Grace Kurniadi, Lulusan Psikologi Klinis Tuli Pertama di Indonesia 

AKM • Wednesday, 10 Feb 2021 - 09:21 WIB

Jakarta- Kekurangan fisik tidak bisa menghalangj menghalangj seseorang untuk mengukir prestasi dan capaian yang  gemilang di dunia pendidikan. Dengan semangat dan dukungan banyak pihak sebuah keiinginan dan harapan dapat terpenuhi dengan baik.

Program Pascasarjana Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara meluluskan Grace Kurniadi sebagai Psikolog tulipertama di Indonesia. Bermula dari usulan orang tua dan masukandari teman-temannya, Grace memilih profesi psikolog. 

“Saya memilih pendidikan sebagai psikolog berawal dari usulan orang tua. Mereka melihat saya sering menjadi tempat bercerita bagiteman-teman di masa SMP dan SMA. Saya juga senang untukmengamati hubungan antarmanusia,” kata Grace.

Jurusan pilihan Grace adalah Pendidikan Profesi Psikolog yang merupakan salah satu jurusan unggulan di Universitas Tarumanagara.

“Jurusan tersebut hanya tersedia di Universitas Tarumanagara dan berada di area yang paling dekat denganJakarta. Selain itu, karena akses transportasi lebih mudah, dan juga ada satu mata kuliah yang jarang ada di kampus lain sepertiart therapy, yang menurut saya menjadi nilai tambah dariPendidikan Profesi Psikolog di Universitas Tarumanagara,” jelasnya
 
Sebagai seorang tuli tentu perkuliahan dilalui dengan penuhperjuangan yang tidaklah mudah. Namun, berbagai kendala yang ada dilewati tanpa mengeluh.

“Kendala yang saya alami denganadanya ketulian dalam proses belajar, yaitu sulitnya menangkapgerakan bibir jika: orang yang berbicara membelakangi saya, senang berjalan-jalan, berbicara terlalu cepat/ berkumur-kumurgerakan bibirnya, ataupun artikulasinya tidak jelas. Hal lainnya, saya kurang bisa menanggapi dengan cepat jika masuk ke dalamkelompok lebih dari empat orang,” terangnya.

Namun demikian, Grace selalu berusaha mengatasinya denganberkomunikasi yang baik dengan dosen khususnya terkaitperkuliahan yang ia ambil seperti berkomunikasi untukmenjelaskan kondisinya serta meminta dosen tersebut untukberbicara lebih perlahan agar mudah dipahami serta merekamproses perkuliahan untuk bisa diputar ulang kembali di rumahuntuk memastikan tidak ada yang terlewat.

Menurutnya, dalam menghadapi tantangan yang ada selamaberkuliah, perlu adanya perubahan cara berpikir, memiliki sikapterbuka dan memiliki kemauan untuk menerima keadaan. Selainitu, peran dan dukungan keluarga serta teman-teman sangatmembantunya selama ini. Profesionalitas dosen pun turutmendukung dalam penyelesaian studinya.

“Untuk bisa melewati kesulitan-kesulitan tersebut, saya perlumengubah pola pikir di dalam diri menjadi lebih positif, keterbukaan diri untuk meminta bantuan dan kemauan untukmenerima apapun keadaan diri sendiri. Berkat bantuan teman-teman selama proses perkuliahan tersebut yang mendukung dan mau membantu saya juga menjadi penyemangat untuk terusberjalan menyelesaikan yang sudah dimulai. Para dosen pun juga tidak keberatan untuk menjelaskan kembali di luar jam kelas. Orang tua pun juga terus mendorong untuk tetap maju, meski jikasaya perlu mengulangi lagi. Tidak dari orang tua saja, saya juga mendapatkan dorongan dari hal yang saya amati pada lingkunganteman, dosen, dan juga buku yang saya baca,” katanyamenerangkan.
 
Grace yang mengambil pendidikan Profesi Psikolog di Universitas Tarumanagara ini memiliki mimpi ingin bisa menjadiberkat bagi sesama juga dapat menulis buku. Ia juga berharapsetelah lulus, bisa berbagi juga mengembalikan, dan bisamengaplikasikan ilmu yang sudah didapatkan pada orang yang membutuhkan. Ia juga ingin mempelajari bahasa isyarat, agar teman-teman Tuli dapat mengakses layanan konseling dan dapatlebih nyaman berinteraksi, tanpa perlu menggunakan bantuaninterpreter yang mungkin dapat memunculkan ketidaknyamananpada calon klien tersebut.

Grace berharap adanya kesempatan pendidikan inklusif di perguruan tinggi seperti Untar yang membuka kesempatan seluas-luasnya bagi siapa pun, khususnya bagi orang dengan kebutuhankhusus.

“Sebagai lulusan Profesi Psikolog dengan keterbatasan fisik yang diwisuda, harapanku terhadap Universitas Tarumanagara sebagailembaga pendidikan tinggi adalah terus memberikan kesempatanbagi mahasiswa-mahasiswinya untuk meneruskan pendidikannyadi Universitas Tarumanagara, tanpa mendiskriminasikanmahasiswa tersebut. Saya juga mengapresiasi Universitas Tarumanagara yang memiliki desain yang cukup ramah untukpengguna kursi roda. Semoga di saat pandemi usai, Universitas Tarumanagara dapat mengembangkan desain gedung yang ramahbagi keterbatasan fisik dalam penglihatan,” pungkasnya, (AKM)