international best practice sudah mulai ditinggalkan oleh pengambil kebijakan dan media massa. Penyebutan 'wolf' atau serigala dipandang sebagai sesuatu yang heroik, melegitimasi, dan mengglorifikasi aksi terorisme. Istilah yang lazim dipakai sekarang adalah 'lone actor'.

"Tetapi tentu saja, sebelum melabelnya sebagai 'lone actor', harus dilakukan penyidikan yang mendalam dan transparan atas insiden tersebut," ujar Rico.