PKS soal Observatorium di NTT: Terlalu Mewah Kalau Hanya untuk Riset Alien

MUS • Tuesday, 10 Nov 2020 - 13:08 WIB

Jakarta - Pemanfaatan Observatorium Nasional di Nusa Tenggara Timur (NTT) sebaiknya lebih dimaksimalkan daripada hanya sekedar untuk meneliti kehidupan di luar bumi. Fasilitas canggih yang dibangun sejak 2017 itu semestinya dapat digunakan sebagai sarana riset antariksa, penerbangan dan astronomi. Demikian tanggapan Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, atas rencana Pemerintah meneliti keberadaan alien dan eksoplanet di observatorium NTT tersebut.

"Semestinya laboratorium itu tidak sekedar untuk riset eksoplanet untuk mencari kehidupan di luar bumi.  Itu terlalu mewah untuk kondisi Indonesia di tengah pandemi Covid-19," jelas Mulyanto.

Mulyanto menambahkan sebagai sebuah sarana penelitian canggih Observatorium di NTT juga bisa dikembangkan sebagai destinasi wisata dan pusat pemantauan hilal untuk keperluan ibadah umat Islam . Dengan demikian masyarakat dapat merasakan manfaat secara langsung keberadaan fasilitas riset tersebut. 

Anggota Komisi VII DPR RI ini menjelaskan observatorium di NTT sudah mulai dibangun sejak 2017. Rencananya, observatorium itu akan selesai pada 2021.

"Pembangunan Observatorium ini bersifat tahun jamak sejak tahun 2017 dan direncanakan selesai tahun 2021," ujar Mulyanto

Menurut Mulyanto, observatorium di NTT akan lebih canggih daripada Observatorium Bosscha di Bandung. Sebab, observatorium itu dibangun di daerah yang kadar polusi cahayanya relatif sedikit.

"Kelebihan observatorium ini adalah dibangun di daerah pegunungan yang relatif langitnya cerah sepanjang tahun dan nihil polusi cahaya. Tidak seperti di Bandung yang padat penduduk dengan polusi cahaya yang tinggi. 

Jadi observatorium ini dapat dikatakan pengganti yang lebih canggih dari yang ada di Bandung," ucapnya.

Mulyanto mengatakan observatorium itu diharapkan dapat digunakan untuk proses mitigasi bencana dan menganalisis cuaca atau iklim. Sebab, menurutnya, observatorium dapat digunakan untuk memantau benda-benda antariksa yang berpotensi jatuh atau menabrak bumi.

“Jadi pemantauan dalam observatorium tersebut dilakukan dalam rangka mitigasi bencana tabrakan asteroid dengan bumi. Mitigasi bencana benda angkasa jatuh, dan lain-lain, yang menjadi amanah dalam UU Keantariksaan," jelasnya.

Selain itu, observatorium tersebut dapat dimanfaatkan untuk mengamati hilal pada hari raya umat Islam. Bahkan ia menilai keberadaan observatorium dapat digunakan untuk mendongkrak kemajuan pariwisata di kawasan Indonesia bagian timur.

"Selain untuk pengamatan hilal (rukyatul hilal) pada hari besar Islam, observatorium ini juga semestinya dapat diarahkan untuk mendorong pariwisata di daerah setempat," ujarnya.

"Karena, dengan hadirnya para peneliti baik dari dalam maupun luar negeri akan memicu efek ganda bagi pertumbuhan ekonomi. Sementara aktivitas riset dan pendidikan astronomi yang dikembangkan dapat memacu pembangunan sektor pendidikan di kawasan Indonesia bagian timur," imbuh Mulyanto.

Diberitakan sebelumnya, Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (Lapan) telah membangun fasilitas observatorium nasional di Timau, Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), untuk mencari kehidupan di luar bumi. LAPAN merencanakan program pengamatan obyek transien mulai tahun ini.

"LAPAN akan merencanakan program pengamatan obyek transien mulai tahun 2020. Eksoplanet dan supernova adalah contoh objek transien. Dengan kata lain, kami akan mulai mencari dan mempelajari eksoplanet dengan lebih sistematis. Salah satu arahnya memang menjawab apakah ada kehidupan di luar sana," ujar Peneliti Pusat Sains Antariksa LAPAN Rhorom Priyatikanto kepada wartawan, Selasa (27/10/2020). (Jak)