Hidupkan Kembali GBHN, Harus Dilihat Urgensinya

AkM • Saturday, 20 Mar 2021 - 19:10 WIB

Jakarta - Pakar Hukum Tata Negara Juanda menyatakan wacama menghidupkan GBHN harus dilihat urgensinya. Menurut Juanda menghidupkan kembali GBHN ini memang secara hukum tata negara menjadi kewenangan MPR untuk mengeksekusi.

“Apakah bahan ini urgen dan layak untuk dihidupkan kembali.Maka pertanyaan apa dasar atau produk hukum maupun basisnya, apakah konstitusi yaitu undang-undang dasar (UUD) 1945 untuk mewadahi GBHN atau undang-undang (UU),” jelasnya dalam diskusi 4 Pilar MPR RI bertajuk ‘Urgensi Pembentukan Pokok Pokok Haluan Negara” Jakarta,  Jumat (19/3).

Juanda mengatakan, setidaknh ada keuntungan maupun kekurangan bila wacana menghidupkan GBHN dalam wadah UUD 1945. Salah satu keuntungannya, dari sisi kewenangan dari visi bernegara ke depan siapapun Presidennya nanti harus mengikuti GBHN dalam setiap progam maupun perencanaannya.

“Kelebihannya, GBHN masuk dalam materi UUD 1945 dari segi kewenangan visi bernegara ke depan siapapun presiden mendatang harus berdasarkan konstitusional, kalau mengikuti pola berfikir ketatanegaraan yang benar, maka GBHN harusnya dihidupkan di UUD,” ungkapnya.

Akan tetapi, bila dilihat dari kekurangannya dalam proses pembahasan amandemen UUD 1945 sangat rentan terjadinya politisasi.

”Ketika DPR tidak setuju maupun setuju dengan kepentingan kelompok tertentu, akan langsung bereaksi cepat terhadap wacana tersebut,” tambah Juanda.

Juanda mengungkapkan Wacana menghidupkan kembali GBHN ini menjadi momentum yang baik, sehingga harus dibahas secara kongkrit. Terlebih, lanjut dia, juga merumuskan mengenai sanksi bagi Presiden maupun lembaga negara lainya yang tidak mempedomani..

“Ini momen yang bagus, semoga ini terus dibahas secara kongkrit. Dan kalau tanpa adanya sanksi, bukannya tidak bagus, tetapi harusnya menjadi tanggung jawab moral Presiden dalam mempedomani GBHN itu nantinya,” tutur Juanda.

Sedangkan Wakil ketua MPR RI, Dr. Jazilul Fawaid, mengatakan bahwa urgen atau tidaknya menghidupkan kembali Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) dulu GBHN, hanya bisa dilakuka melalui jalur amandemen. Dimana kata filosuf, dunia ini tidak kekal yang kekal itu hanya perubahan, jadi perubahan pasti ada.

“Lah konstitusi itu kan dibuat rakyat, cerminan jadi Anggota DPR dan MPR. Jadi kalau rakyat berkehendak bisa dirubah, jadi bisa bisa. Buktinya konstitusi kita sudah 4 (empat) kali dirubah/amandemen,” jelas Jazilul yang akrab disapa Gus Jazil.

Gus Jazil menjelaskan Soal perubahan itu, baik MPR, DPD, maupun Anggota DPR kalau mengusulkan amandemen harus pada pasal yang secara terbatas, dan memiliki pertimbangan argumentasi yang kuat. Kemudian, diusulkan oleh sepertiga dihadiri oleh dua pertiga begitu pengambilan keputusan 50 + 1.

“Nah yang ingin saya katakan sampai hari ini, enggak ada usulan. Yang ada itu, MPR bersepakat untuk melakukan amandemen terbatas itu ada. Dan ini hasil rekomendasi 2014-2019 waktu itu saya di pimpinan MPR di MPR-PKB,” ujar Gus Jazil

Menurut Gus Jazil, dihidupkan kembali atau tidak, dikembalikan kepada masing-masing fraksi untuk mengambil sikap, apakah ini diusulkan atau tidak. Kalau nanti sudah ada usulan, maka pimpinan MPR akan membentuk panitia dalam Paripurna, dibentuk panitia perubahan atau amandemen terbatas PPHN.

“Setelah itu baru jalan prosesnya, sampai enggak pada sepertiga usulan, 2/3 yang hadir, setengah hadir itu setuju, itu prosesnya. Makanya ini belum. Nah, urgen atau tidaknya, itu tergantung masing-masing,” tambahnya.

Secara pribadi GBHN ini menjadi penting jika semua fraksi-fraksi dan kelompok DPD yang ada, memang bersepakat untuk menempatkan GBHN ini dalam konstitusi yang kemudian bisa dipertanggungjawabkan.

“Makanya kalau di NU itu NKRI harga mati. Kalau UUD 45 nggak harga mati, karena dirinya sendiri mengatakan bukan harga mati. Dalam konstitusi yaitu mengatakan dia bukan harga mati, jadi terbuka,” pungkas Gus Jazil.