Diputus Hari ini, RCTI-iNews TV Harap MK Kabulkan Seluruh Permohonan Uji Materi UU Penyiaran

MUS • Thursday, 14 Jan 2021 - 07:12 WIB

Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) hari ini dijadwalkan menggelar sidang pembacaan putusan perkara a quo terkait dengan pengujian materiil UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran terhadap UUD 1945, yang dimohonkan RCTI dan iNews TV. Kuasa hukum RCTI dan iNews TV berharap MK mengabulkan seluruh permohonan sesuai dengan yang tercantum dalam petitum.

Kuasa hukum RCTI dan iNews TV, Muhammad Imam Nasef menyatakan, berdasarkan jadwal yang diperoleh, MK akan menggelar sidang pembacaan putusan perkara Nomor: 39/PUU-XVIII/2020 pada Kamis (14/1/2021). Rencananya persidangan akan berlangsung pada pukul 09.00 WIB yang secara bersamaan dan berbarengan dengan persidangan putusan 11 perkara lainnya.

Masih berdasarkan informasi dari MK, persidangan akan dilakukan secara virtual. Pihak MK menyiarkan langsung persidangan pembacaan putusan melalui akun YouTube MK. 

"Kalau harapan kita tentunya permohonan kita semuanya dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi," kata Nasef saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Kamis (14/1/2021).

Nasef membeberkan, harapan tersebut memiliki pijakan yang sangat kuat. Musababnya, kata dia, berdasarkan fakta persidangan baik dari ahli maupun bukti-bukti yang dihadirkan memperkuat permohonan dan argumentasi pemohon. "Kita lihat dari persidangan, dari ahli yang kita hadirkan maupun bukti-bukti, kita cukup yakinlah itu bisa dikabulkan sesuai dengan petitum seluruhnya," katanya.

Secara spesifik, RCTI dan iNews TV mengajukan uji materiil Pasal 1 angka 2 UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang berbunyi, "Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran."

RCTI dan iNews TV dalam permohonan sebelumnya, menyatakan, ketentuan Pasal 1 angka 2 UU Penyiaran telah menimbulkan kerugian konstitusional bagi para pemohon. Alasannya ketentuan pasal a quo menyebabkan adanya pelakuan yang berbeda (unequal treatment) antara para pemohon sebagai penyelenggara penyiaran konvensional yang menggunakan spektrum frekuensi radio dengan penyelenggara penyiaran yang menggunakan internet seperti layanan Over The Top (OTT) dalam melakukan aktivitas penyiaran.

Untuk diketahui, layanan OTT merupakan platform penyiaran digital berbasis internet. Contoh layanan OTT di antaranya YouTube dan Netflix.

Bagi iNews TV dan RCTI, tidak adanya kepastian hukum penyiaran yang menggunakan internet seperti layanan OTT ke dalam definisi penyiaran sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 2 UU Penyiaran juga menyebabkan hingga kini penyiaran yang menggunakan internet seperti Layanan OTT tidak terikat dengan UU Penyiaran. Padahal, UU a quo merupakan rule of the game penyelenggaraan penyiaran di Indonesia. Dengan tidak terikatnya penyiaran berbasis internet, maka berimplikasi pada adanya berbagai macam pembedaan perlakuan.

Dalam petitum, RCTI dan iNews TV memohon agar MK memutuskan beberapa hal. Di antaranya, agar MK menyatakan Pasal 1 angka 2 UU Penyiaran bertentangan dengan UUD 1945. Kedua, agar MK menyatakan pasal a quo tidak berkekuatan hukum sepanjang tidak mengatur penyelenggara penyiaran berbasis internet untuk tunduk pada pasal tersebut.

Ketiga, meminta agar MK mengubah bunyi Pasal 1 angka 2 UU Penyiaran menjadi, "Penyiaran adalah (i) kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum 12 frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran; dan/atau (ii) kegiatan menyebarluaskan atau mengalirkan siaran dengan menggunakan internet untuk dapat diterima oleh masyarakat sesuai dengan permintaan dan/atau kebutuhan dengan perangkat penerima siaran".