Bisakah BI Berperan seperti The Fed?

Mus • Wednesday, 30 Sep 2020 - 10:04 WIB

Jakarta - Peran Bank Indonesia (BI) yang cukup penting dalam pemulihan ekonomi nasional (PEN) diharap bisa terus dilanjutkan. Apalagi, fungsi BI kini diperluas untuk bisa menjaga pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar, dan menekan pengangguran. Fungsi ini sudah mirip dengan Bank Sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve) atau yang biasa disebut The Fed.

Mampukah BI menjalankan fungsi seperti The Fed yang sangat berpengaruh terhadap laju perekonomian Amerika Serikat, terutama pasar keuangan? Sejumlah ekonom optimistis BI bisa menjalankan fungsi tersebut. 

Terlebih sejak awal 2020 hingga September 2020 BI telah mengucurkan dana likuiditas yang mencapai Rp662,1 triliun. Komitmen BI ini ditunjukkan sebagai mitra pemerintah dalam berbagai beban (burden sharing) dalam ikut memulihkan ekonomi nasional akibat pandemi Covid-19.

Perluasan fungsi BI terjadi akibat revisi perppu sektor keuangan yang bakal mempertegas kewenangan masing-masing Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) baik itu BI, Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

“Ini mirip dengan kewenangan Bank Sentral AS, Federal Reserve, atau The Fed. Empat fungsi ini harus menjadi bagian yang diperhatikan oleh bank sentral,” ujar Gubernur BI Perry Warjiyo dalam video yang diunggah YouTube DPR kemarin. 

Dia melanjutkan kewenangan BI tersebut sebenarnya sudah dilakukan, yakni tidak hanya jaga rupiah dan inflasi, melainkan juga mengatur makroprudensial, pengembangan akses, dan inklusi keuangan. “Dengan penjelasan yang lebih rinci dan penguatan pengawasan perbankan antara BI, OJK, LPS, untuk pengawasan perbankan terpadu dan bagaimana proses BI berkaitan kalau nanti dengan pinjaman likuiditas khusus,” jelasnya.

Di sisi lain juga pengaturan makroprudensial, pengembangan akses, dan inklusi keuangan. “Dengan penjelasan yang lebih rinci dan penguatan pengawasan perbankan antara BI, OJK, LPS, untuk pengawasan perbankan terpadu dan bagaimana proses BI berkaitan kalau nanti dengan pinjaman likuiditas khusus,” tandasnya. 

Perry mengaku peran BI dalam membantu pemulihan ekonomi telah dilakukan secara maksimal. Hingga September 2020 BI telah menambah lagi likuiditas atau quantitative easing ke perbankan dalam jumlah besar, mencapai Rp662,1 triliun.

“Bank Indonesia telah melakukan injeksi likuiditas ke perbankan dalam jumlah besar sejak awal 2020 sehingga secara total mencapai Rp662,1 triliun,” ujar Perry.

Sebagai informasi, sepanjang Januari-April 2020 BI telah menggelontorkan sebesar Rp419,9 triliun untuk penambahan likuiditas perbankan di antaranya pembelian SBN dari pasar sekunder Rp166,2 triliun, term repo perbankan Rp160 triliun, FX Swap Rp40,8 triliun, dan penurunan GMW rupiah Rp53 triliun. 

Sedangkan QE Mei-2020 anggaran yang diguyur BI sebanyak Rp242,2 triliun. Terdiri atas penurunan GMW rupiah sekitar Rp102 triliun, tidak mewajibkan tambahan giro bagi yang tidak memenuhi RIM mencapai Rp15, 8 triliun, dan term repo perbankan serta FX Swap Rp124,2 triliun. (Koran SINDO)