Kebutuhan Pembiayaan di Masa Pandemi Meningkat, BPKN Ingatkan Konsumen agar Berhati-hati

MUS • Thursday, 19 Nov 2020 - 10:38 WIB

Jakarta - Layanan keuangan berbasis digital atau financial technology (fintech) disebut memiliki kontribusi positif terhadap perekonomian nasional. Bahkan Presiden Joko Widodo menyebutkan bahwa fintech punya andil memperbesar akses masyarakat terhadap pembiayaan. Kontribusi fintech terhadap penyaluran pinjaman nasional di tahun 2020 mencapai Rp.128,7 triliun. Angka ini naik 113 persen dibanding capaian pada 2019. Sampai September 2020, tercatat ada 89 penyelenggara fintech yang berkontribusi Rp.9,87 triliun kepada transaksi layanan jasa keuangan Indonesia.

Melihat perkembangan itu Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) menyambut positif peran teknologi finansial, khususnya layanan pinjaman online (Pinjol) dalam membantu pembiayaan yang dibutuhkan masyarakat sebagai bagian dari inklusi keuangan dan jawaban persoalan peminjaman perbankan yang prosesnya lebih kompleks. Meski demikian, BPKN mencatat beberapa persoalan yang muncul terkait dengan Pinjol.

“Dari pengaduan yang masuk ke BPKN dan pemantauan yang kami lakukan, ada beberapa persoalan terkait pinjaman online yang membuat masyarakat harus bijak dan berhati-hati,” ungkap Ketua BPKN Rizal E. Halim.

Dijelaskannya, beberapa adua mengemuka itu seperti banyaknya aplikasi Pinjol yang dapat ditemukan di Play Store. Sehingga, konsumen tidak bisa membedakan mana Pinjol yang sudah mendapatkan izin dan mana yang tidak berizin. Meskipun, OJK menyampaikan bahwa ada 161 perusahaan fintech per 31 Mei 2020 yang terdaftar dan berizin. “Konsumen masih kesulitan membedakan mana Pinjol yang sudah terdaftar, berizin serta Pinjol ilegal. Tapi tetap BPKN mengingatkan agar masyarakat menggunakan layanan Pinjol yang sudah terdaftar dan berizin di OJK,” terang Rizal. 

Hal lainnya, tambah Rizal, adanya pengambilan data pribadi pengguna layanan lewat aplikasi yang di-install. Walaupun untuk Pinjol yang telah terdaftar dan berizin sudah ada pembatasan data yang bisa diambil aplikasi, tapi dalam praktiknya masih ada data pribadi yang diambil. Itu diketahui BPKN dari pantauan dan laporan bahwa ketika ada peminjam yang belum memenuhi kewajibannya, data teman atau keluarga yang ada di contact ponsel dihubungi dan bahkan ikut diancam. 

“Karenanya, masyarakat juga perlu berhati-hati, baik persetujuan sebelum install aplikasi maupun ketika akan menggunakan layanan. Lihat kembali syarat dan ketentuan peminjaman. Terutama adalah besaran bunga, tenor peminjaman serta denda yang diakibatkan keterlambatan pembayaran cicilan. Konsumen harus bijak, jangan hanya tergiur kemudahan mendapatkan pinjaman saja,” imbau Rizal.

Sementara itu, Ketua Komisi Komunikasi dan Edukasi BPKN, Johan Efendi menyampaikan bahwa tingkat literasi keuangan digital Indonesia masih rendah, dimana berdasarkan Indeks Inklusi Keuangan baru sekitar 35,5%, jauh lebih rendah dari negara lain di kawasan Asia Tenggara. 

“Ini sejalan dengan temuan kami bahwa Indeks Keberdayaan Konsumen Indonesia juga baru pada angka 41,7 yang berarti baru pada tahap mampu dan belum berdaya. Kami menganggap literasi digital penting dilakukan secara masif dan komprehensif dan BPKN akan menjadi lokomotif literasi ini dengan mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk secara bersama-sama menjadikan konsumen Indonesia cerdas dan berdaya di era digital yang mengglobal ini,” tandasnya. (mus)