Rugikan Petani Sawit Indonesia, Kebijakan Kenaikan Pungutan Ekspor CPO Dinilai Hanya Kejar Target Biodiesel B40

MUS • Friday, 4 Dec 2020 - 11:17 WIB

Jakarta - Saat petani sawit tengah menikmati harga sawit yang tinggi, pemerintah kembali menaikkan pungutan ekspor CPO atau dana sawit yang dikelola oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS). Melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 191/PMK.05/2020 tentang Perubahan atas PMK No 57/PMK.05/2020 Tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit, pungutan ekspor CPO baru dipatok jberkisar USD 55 per ton sampai USD 255 per ton atau menyesuaikan harga CPO.

Mansuetus Darto, Sekjen Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) menanggapi kenaikan pungutan ekspor CPO tersebut. Menurutnya, kebijakan ini sama saja pemerintah ingin memiskinkan petani. Di saat harga CPO sekarang ini naik, yang diikuti dengan kenaikan harga Tandan Buah Segar (TBS)/buah sawit petani, pungutan kembali dinaikkan. Padahal pemanfaatan dari hasil pungutan ini hanya untuk subsidi biodiesel (B30) yang dimiliki para konglomerat sawit.

"Kami sudah menghitung, dengan pungutan 55 dolar saja, harga berkurang Rp150/kg TBS petani. Dan jika pungutan 55 dolar hingga 255 dolar itu sudah sangat membunuh petani, sebab akan mengurangi harga hampir Rp500/kg TBS. Kapan petani menikmati harga TBS yang bagus? Jelas ini hanya untuk kepentingan para konglomerat sawit dan mereka disubsidi petani," jelas Darto melalui rilis pers SPKS, Jumat  (4/13/2020).

Darto kembali menjelaskan bahwa kebijakan tersebut sangat salah kaprah karena dikeluarkan di saat Covid-19, yang juga berdampak pada petani sawit. Misalnya ada kenaikan pupuk, dan sarana produksi di tingkat petani. Selain itu, ia juga menyayangkan karena petani sawit tidak dilibatkan dalam konsultasi akan dampak dari kenaikan pungutan CPO ini.

“Kebijakan ini hanya mau mengejar ambisi target untuk melangkah ke B40 dan sangat merugikan petani sawit di indonesia. Kami minta agar kebijakan ini segera di evaluasi kembali termasuk Badan yang mengelola dana sawit (BPDPKS) sebab tidak ada transparansi dan akuntabilitas di sana. Yang menyusun dan yang mengusulkan kebijakan ini dari komite pengarah dan dewan pengawas ada konglomerat biodiesel di situ," tegas Darto.

Faisal Basri, Ekonom Senior Indonesia, sebelumnya dalam diskusi yang bertemakan Matematika Program Bioiesel, mengkonfirmasi bahwa petani sawit sangat dirugikan atas pemberlakuan pungutan CPO. Menurutnya jika satu negara menerapkan pajak ekspor atau bea keluar atau pajak sawit, maka pembeli punya kemampuan jauh lebih besar untuk membebankan pajak ekspor tersebut kepada petani. "Bisa dipastikan petani akan memperoleh harga di bawah harga internasional," tegas Faisal Basri. (Mus)