Wapres: UMKM Harus Melek Digital dan Halal

Mus • Tuesday, 20 Oct 2020 - 13:39 WIB

Jakarta - Pandemi Covid-19 menimbulkan berbagai efek domino terhadap banyak aspek kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat, khususnya pada sektor informal atau Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Dikarenakan pandemi, UMKM mengalami penurunan penjualan, sehingga harus mengambil langka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada hampir sebagian besar karyawannya, serta ada yang kesulitan membayar pinjaman.

Agar sektor UMKM dapat bertahan dan bangkit dalam menjalankan usahanya selama pandemi Covid-19, pemerintah terus menggulirkan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), yang salah satu mata anggarannya terdapat perihal “Dukungan UMKM”.

Kondisi pandemi ini secara tidak langsung juga mengakibatkan perubahan perilaku konsumen yang menjadi lebih senang bertransaksi secara online, antara lain untuk mengurangi penggunaan uang kertas yang rentan terkena bakteri, serta menjaga jarak dengan orang lain dengan membeli barang di e-commerce.

Selama ini, platform digital telah digunakan secara luas oleh masyarakat Indonesia.

Dalam Report on Indonesia E-commerce dari Redseer, diproyeksikan adanya peningkatan transaksi e-grocery hingga 400% di 2020, sedangkan penjualan online untuk produk kecantikan dan fesyen meningkat sebesar 80% dan 40% dibanding tahun lalu.

Dengan demikian, salah satu peluang yang dapat dimanfaatkan oleh UMKM di masa pandemi Covid-19 adalah dengan melakukan transformasi usaha melalui pemanfaatan teknologi digital. Namun, peralihan pemanfaatan teknologi digital tidak dapat dilakukan begitu saja. Karena, ternyata masih banyak UMKM yang belum mampu melakukan transaksi daring secara optimal karena terkendala masalah kualitas produk, kapasitas produksi, serta rendahnya literasi digital.

Wakil Presiden RI K.H. Ma’ruf Amin mengungkapkan dalam sambutannya di acara “Peresmian Peluncuran Program Pelatihan Digitalisasi Pemasaran dan Manajemen Produk Halal bagi UMKM” bahwa pemerintah mendorong pemanfaatan teknologi digital untuk menyebarluaskan program pemerintah, serta menyalurkan bantuan pemerintah dengan lebih cepat dan tepat sasaran.

Namun, ujarnya, teknologi digital juga membawa tantangan tersendiri dalam penerapannya, meskipun di sisi lain, ini mendorong pertumbuhan ekonomi kreatif, jasa dan lainnya.

UMKM pun dianjurkan memanfaatkan teknologi digital untuk mengembangkan perekonomian masyarakat kelas menengah ke bawah agar lebih produktif.

“Saat ini, baru sebanyak 8,3 juta dari 56 juta pelaku UMKM secara nasional yang memanfaatkan teknologi digital, padahal ini lebih diperlukan saat pandemi Covid-19. Beberapa usaha yang tidak mengalami penurunan pendapatan adalah mereka yang menggunakan sarana penjualan online untuk usahanya. Maka, market place untuk memfasilitasi UMKM menjadi semakin diperlukan,” tuturnya melalui videoconference, di Jakarta, Selasa (20/10/2020).

Wapres Ma’ruf juga menekankan bahwa pemerintah selalu memberi keberpihakan yang besar untuk melindungi dan memberdayakan UMKM, termasuk yang termaktub dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) yang baru disahkan DPR pada 5 Oktober 2020 lalu.

Dalam UU tersebut, UMK dan koperasi akan mendapatkan beberapa manfaat, di antaranya adalah: Perizinan tunggal bagi usaha mikro; Insentif dan kemudahan bagi usaha menengah dan besar yang bermitra bagi UMK; Insentif fiskal dan pembiayaan untuk pengembangan dan pemberdayaan UMKM; Prioritas produk/jasa UMK dalam pengadaan barang dan jasa Pemerintah; Kemitraan UMK melalui fasilitas-fasilitas publik; dan Kemudahan untuk mendirikan koperasi dan menerapkan prinsip syariah dalam koperasi.

Tak hanya UMKM konvensional, pemerintah juga ingin mendorong penciptaan UMKM berbasis syariah yang dapat berperan dalam global halal value chain. Sehingga, hal ini akan dapat memacu pertumbuhan usaha dan meningkatkan ketahanan ekonomi umat di dalam negeri juga. Caranya antara lain melalui penyederhanaan perizinan dan fasilitasi biaya sertifikasi halal.

“Kita ingin industri halal Indonesia menjadi tuan rumah di negeri sendiri sekaligus pemain global. Saat ini, kita masih menjadi konsumen produk halal. Pada 2018, Indonesia telah membelanjakan sekitar US$214 miliar untuk produk makanan dan minuman halal, sehingga kita menjadi konsumen terbesar dibandingkan negara-negara muslim lainnya. Jadi, kita harus dapat memanfaatkan potensi halal dunia, yaitu dengan meningkatkan ekspor yang masih 3,8% dari total pasar halal dunia,” kata Wapres Ma’ruf.

Gaya hidup halal (halal lifestyle) tak dipungkiri telah berkembang pesat dalam dua dasawarsa terakhir, baik secara global maupun nasional. Data dari The State of the Global Islamic Economy Report 2019/2020 melaporkan besaran pengeluaran makanan dan gaya hidup halal umat muslim di dunia mencapai US$2,2 triliun pada 2018 dan diperkirakan akan terus tumbuh mencapai US$3,2 triliun pada 2024.

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menambahkan, pemerintah terus berkomitmen dalam memperkuat sektor UMKM halal dan mendorong pengembangan bisnis produk halal UMK melalui penyederhanaan dan percepatan proses perizinan, fasilitasi biaya sertifikasi halal bagi UMK yang ditanggung oleh pemerintah, dan mekanisme self-declare bagi pelaku UMK untuk produk tertentu sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).

Selain itu, pemerintah juga berupaya menjamin kemudahan bisnis produk halal melalui penetapan kehalalan produk oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) di provinsi Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) di Aceh yang dilakukan dalam Sidang Fatwa Halal. Perluasan Lembaga Pemeriksa Halal juga dilakukan dengan melibatkan organisasi kemasyarakatan (ormas), Perguruan Tinggi Negeri, Perguruan Tinggi Swasta di bawah lembaga keagamaan atau Yayasan Islam.

“Kolaborasi antara pemerintah, UMKM, swasta, dan akademisi maupun ormas amat dibutuhkan untuk menciptakan terobosan solusi terbaik dalam mengakselerasi pengembangan produk halal dan transformasi digital di Indonesia,” ucap Menko Airlangga.

Seribu UMKM Belajar Digitalisasi Pemasaran dan Manajemen Produk Halal

Kemenko Perekonomian akan mendorong pelaksanaan “Program Pelatihan Digitalisasi Pemasaran dan  Manajemen Produk Halal bagi UMKM” melalui kolaborasi antara stakeholders terkait, antara lain Kementerian Koperasi dan UKM, BPJPH Kementerian Agama, dan 4 (empat) platform digital yang memiliki layanan berbasis syariah, yaitu LinkAja Syariah, Tokopedia Salam, Blibli Hasanah, dan Bukalapak.

“Kita menyadari bersama bahwa meng-online-kan dan menghalalkan UMKM saja tidak cukup, sehingga diperlukan sinergi kolaborasi serta penguatan komitmen peran-peran yang saling terintegrasi dari seluruh pemangku kepentingan untuk menguatkan peran UMKM makers halal dalam ekosistem ekonomi syariah Indonesia,” tutur Menko Airlangga.

Program tersebut bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas UMKM melalui manajemen produk dan digital marketing, dengan masing-masing kelas diikuti sekitar 450 peserta. UMKM yang ikut serta terbagi atas dua jenis.

Pertama, UMKM yang telah memiliki produk (makers), khususnya produk makanan, minuman dan obat tradisional yang memerlukan peningkatan kualitas produk, termasuk Sertifikasi Halal. Dan, kedua yaitu UMKM yang menjual produk (seller), namun belum mendigitalisasi produknya dan membutuhkan peningkatan akses pemasaran melalui platform digital.

UMKM yang menjadi peserta pelatihan merupakan binaan Kementerian/Lembaga (Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Agama, BAZNAS) serta organisasi kemasyarakatan (NU, Muhammadiyah, PERSIS, PINBAS MUI, FOZ, Forbis Gontor, dan IPEMI). Pelatihan akan dilaksanakan secara daring, mulai dari Oktober sampai Desember 2020.

Dalam post program, peserta yang memenuhi kualifikasi akan memperoleh fasilitasi sertifikasi halal dari BPJPH dan LinkAja Syariah. Selama dan pasca pelatihan peserta akan diarahkan mengakses layanan pendampingan oleh Pusat Layanan Usaha Terpadu-KUMKM di daerah masing-masing untuk konsultasi pengembangan bisnisnya.

“Program ini pada prinsipnya terbuka untuk publik, dan ke depan akan dilaksanakan secara masif. Namun untuk kemudahan, pada tahap pertama diutamakan dari kelompok binaan K/L serta ormas,” kata Menko Airlangga.

Untuk kali ini, pemerintah menargetkan UMKM yang akan menjadi peserta program tersebut sebanyak lebih kurang 1000 UMKM, baik makers maupun sellers. Namun, animo UMKM calon peserta sangat tinggi dengan melihat total pendaftaran yang mencapai lebih dari 9.000 UMKM pada 19 Oktober 2020 kemarin. 

Program diselenggarakan melalui Zoom Meeting dengan diikuti sekitar 1.000 UMKM, sedangkan selebihnya menyaksikan lewat live streaming YouTube.

Setelah peluncuran program yang juga dihadiri Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki serta Menteri Agama Fachrul Razi, acara dilanjutkan dengan talkshow bertema “Penguatan Ekosistem Ekonomi Syariah melalui Digitalisasi Pemasaran dan Manajemen Produk Halal bagi UMKM”, dengan tujuan membahas tren, langkah strategis masing-masing stakeholders, dan peluang sinergi serta kolaborasi yang dapat dilakukan antara pemerintah dan swasta untuk mendukung pengembangan UMKM sektor industri halal dalam rangka penguatan ekosistem ekonomi syariah.

Dalam talkshow tersebut, hadir Rudy Salahuddin (Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Digital, Ketenagakerjaan, dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Kemenko Perekonomian) sebagai keynote speaker; kemudian Sukoso (Kepala BPJPH Kementerian Agama); Haryati Lawidjaja (CEO LinkAja); Leontinus Alpha Edison (Co-Founder Tokopedia); Kusumo Martanto (CEO Blibli); dan Rachmat Kaimuddin (CEO Bukalapak) sebagai pembicara.