Pakar UGM dan Kelompok DPD di MPR Diskusikan Haluan Negara dan Amandemen UUD

MUS • Thursday, 1 Apr 2021 - 18:17 WIB

Yogya - UGM menerima kunjungan kelompok DPD di MPR, Kamis (1/4) di Ruang Multimedia, Gedung Pusat UGM. Kunjungan ini dilakukan dalam rangka diskusi dengan sejumlah pakar UGM terkait pokok-pokok haluan negara dan amandemen terbatas UUD Negara Republik Indonesia 1945.

"Diskusi kali ini difokuskan pada bagaimana posisi Pokok-Pokok  Haluan Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan di Indonesia. Tema tersebut merupakan lanjutan dari serangkaian kegiatan yang telah  dilakukan oleh Kelompok DPD di MPR sebagai tindak lanjut atas  Keputusan MPR Nomor 8/MPR/2019 tentang Rekomendasi MPR  Masa Jabatan 2014-2019," terang Ketua Kelompok DPD di MPR, Intsiawati Ayus.

"Kami mencatat bahwa penyelenggaraan pembangunan yang ada saat ini masih memiliki ketimpangan, ketidakkonsistenan, serta  ketidaksinkronan," ungkapnya.

Kelompok DPD di MPR berpandangan bahwa saat ini diperlukan sebuah guidance atau haluan yang dapat dijadikan acuan dalam menyelenggarakan pembangunan yang berkesinambungan dan terarah, di mana dalam proses penyusunannya memberikan ruang bagi daerah untuk turut serta menentukan arah kebijakan pelaksanaan pembangunan itu sendiri.

"Tentunya kami memerlukan pandangan-pandangan serta masukan  dari berbagai elemen yang ada tidak terkecuali para akademis yang tentunya memiliki kapasitas keilmuan serta berbagai pemikiran teoretis yang dapat memberikan masukan yang konstruktif dari berbagai isu serta wacana yang telah kami sampaikan di atas," kata Intsiawati.

Guru Besar Fakultas Filsafat UGM, Prof. Kaelan, mengungkapkan pandangannya terkait kedudukan DPD yang tidak jelas di dalam konteks ketatanegaraan. Kewenangan DPD, menurutnya, sangat terbatas sehingga tidak dapat memaksimalkan perannya, terutama dalam pengambilan keputusan.

Senada dengan hal tersebut, Andy Omara, mengungkapkan bahwa konstitusi memang secara eksplisit menentukan batasan dari kewenangan DPD yang membuatnya tidak setara dengan DPR.

"Ada upaya untuk memperkuat kembali atau setidaknya mengembalikan dengan judicial review, dan berhasil. Tetapi menurut pemahaman saya desain parlemen di Indonesia memang kurang ideal," jelasnya. (Ron)