Plasma & Kesembuhan Covid-19

MUS • Wednesday, 17 Feb 2021 - 09:22 WIB

Jakarta – Terapi plasma konvalesen masih menjadi cara untuk meningkatkan kemungkinan sembuh para pasien Covid-19. Tetapi karena banyaknya permintaan, stok plasma konvalesen semakin berkurang. Plasma konvalesen diambil dari penyintas covid, karena mengandung antibodi yang lebih kuat untuk melawan virus.

Kepala UDD PMI DKI Jakarta, Dr Ni Ken Ritchie menyampaikan peralatan kesehatan masih terbilang kurang untuk menambah stok plasma konvalesen, karena angka permintaan yang lebih banyak dibanding produksinya. Ni Ken juga menambahkan respon dari penyintas covid terhadap donor plasma konvalesen sudah meningkat dibanding sebelumnya.

“Antibodi ini akan diberikan kepada pasien dengan harapan antibodi ini akan menyerang virus-virus. Jika kita menunggu pasien untuk memproduksi antibodi sendiri itu pasti akan lama. Maka kita berikan antibodi dari penyintas covid agar langsung bekerja untuk memberantas virus-virusnya,” kata Ni Ken pada program Trijaya Hot Topic Petang Selasa (16/2/2021). 

Pasien penerima donor plasma harus membayar sekitar 2 juta rupiah untuk mendapat plasma konvalesen. Tetapi tarif ini tergantung pada rumah sakitnya.

Sebelum menerima plasma, pasien juga harus melewati pemeriksaan terlebih dahulu apakah memiliki penyakit lain seperti hepatitis, kanker, dan yang lainnya. 

Dr. Masdalina Pane selaku Kabid Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemolog Indonesia (PAEI), menjelaskan plasma konvalesen ini masih digunakan sebagai alternatif untuk menurunkan angka kematian pada kasus berat dan kritis. Tetapi sebenarnya cara ini lebih efektif terhadap pasien yang memiliki kasus yang sedang dan ringan. 

Masdalina juga menambahkan, metode plasma konvalesen masih dalam tahap clinical trial untuk pengendalian covid-19. Jadi belum bisa dipastikan apakah cara ini efektif atau tidak. Sehingga idealnya, pasien yang menjalani terapi plasma untuk uji klinis tidak dipungut bayaran.

“Biasanya masyarakat yang mengikuti clinical trial itu harusnya tidak bayar, karena ini masih dalam tahap uji coba. Sehingga belum bisa dipastikan efektif atau tidak terhadap subjek yang diberikan ini,” tutup Masdalina. (Daf)