LPPM IPB: Demokrasi Substansi Bisa Dicapai dengan Demokrasi Ekonomi Desa

FAZ • Tuesday, 10 Nov 2020 - 21:24 WIB

Bogor - Wakil Kepala Bidang Pengabdian kepada Masyarakat, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB University Dr Sofyan Sjaf menjelaskan bahwa jalan demokrasi substansi Indonesia hanya bisa dicapai dengan cara demokrasi ekonomi pedesaan.

Sofyan mengatakan apabila melihat demokrasi substantif maka harus melihat tipologi atau struktur masyarakatnya.

“Jika bicara demokrasi akan tetapi kemiskinan masih merajalela, ketimpangan masih ada dimana-mana, kemudian oposisi ditekan, demonstrasi dilarang, hal tersebut adalah cikal bakal dead of democration,” ucapnya.

Lebih lanjut ia menjelaskan demokrasi substantif seharusnya dimulai dari desa. Apabila desa tidak demokratis seperti ketika pemilihan kepala desa dimana masih ada politik uang, saling menekan, dan oposisi tidak bisa bersuara di desa maka sesungguhnya substansi dari demokrasi belum hadir.

Ia juga menyebutkan  demokrasi di negara maju pun masih problematik. Pasalnya apabila kemiskinan masih bertambah dan tidak ada kebebasan berpendapat artinya secara substantif negara tersebut tidak demokratis.

“Kalau di Indonesia telah melaksanakan pemilihan pemimpin dengan berjalan lancar dan sukses meski ada kontra produktif di dalamnya, itu merupakan demokrasi prosedural,” ucapnya.

Menurutnya, demokrasi terjadi jika tidak ada politik uang, kekuasaan berjalan sesuai dengan seharusnya dan oposisi diberikan ruang untuk berpendapat. Dengan demikian demokrasi dapat tercipta apabila kesejahteraan masyarakat terwujud.

Untuk memahami demokrasi yang benar, harus dimulai dari memaknai demokrasi dari desa. Pasalnya Indonesia adalah negara yang memiliki desa dengan kekayaan sumberdaya agraris. Desa-desa di Indonesia identik dengan kantong kemiskinan sebesar 14-20 persen. Kantong kemiskinan ini terkosentrasi di Kawasan Timur Indonesia, pantai selatan Jawa, dan pantai barat Sumatera. Sebaran desa-desa di Indonesia berdasarkan tipologinya merupakan wilayah pertanian, persawahan, perkebunan, perladangan, pesisir, kehutanan, peternakan, pertambangan dan perdagangan/jasa. 

“Berdasarkan fakta empiris, di desa-desa saat ini, kemiskinan masih menjadi persoalan utama. Jika demokrasi itu ingin dijalankan maka hak-hak kedaulatan dan kesejahteraan harus diberikan kepada sebagian besar masyarakat agromaritim,” katanya. 

Politik anggaran saat ini tidak berpihak ke sektor pertanian, maritim, maupun perikanan. Padahal sektor pertanian masih tumbuh 28 persen saat pandemi.

“Apabila ingin demokrasi dan kesejahteraan terwujud maka pangan harus dikuasai. Demokrasi belum tumbuh karena tidak berangkat dari desa,” ucapnya.

Dr Sofyan juga masih meragukan administrasi data desa. Salah satu risetnya yang dilakukan di desa lingkar kampus, sebanyak 57 persen data desa masih salah. Hal ini menyebabkan proses demokrasi desa masih abal-abal. 

“Padahal data pemilih penting, akan tetapi tingkat akurasi data diragukan. Terkait hal ini, Saya berharap KPUD membangun metodologi, spasial partisipatif, sensus yang tepat, serta basis riset dari pendidikan tinggi,” ujarnya. 

Selain itu, ia berharap demokrasi ekonomi pedesaan harus meletakkan desa sebagai subjek pembangunan. Dalam pelaksanaannya, pertanian dalam arti luas dapat dijadikan sebagai lokomotif  ekonomi dan pemberdayaan melalui vokasi sebagai basis pendekatan membangun.