Tolak Bicara Pilgub, PAN DKI Ajak Fokus Tangani Covid-19

Faz • Monday, 15 Feb 2021 - 16:08 WIB

Jakarta - Anggota DPRD DKI Jakarta  Lukmanul Hakim menolak larut dalam polemik revisi UU Pemilu, khususnya mengenai wacana normalisasi jadwal pilkada.

"Kalau menurut undang-undang yang ada sekarang, pilkada serentak di tahun 2024. Apakah jadwalnya tetap atau dimajukan, biar pemerintah pusat dan DPR RI yang memutuskan," kata politisi PAN yang akrab disapa Bung Lukman ini, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin (15/2/2021).

Menurut  Bung Lukman, di tengah pandemi yang memporak-porandakan sektor kesehatan dan ekonomi, tidak etis jika para elit malah sibuk bicara soal kekuasaan.

"Ini rakyat lagi sulit, PHK dimana-mana, pengangguran dimana-mana, gak etislah kita bahas pilkada, kasian rakyat," imbau anggota komisi A DPRD DKI ini.

Lukman mengajak semua elemen masyarakat fokus membantu pemerintah mengatasi pandemi, agar kehidupan bisa kembali normal.

"Saya minta semua elemen masyarakat, dari pemerintah, teman-teman di DPRD, dan masyarakat supaya fokus pada penanganan covid-19. Masalah siapa nanti yang maju, masih terlalu dini dibahas sekarang. Sabar dulu, nafsu banget sih," pinta Lukman.

Lukman mengingatkan jika penanggulangan pandemi berlangsung setengah-setengah, imbasnya akan semakin berat untuk Indonesia ke depan.

"Kalau penanganan covid-19 tidak  maksimal, nanti timbul masalah baru, pengangguran makin banyak, ekonomi tambah lesu. Covid belum selesai ini," pungkas Lukman.

Seperti diketahui, belakangan ini mengemuka usulan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Pasal 201 ayat (8) UU Pemilu menyebutkan, pemungutan suara serentak nasional dalam pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota di seluruh wilayah Indonesia dilaksanakan pada November 2024.

Beberapa fraksi di DPR memunculkan wacana merevisi UU Pemilu, agar pilkada digelar 2022 dan 2023, sehingga tidak menumpuk di tahun 2024.

Karena keserentakan pilkada, pemilu legislatif, dan pemilu presiden dikhawatirkan menjadi beban bagi penyelenggara, dan berdampak pada kualitas pemilihan.

Namun usulan tersebut ditolak mayoritas fraksi DPR. Tinggal Demokrat dan PKS yang ngotot mendorong revisi beleid ini. (Faz)