Vaksin COVID-19 dan HIV 

MUS • Wednesday, 20 Jan 2021 - 17:40 WIB

Prof Tjandra Yoga Aditama
Mantan Direktur WHO SEARO dan Mantan Dirjen P2P & Ka Balitbangkes

Vaksinasi COVID-19 sudah di mulai di negara kita, sekarang dengan menggunakan vaksin Coronavac buatan Sinovac. Juga sudah diatur tentang siapa yang akan mendapatkannya, termasuk bagaimana pengaturan tentang vaksinasi pada ODHA (Orang dengan HIV/AIDS). 

Di dalam SK Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit No HK.02.02/4/1/2021 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19 ada Format Skrining Sebelum Vaksinasi COVID-19 dengan 16 pertanyaan, salah satunya adalah “Apakah Anda menderita HIV?”. Kalau jawabannya ya maka akan ditanyakan angka CD4nya. Bila CD4 <200 atau tidak diketahui maka vaksinasi tidak diberikan. 

Format skrining ini adalah khusus untuk vaksin Sinovac berdasarkan rekomendasi PAPDI (apabila terdapat perkembangan terbaru terkait pemberian pada komorbid untuk Vaksin Sinovac dan/atau untuk jenis vaksin lainnya akan ditentukan kemudian). 

Kita ketahui juga bahwa berdasar SK Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No HK.01.07/MENKES/12758/2020 tentang Penetapan Jenis Vaksin untuk Pelaksanaan Vaksinasi Corona Virus Disease 2019 tanggal 28 Desember 2020 maka ada 7 jenis vaksin yang dapat digunakan di Indonesia, yaitu produksi PT Bio Farma (Persero), AstraZeneca, China National Pharmaceutical Group Corporation (Sinopharm), Moderna, Pfizer Inc. and BioNTech, Sinovac Life Sciences Co., Ltd. dan Novavax Inc.

Negara lain tentu dapat punya kebijakan yang berbeda-beda pula. 

Di Inggris, dalam “Guidance COVID-19 vaccination: guide for older adults” tertanggal 15 Januari 2021 disebutkan vaksin juga dapat diberikan pada sekitar 16 keadaan kesehatan, satu diantaranya adalah imunitas yang turun karena penyakit atau pengobatan (seperti infeksi HIV, penngobatan steroid, kemoterapi atau radioterapi). Sementara itu, pada flyer yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan Keluarga India tertanggal 16 Januari 2021 disebutkkan bahwa vaksin dapat diberikan pada keadaan imunodefisiensi, HIV, pasien dalam supresi imun karena berbagai sebab (respon vaksin COVID-19 mungkin akan berkurang pada kelompok ini).

Sementara itu, dalam dokumen UNAIDS berjudul “COVID-19 vaccines and HIV” tanggal 12 Januari 2021 disebutkan bahwa “The COVID-19 vaccines under development or approved by regulators are believed to be safe for most people, including people living with HIV”.

Di sisi lain, ada juga informasi tentang ODHA dan uji klink vaksin COVID-19. Artikel berjudul “Have COVID-19 vaccines been tested in people with HIV?” di aidsmap.com terbitan NAM (National AIDS Manual) Januari 2021 menyampaikan informasi tentang apakah ODHA ikut sebagai relawan pada uji klinik vaksin COVID-19. 

Penelitian vaksin COVID-19 Pfizer mengikutkan 196 ODHA, tetapi hasil mereka tidak ikut dalam analisa data yang dipublikasikan di jurnal kedokteran internasional New England Journal of Medicine, juga tidak masuk dalam data yang dimasukkan ke pihak otoritas di Amerika Serikat dan Inggris untuk keluarnya Emergency Use of Authorization di kedua negara itu terhadap vaksin ini. 

Penelitian vaksin Moderna mengikutkan 176 ODHA. Satu diantaranya yang mendapat plasebo kemudian jadi COVID-19 positif, sementara dari yang mendapat vaksin tidak ada yang COVID-19 positif. Tidak ditemukan masalah keamanan vaksin yang berarti pada ODHA di penelitian ini. 

Penelitian vaksin Oxford/AstraZeneca juga melibatkan 160 ODHA di Inggris dan Afrika Selatan. Tetapi, analisa data mereka tidak masuk dalam laporan efektifitas vaksin ini yang dipublikasi di jurnal Lancet yang secara resmi melaporkan efikasi vaksin ini. 

Sementara itu, ODHA juga merupakan bagian dari relawan yang ikut penelitian vaksin COVID-19 buatan Johnson & Johnson, Novavax dan Sanofi/GlaxoSmithKline, yang sekarang masih berproses.

Vaksinasi COVID-19 merupakan salah satu modalitas penting dalam pengendalian pandemi, bersama-sama dengan upaya kesehatan yang lain. Tentu kita berharap agar vaksin ini dapat secara optimal memberi proteksi terhadap COVID-19 bagi berbagai kelompok masyarakat.