Jurgen Klopp yang Bingung

FAZ • Monday, 28 Dec 2020 - 13:52 WIB

Yophiandi Kurniawan
Penggemar Sepakbola


Akhirnya kelemahan Liverpool FC terekspos dengan jelas. Tanpa bek pelari dan pengantisipasi, Liverpool potensial dikalahkan. Dan pelatih Liverpool Jurgen Klopp tampaknya tetap percaya dengan pemain muda binaan akademi Liverpool. Percaya anak muda, jelas tidak salah. Tapi attitude menjadi bintang yang tidak dikontrollah yang salah.

Senin dinihari, gol buat West Bromwich Albion tercipta dari kesalahan anak muda. Bukan pemain belakangnya, Rys Williams yang sudah lebih dari lima kali main sebagai pelapis buat duo bek Liverpool yang cedera-bila bukan Matip, ya Fabinho. Fabinho adalah pemarin tengah bertahan yang disulap Klopp jadi bek pengantisipasi bola dan arah permainan lawan, setelah duo bek utama, Virgil van Dijk dan Josep “Joe” Gomez cedera panjang.

Buat The Kopp, tidak enak melihat gol Semi Ajayi, di menit 82. Bukan karena menganggap WBA tidak mungkin bisa mencetak gol. Tapi golnya tercipta karena attitude Curtis Jones dan kengototan Klopp tak ingin mengubah pola permainan. Jones ngotot mendrible bola di tengah kepungan empat pemain WBA di daerah permainan Liverpool.

Saat panik karena akan kehilangan kontrol bola, Curtis memberikan bola tidak akurat kepada Rys Williams. Yang tidak siap mengambil bola. Terjadi sepak ppojok. Dan malapetaka terjadi, gol terjadi dari sepak pojok. Setelah bola sundulan Ajayi membentur tiang gawang yang dikira Alisson, bola bakal keluar.  


*******

Jones dan Salah, semestinya sudah diganti dengan Chamberlain dan Minamino atau Shaqiri. Saat Karlay Grant menang adu lari dengan Rys Williams. Beruntung Alisson memang kiper berkelas dunia. Lalu apa salah Salah sehingga harus diganti? Salah, terbukti sudah tiga kali tidak mengambil keputusan dengan tepat. Antara menembak ke gawang, mendrible bola dan mengumpan kepada kawan yang dalam posisi relatif kosong. Penggantian kedua pemain tepat, saat dari sisi Salah dan Tren Alexander Arnold, serangan WBA selalu bermula. Sisi Salah maupun Arnold dieksploitasi. Arnold sejak awal menjadi pemain utama, memang terlihat bukan bek yang baik. Dia adalah pemain sayap yang bagus dalam menyerang, dengan gaya permainan Inggris. Bola-bola direct, langsung ke kotak penalti, dengan umpan “pisang” melengkung. Plus tendangan bebas yang akurasinya lumayan.

Pertanyaannya, kenapa Klopp saat Rys kelihatan kewalahan menutup wilayah yang ditinggalkan Arnold--yang sangat maju, dan payah dalam bertahan, sementara Salah sering kehilangan bola—justru membiarkan tiga kali bola mati tanpa ada penggantian?

Inilah kali keempat Klopp melakukan kesalahan. Setelah Liverpool kalah 7-2 melawan Aston Villa, seri melawan Fulham dan Brighton and Holve Albion. Semuanya sama, tidak bisa memberikan variasi permainan. Klopp beralasan, tidak punya pemain untuk melakukan variasi permainan. Banyak pemain cedera. Van Dijk dan Gomez sudah tak bisa dihitung dalam alasan ini. Salah satu dari mereka mungkin paling cepat kembali di saat April. 

Alasan ini bisa dipahami ketika lawan BHA, tapi tidak bisa dipahami saat berhadapan dengan Fulham, Villa dan WBA. Saat melawan Villa, kesalahan Klopp adalah tak menurunkan pemain bertipe pemimpin di lapangan. Padahal, di saat ketinggalan oleh gol lawan, pemain tipe ini bisa memotivasi rekan-rekannya bermain lebih baik. Henderson dan Milner, dua  pemain inilah tipe pemimpin yang dimiliki Liverpool. Sisanya tidak ada. Bahkan kapten ketiga, van Dijk, belum punya aura bertarung, seperti kedua pemain ini.

Kenyataannya, lawan Villa, Milner yang siap bermain menggantikan Henderson yang cedera, malah dibangkucadangkan. Milner masuk di babak kedua. Tapi semua sudah terlambat.

Penggantian pemain dan variasi permainan, adalah yang tampaknya tak sekaya Klopp di musim 2018-2019 dan 2019-2020. Di dua musim itu, Klopp membuat skema permainannya 4-3-3 seperti saat ini, jadi ajeg.

Tapi di musim 2020-2021, kala lawan sudah tahu kelemahan skema Liverpool di dua musim, Klopp sudah empat kali kena batunya. Klopp keras kepala, dengan skema yang sama, 4-3-3 tanpa variasi 4-2-3-1, dengan dua defensive midfielder yang seharusnya bisa melindungi dua bek yang sering kalah lari atau bek muda yang tak bisa mengantisipasi arah serangan.

Klopp, tidak mau mengorbankan Salah, untuk memberi ruang bagi Origi memainkan peran sebagai striker tunggal, dengan di belakangnya Mane-Firmino-Shaqiri/ Chamberlain. Atau Mane-Minamino-Shaqiri/ Chamberlain atau Mane-Firmino-Jota. Chamberlain, Minamino adalah tipe pemain yang ngotot mengejar bola yang hilang karena baik kesalahannya maupun kesalahan rekannya. Sikap ini yang dibutuhkan tim yang mesti bertarung. Mengganggu lawan terus. Seperti sikap pemain di klub yang berada di papan tengah ke bawah. Mengejar bola ke manapun. 

Begitu banyak variasi sebetulnya. Tapi Klopp keukeuh mempertahankan keinginannya. Seringkali berhasil. Tapi bila gagal, hilang sudah 2 poin. Di kasus melawan Villa, Liverpool kehilangan 3 poin.

Sebetulnya, 4-2-3-1 dimainkan secara ideal kala Thiago sehat. Dengan Fabinho-Henderson-Thiago, melawan Everton dan Chelsea, bola mengalir dengan lancar. Henderson bisa maju ke depan, bergantian dengan Thiago, yang menusuk untuk memancing lawan, dengan kemampuan dribelnya. Bila di posisi pelindung bek tengah bersama Fabinho, Thiago adalah pendikte lawan dengan umpan-umpannya buat kawan-kawannya.

Dan formasi 4-2-3-1 juga pernah dimainkan saat penyisihan UEFA Champions League. Dan ini tanpa Thiago. Artinya, tak ada masalah memainkan variasi formasi, meski tanpa Thiago. Karena pola 4-3-3 dengan serangan dari sayap sudah terekspos dengan jelas kelemahannya.

Arnold yang tidak bisa balik dengan cepat ke posnya. Salah yang tidak bisa bantu bertahan. Sisi kanan yang mudah diekspolitasi, pemain lawan yang unggul kecepatan. Bila kondisi normal, dengan van Dijk dengan Gomez yang sehat, Fabinho bisa menutup ruang yang ditinggalkan Arnold dan Salah yang kurang liat menjaga lawan di saat Liverpool harus cepat mengubah transisi jadi bertahan.

Tapi, hingga April—bila van Dijk betul-betul bisa kembali fit dan adaptasi lagi dengan permainan yang sama bagusnya--, dengan hanya dua bek—satu bek hasil sulap yakni Fabinho—rasanya problem sisi kanan yang lemah—dan kadang sisi kiri yakni Robertson--ini masih belum terpecahkan.

Cara ini, bila kami, para fans Liverpool dan penggemar game Championship Manager atau Fifa Manager, akan atasi dengan membeli satu bek tengah yang mendekati bagus di bursa Januari, dengan usia yang tua, karena bisa murah harganya—atau malah free transfer. David Alaba saat ini adalah godaan paling mengasyikan untuk dikontrak ke Livepool. Atau bila pemilik klub, FSG-- yang terkenal sangat perhitungan-- tak mau keluar uang untuk mengontrak Alaba—asumsinya free transfer sehingga hanya harus bayar uang kontrak—Klopp semestinya bisa kreatif semakin banyak memainkan variasi Shaqiri dan Chamberlain, serta Minamino dan Origi. Tidak keras kepala dengan Mane-Firmino-Salah.

Klopp mestinya ingat melawan Crystal Palace, Minamino tampil impresif di tengah kepungan tiga bek lawan. Juga Mane di tengah jepitan dua bek lawan. Mereka mencetak gol. Membuat Crystal Palace mau tak mau bermain terbuka. Sehingga memudahkan Salah mencetak gol demi gol di babak kedua. Gaya permainan Salah yang butuh ruang besar untuk mengambil keputusan, tersedia, karena gol-gol di babak pertama. Sehingga ruang di pertahanan Crystal Palace terbuka lebar.         
   
Sudah sepatutnya, Klopp tidak ragu mengistirahatkan dulu pemain yang kurang bisa adaptif menghadapi lawan yang parkir bus. Atau pemain yang kurang mau balik cepat untuk membantu pertahanan. Semoga Klopp ketemu sentuhan magisnya lagi, untuk meramu variasi permainan dan berani mengganti pemain di saat yang tepat.