Langkah Cepat Saat Bencana, KPPA Hadirkan Pencegahan dan Penanganan Responsif Gender dan Berbasis Hak Anak 

ANP • Wednesday, 10 Mar 2021 - 23:58 WIB

Jakarta - Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat rawan bencana tertinggi di dunia. Untuk itu, Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo menegaskan bahwa kunci utama dalam mengurangi risiko bencana terletak pada aspek pencegahan dan mitigasi  bencana yang benar-benar terintegrasi. Pemerintah Indonesia juga terus berupaya melakukan pencegahan dan perlindungan bagi masyarakat khususnya kepada perempuan dan anak sebagai kelompok rentan yang paling banyak terdampak bencana.

“Selalu saya sampaikan berulang-ulang pencegahan, pencegahan, jangan terlambat, jangan terlambat, ini sangat penting. Namun, bukan berarti aspek yang lain dalam manajemen  bencana tidak kita perhatikan. Kita harus mempersiapkan diri, antisipasi dengan betul-betul terencana dengan baik, detail. Karena itu, Kebijakan nasional dan kebijakan daerah harus benar-benar sensitif terhadap kerawanan bencana,” tegas Presiden Joko Widodo dalam paparannya yang ditayangkan melalui video singkat pada Penutupan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Penanggulangan Bencana Tahun 2021.

Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Pribudiarta Nur Sitepu mengungkapkan dibutuhkan pedoman penting yang bisa secara otomatis dan efektif diterapkan saat bencana terjadi. Hal tersebut sangat penting demi menghasilkan upaya pencegahan dan penanganan bencana yang responsif gender dan penuhi hak anak. Pribudiarta juga menambahkan perlunya upaya bersama untuk mendapatkan data secara terpilah yang berbasis gender dan berbasis hak anak. Hal ini sangat penting untuk melihat secara objektif akan berbagai permasalahan yang dihadapi para pengungsi khususnya perempuan dan anak. 

“Selain itu, pentingnya melibatkan perempuan dalam pengambilan keputusan pada proses penanganan bencana mulai dari tanggap darurat, rekonstruksi, hingga rehabilitasi atau pemulihan,” jelas Pribudiarta dalam sesi Knowledge Sharing: Tata Kelola, Desentralisasi, Financing Kemen PPPA dalam Menghadapi Pandemi Covid-19 pada Penutupan Rakornas Penanggulangan Bencana Tahun 2021.

Lebih lanjut, Pribudiarta menuturkan bahwa pemenuhan kebutuhan spesifik perempuan dan anak sangat penting dan harus disiapkan, seperti menyiapkan bahan pangan. “Tanpa harus menunggu pendataan, bantuan spesifik perempuan, anak, lansia dan penyandang disabilitas sudah harus otomatis tersedia. Hal ini bertujuan agar perempuan dan anak bisa semakin aman dan nyaman dalam menghadapi situasi bencana,” tambah Pribudiarta.

Berdasarkan Data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) selama 2020, menunjukkan telah terjadi peningkatan kasus kekerasan baik terhadap perempuan maupun anak, mulai dari sebelum hingga sesudah pandemi melanda Indonesia. Pada 1 Januari s.d 28 Februari 2020, terdapat 1.913 kasus kekerasan terhadap perempuan. Angka ini mengalami kenaikkan pada 29 Februari s.d 31 Desember 2020, yaitu menjadi 5.551 kasus. Sedangkan kasus kekerasan pada anak juga meningkat di masa pandemi ini, semula tercatat ada 2.851 kasus kekerasan terhadap anak sebelum pandemi, lalu meningkat menjadi 7.190 kasus setelah pandemi.

Menindaklanjuti permasalahan ini, Pribudiarta menegaskan pentingnya sinergi semua pihak terkait dalam menyediakan berbagai fasilitas secara otomatis dan cepat untuk melindungi perempuan dan anak dalam kondisi bencana, seperti tenda pencegahan kekerasan bagi perempuan dan anak, tenda dan layanan khusus bagi ibu hamil-melahirkan, menyediakan layanan psikososial khususnya bagi anak yang mengalami trauma akibat bencana. “Penyediaan layanan ini harus segera dilakukan, tanpa harus harus menunggu data, karena setengah dari korban bencana dapat dipastikan merupakan perempuan dan anak,” jelas Pribudiarta.

Selain itu, Pribudiarta juga menjelaskan pentingnya mengembangkan organisasi kerelawanan untuk perempuan dan anak dengan didukung petugas yang memiliki komitmen terhadap isu gender dalam kebencanaan. “Perlunya sistem penanganan isu gender dalam kebencanaan yang terintegrasi dari berbagai sektor. Pemerintah daerah juga harus siap dalam melakukan penanganan isu-isu gender dalam kebencanaan di wilayahnya,” tutur Pribudiarta.  

Hasil riset World Health Organization (WHO) yang dilakukan pada 2020, menunjukan bahwa anjuran tetap di rumah dan menjaga jarak secara fisik untuk mencegah penyebaran Covid-19, telah semakin memperbesar risiko perempuan dan anak mengalami kekerasan di rumah. Anak rentan mengalami kekerasan dalam rumah tangga karena keberadaan orangtua/pengasuh yang dapat melipatgandakan dan memperpanjang kekerasan juga perlakuan salah pada anak; kesempatan anak untuk meninggalkan rumah dan mengakses bantuan juga menjadi terbatas; anak juga kesulitan mendapatkan akses pendidikan karena sekolah di tutup dan harus menggunakan media daring; begitu juga untuk mendapatkan alternatif tempat yang aman ketika mendapatkan kekerasan di rumah.

“Di situasi pandemi ini, adanya pembatasan aktivitas, penyebaran berita-berita negatif dan kabar hoaks di media konvensional dan media sosial turut berpotensi meningkatkan tekanan (stres) pada anak. Tingkat risiko anak mengalami kekerasan dan eksploitasi secara daring (online) juga dapat meningkat karena anak dapat mengakses gawai dan internet lebih lama,” terang Pribudarta.

Di samping itu, perempuan juga berpotensi besar mengalami kekerasan dalam rumah tangga akibat stress karena ketidakpastian ekonomi, kehilangan pekerjaan, bertambahnya beban rumah tangga karena harus membimbing anak sekolah di rumah, meningkatnya risiko kekerasan seksual dalam rumah tangga oleh pasangan, kebergantungan finansial kepada pasangan selama masa pandemi, hingga keterbatasan kepemilikan telepon dan akses internet karena dipantau pasangan, sehingga perempuan korban kekerasan tidak bisa melapor ke unit layanan.

Kemen PPPA telah melakukan berbagai  program untuk menjaga keluarga tetap aman di masa pandemi, di antaranya melalui upaya pencegahan dan penanganan. Adapun upaya pencegahan yang dilakukan yaitu menginisiasi Gerakan Bersama Jaga Keluarga Kita (Gerakan Berjarak) pada April 2020, melalui 10 aksi di tingkat masyarakat demi menjaga perempuan dan anak di masa pandemi; meningkatkan kapasitas perempuan pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), khususnya dalam pemanfaatan teknologi informasi; memperkuat Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) sebagai one stop service untuk meningkatkan keterampilan pengasuhan ibu dan keluarga di 12 Provinsi dan 140 Kabupaten/Kota di Indonesia. 

Serta mengoptimalkan peran aktivis Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarkat (PATBM) di 34 Provinsi, 342 Kabupaten/Kota dan 1.921 Desa/Kelurahan; serta mengoptimalkan 386 Mobil Perlindungan Perempuan dan Anak (MOLIN) dan 518 Motor Perlindungan Perempuan dan Anak di 466 Kabupaten/Kota dan 34 Provinsi untuk menyosialisasikan gerakan #BERJARAK dan memastikan pemenuhan hak dan perlindungan anak tetap terpenuhi selama masa pandemi Covid-19

Terkait upaya penanganan, Kemen PPPA telah membuka layanan telpon Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129, sebagai layanan pengaduan bagi perempuan dan anak yang mengalami kekerasan; menyediakan Layanan Psikologi Sehat Jiwa (SEJIWA) yang dapat diakses melalui hotline 119 (extension 8) untuk membantu anggota keluarga yang terdampak kesehatan mentalnya akibat pandemi; melakukan pemenuhan kebutuhan spesifik bagi perempuan dan anak; serta melakukan koordinasi aktif dengan Kementerian/Lembaga terkait maupun dinas pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.

Kemen PPPA juga telah menyusun 10 protokol untuk melindungi perempuan dan anak selama masa pandemi, dan menerbitkan Protokol Kesehatan Keluarga dengan ikut melibatkan peran perempuan sebagai agen dalam keluarga agar dapat melakukan pencegahan dan penanganan penyebaran Covid-19 pada klaster keluarga yang jumlahnya cukup tinggi, serta memastikan kesehatan anggota keluarga dan lingkungan di sekitarnya. “Saya berharap, kita semua bisa terus bersinergi dan tetap semangat untuk keluar dari situasi pandemi Covid-19. Saya yakin dan optimis, jika kita mau bersinergi, menyamakan persepsi, dan menyatukan tujuan maka kita dapat menjadi bagian dari solusi dalam menghadapi berbagai permasalahan ini,” tutup Pribudiarta.(ANP)