Omnibus Law 'Kebiri' Pesangon Buruh Korban PHK

Mus • Monday, 5 Oct 2020 - 23:40 WIB

Jakarta - Pemerintah telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja resmi menjadi UU. Namun ada kabar buruk yang mau tidak mau harus diterima buruh, yakni pemotongan pesangon bagi pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) lebih besar dibandingkan UU Ketenagakerjaan.

Adapun sesuai ketentuan UU Omnius Law nilai pesangon dari 32 bulan upah dipangkas menjadi 25 bulan. Di mana 19 bulan dibayar pengusaha dan 6 bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan melalui Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). 

"Pemotongan pesangon apakah menjadi kerugian buat pekerja, mungkin iya. Tapi, kita termasuk paling tinggi dalam meberikan pesangon dibandingkan negara lain. Sebab itu, kita cari jalan tengah untuk meringankan beban pengusaha," ujar Sekretaris Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) Raden Pardede, di Jakarta, Senin (5/10/2020).

Menurut dia pemotongan besaran pesangon terlah mempertimbangkan berbagai aspek baik pekerja maupun pengusaha. Dengan kata lain, nilai pesangon berkurang melalui skema baru, yaitu 19 bulan upah dibayar pengusaha dan 6 bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan. Namun demikian, pesangon tersebut dianggap masih menguntungkan bagi buruh yang terdampak PHK. Pasalnya, pemerintah juga masih memberikan bantuan sosial bagi korban PHK. 

"Bantuan sekarang itu ada BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan untuk subsidi gaji, dan bansos lainnya yang akan terus dinaikkan. Sekalipun nanti orang tidak bekerja dan berkurang pesangonnya masih ada bansos," jelasnya.