Mutasi D614G virus COVID-19

MUS • Wednesday, 18 Nov 2020 - 18:53 WIB

Prof Tjandra Yoga Aditama
Guru Besar Paru FKUI. Mantan Direktur WHO SEARO dan Mantan Dirjen P2P & Ka Balitbangkes

12 November di Indonesia dirayakan sebagai Hari Kesehatan Nasional (HKN), di tengah usaha keras kita semua menanggulangi Pandemi COVID-19. Pada hari yang sama, Jurnal Ilmiah Science mempublikasi artikel berjudul “SARS-CoV-2 D614G variant exhibits efficient replication ex vivo and transmission in vivo”, yang memberi gambaran lengkap tentang mutasi virus SARS CoV 2 penyebab penyakit COVID-19 ini.

Mutasi D614G sebenarnya juga sudah dilaporkan terjadi di negara kita, serta di negara tetangga seperti Malaysia dll. Publikasi 12 November 2020 oleh peneliti University of North Carolina at Chapel Hill dan University of Wisconsin-Madison ini yang melakukan penelitian pada hewan coba ini memberi beberapa informasi yang lebih jelas lagi. Rupanya terjadi perubahan pada tonjolan-tonjolan protein virus (spike) yang seperti kita biasa lihat di gambar virus, dan perubahan di tonjolan ini membuat virus lebih mudah masuk ke sel tubuh, walau disisi lain juga mungkin memudahkan antibodi bekerja. 

Perubahan/mutasi menjadi D614G ternyata membuat virus ber replikasi sepuluh kali lebih cepat, dan juga lebih mudah menular daripada strain awal virus dari China pada awal pandemi ini. Juga mutasi baru ini lebih cepat berkembang di sel epitel hidung, lebih tinggi viral load nya di hidung dan tenggorok, nampaknya lebih mudah menyebar secara airborne sehingga memang lebih mudah menular. 

Di sisi lain, ada berita baiknya, strain D614G ini ternyata tidak menimbulkan penyakit yang lebih berat dari strain asalnya sebelum bermutasi, dan juga ternyata lebih sensitif terhadap antibodi neutralisasi, artinya mudah2an akan lebih dapat dicegah dengan vaksin yang sekarang sedang dikembangkan.   

Peneliti menduga bahwa virus ini mulanya mungjun ditularkan dari kelelawar ke manusia, hal ini tentu masih perlu penelitian lebih lanjut. Karena kita manusia memang belum punya kekebalan terhadap virus ini maka virus dapat berkembang biak, dan lalu menular antar manusia. Penelitinya bahkan berkata: “So it can jump from person to person to person to person, that’s going to be the most competitive virus in terms of the virus maintaining itself”

Bentuk lain dari mutasi D614G ini adalah kejadian pada peternakan Cerpelai di Denmark, yang dikenal sebagai klaster ke lima. Harus diakui bahwa kalau kelak virus ini dapat berubah sehingga mudah sekali menular antara hewan maka jadi akan lebih sulit lagi menanggulangi COVID-19 di muka bumi.

Selain mutasi D614G ini yang sudah lebih banyak dikenal luas, maka ada juga berbagai laporan mutasi virus SARS CoV 2 penyebab COVID-19 ini, yang masih terus diteliti perkembangannya. Diantaranya adalah perubahan pada wilayah lain dari genom SARS-CoV-2 yang dijuluki Nsp4 dan Nsp16, perubahan pada gen aksesori Sars-CoV-2 Orf3a, Orf7b dan Orf8, serta varian 20A.EU1 yang bermula dilaporkan dari Spanyol dan kemudian diduga sudah ada di 12 negara Eropa. 

Memang mungkin saja virus penyebab COVID-19 akan bermutasi, sebagaimana virus pada umumnya. Tugas para ahli adalah terus mengamati perubahan mutasi yang ada dan bagaimana dampaknya terhadap penyebaran pandemi, vaksin dan kemungkinan obat yang harus ditemukan. Tugas pemerintah adalah terus melakukan test, trace dan treat, melakukan tes yang luas untuk menemukan kasus dan mengisolasi nya agar tidak menularkan ke orang lain, melakukan penelusuran kasus secara masif agar menemukan mereka yang tertular dan memutus rantai penularan, serta mengobati mereka yang jatuh sakit. 

Sementara tugas masyarakat umum sekarang ini adalah dengan terus menjaga protokol kesehatan, mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak dan mematuhi etiket batuk/bersin yang baik serta membiasakan pola hidup sehat. (Jak)