Kepala BPKP Raih Gelar Doktor dari UI

ANP • Thursday, 17 Dec 2020 - 21:55 WIB

Jakarta - Pengalaman lebih dari 2 dekade sebagai birokrat, menginspirasi Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Muhammad Yusuf Ateh, melahirkan pemikiran baru mengenai penyebab utama inefisiensi penyelenggaraan pemerintahan, yakni ketidakjelasan ukuran kinerja.

Apalagi jika merujuk hasil evaluasi Kementerian PAN-RB yang menunjukkan dari total 34 Provinsi, hanya 12 atau 35% yang memiliki kualitas ukuran kinerja baik, sedangkan dari 501 Kabupaten/Kota yang dievaluasi, hanya 63 atau 12% yang kualitas kinerjanya baik (outcome based).

“Penyebab sebagian besar pemerintah daerah memiliki ukuran kinerja yang tidak tepat, diataranya komitmen pimpinan yang masih rendah, budaya organisasi yang tidak mendukung, kurangnya pemahaman tentang manajemen kinerja, serta kerangka regulasi nasional yang belum terbangun dengan baik”, katanya dalam sidang promosi Doktor Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, Kamis 17/12.

Berdasarkan penelitiannya, ada dua hal yang harus diperhatikan dalam pengukuran kinerja, yang pertama adalah apa yang akan diukur (what to measured) dan yang kedua adalah bagaimana mengukurnya (how to measured). “Kegagalan dalam menetapkan tujuan (objectives) yang akan diukur, menyebabkan ukuran kinerja menjadi tidak benar”, imbuhnya.

Dalam disertasi yang berjudul Konstruksi Dasar Penetapan dan Pemanfaatan Ukuran Kinerja Pemerintah Daerah dalam Menciptakan Birokrasi yang Berkinerja dan AKuntabel, Ateh melakukan riset pada empat Pemerintah Daerah sebagai best practice, yaitu Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Provinsi DI Yogjakarta, Kota Bandung, dan Kabupaten Banyuwangi.

“Penelitian dilakukan pada Pemerintah Daerah terpilih, sebagai miniatur implementasi pengukuran kinerja di lingkungan Pemerintahan,”ungkapnya.

Mantan Deputi bidang Reformasi Birokrasi, Akuntabilitas Aparatur, dan Pengawasan Kementerian PANRB itu menjelaskan, kinerja merupakan hasil dari aktivitas manajemen strategis dan perencanaan strategis. Oleh karena itu, imbuh dia, penetapan ukuran kinerja harus memperhatikan levelling of objectives atau tingkatan pencapaian tujuan, mulai dari tujuan strategis (strategic objective), level menengah (managerial objective), dan tujuan operasional (operational objective).

Disertasinya menyimpulkan bahwa penetapan ukuran kinerja perlu dibagi dalam dua proses, yaitu level pemerintah daerah, dengan mempertimbangkan isu strategis daerah, visi misi kepala derah, dan prioritas pembangunan; serta level Organisasi Perangkat Daerah (OPD), dengan mempertimbangkan strategic objectives pemerintah daerah, mandat/keberadaan organisasi, visi-misi OPD yang bersumber dari isu srategis daerah, dan isu strategis OPD yang bersumber dari isu strategis daerah.

Ateh menambahkan, implikasi dari penelitiannya berupa konstruksi dasar penetapan ukuran kinerja pemerintah daerah, serta pemanfaatan ukuran kinerja dalam perencanaan dan penganggaran (performance based budgeting), penilaian kinerja organisasi dan Individu, serta penataan struktur organisasi (performance based organization).

“Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan secara luas sebagai model pengukuran kinerja instansi pemerintah, bahkan penataan ulang organisasi yang berbasis pada pencapaian tujuan prioritas”, pungkasnya.

Sidang terbuka gelar doktoral Ateh dipimpin oleh Prof. Ari Kuncoro, SE., MA., Phd., didampingi oleh Tim promotor terdiri dari Prof. Dr Eko Prasojo, Mag.rer.publ (Promotor) dan Prof Dr. Martani Huseini, MBA (Ko-promotor). Ateh  berhasil dinyatakan lulus dengan predikat sangat memuaskan (cumlaude) dan berhasil publikasi di Jurnal Internasional Public Performance and Management Review (terindex Q1 Scopus), dengan judul Intergovernmental Strategies Advancing Performance Management Use (2020). (ANP)