BKKBN Dituntut Mampu Diagnosa Masalah Keluarga dan Kemiskinan

ANP • Tuesday, 24 Nov 2020 - 22:03 WIB

JAKARTA - Sebagai lembaga pemerintah yang fokus pada kegiatan "social marketing" untuk perubahan perilaku, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) harus mampu mendiagnosa permasalahan keluarga. Termasuk mendiagnosa penyebab kemiskinan. Penegasan itu dikemukakan Kepala BKKBN, DR (HC) dr. Hasto Wardoyo So.OG (K) ketika membuka Webinar  Edisi Series dengan topik "Big Data What and For What", Senin (23/11/2020). Webinar diaelenggarakan BKKBN dalam rangka mewujudkan Indonesia Emas 2045 melalui pembangunan berwawasan kependudukan.

"Tanpa diagnosa yang benar semua program akan salah dan hanya menghamburkan dana. Karenanya, semua itu harus diawali dengan data. Karena data merupakan sumber pelita utama untuk melihat fakta dan fenomena sesungguhnya," ujar Hasto Wardoyo.

Hasto mendukung arahan Presiden Joko Widodo agar pemerintah memiliki satu data agar tidak terjadi kesimpangsiuran data dari berbagai kementerian. "Data menjadi salah satu wujud nyata pembenahan tata kelola untuk kepentingan masyarakat," ujarnya.

Hasto mengatakan, data menjadi landasan pembangunan yang kokoh. Karena data digunakan untuk membuat perencanaan dan pengambilan keputusan.

"Perencanaan pembangunan harus didasarkan pada data dan  informasi yang akurat," jelas Hasto. Karena itu, lanjut Hasto, big data menjadi satu keniscayaan untuk dikelola bersama . "BKKBN mendukung data yang berkualitas. Sistem data base yang terpadu," ujar Hasto.

Big data merupakan himpunan data dalam jumlah besar, kompleks, rumit, terstruktur sebagai basis data untuk diolah, dan dibuat kesimpulan dan digunakan untuk   pengambilan keputusan untuk  masa depan.

Menyinggung Sistem Informasi Keluarga (Siga) yang dikembangkan BKKBN, Hasto mengatakan sistem informasi ini  menjadi data yang wajib digunakan oleh pemerintah. Terkait dengan ini, di 2021 BKKBN kembali akan menggelar Pendataan Keluarga (PK).

"PK wajib dilaksanakan oleh pemerintah daerah untuk memperoleh data keluarga yang valid. Pendataan ini dilakukan kader setempat   di bawah pembinaan Penyuluh Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) dan Penyuluh Keluarga Berencana (PKB)," urai Hasto.

PK21 di antaranya akan melibatkan ribuan manajer pengelola PK tingkat kecamatan, manajer data  tingkat kecamatan dan  supervisor tingkat desa. Menurut Hasto, BKKBN sudah merumuskan prinsip-prinalsip PK21 agar mudah dilaksanakan di lapangan. Prinsipnya sederhana, mudah dipahami dan dapat dikembangkan sesuai kebutuhan lokal.

"Seandainya ada  bupati atau  walikota yang butuh data ikutan yang bisa dikerjasamakan, kami terbuka," kata Hasto yang sekaligus berharap dukungan dari pemerintah daerah untuk ikut berkontribusi bila ada jumlah kepala keluarga yang kurang dalam kegiatan ini.

Menurut Hasto, urgensi PK sangat tinggi karena mendukung adanya satu data secara keseluruhan dan merupakan bagian dari satu data Keluarga Indonesia. "Penyediaan data by name by address dipegang teguh dan menjadi bagian penting untuk pengambilan policy suatu daerah," tuturnya.

Beberapa keunggulan data PK21, di antaranya merupakan data mikro yang riel, data primer yang tiap tahun dilakukan pemutakhiran, data  riel yang diperoleh dari masyarakat dan oleh nasyarakat. Selain itu,  segmentasi sasaran fokus, bisa dibuat dalam bentuk  peta keluarga, dan merupakan data operasional lapangan sehingga intervensi bisa dilakukan hingga tingkat akar rumput. Hasto berharap  sinergi dalam pembangunan harus dilakukan sesudah ada big data. "Integrasi data diharapkan menghilangkan egoisme sektoral," harap Hasto.

Di bagian lain penjelasannya, Hasto mengatakan BKKBN harus memiliki grand desain pengelolaan big data keluarga. "Perlu ada chief data (digital) officer (CDO). Tugasnya mendampingi kepala daerah  dalam membaca dan mengusulkan program," tutur Hasto.

Hasto juga menyampaikan bahwa BKKBN mengembangkan Indeks Pembangunan Keluarga. "Ketika ada Indeks Pembangunan Keluarga, maka performance itu bisa dinilai satu per satu," jelasnya.

Tampil sebagai pembicara dalam webinar tersebut,  Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Prof. Dr. Zudan Arif Fakrulloh, SH, MH; Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, Dr. Ateng Hartono, SE, M.Si; Ahli Demografi Politik LIPI, Prof. Riwanto Tirtosudarmo; Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UI, M. Khairul Imam, S.Sos, M.Si. Bertindak sebagai moderator Deputi Bidang Pengedalian Penduduk BKKBN, Dr. Ir. Dwi Listyawardani, MSc., Dip.Com. (ANP)