Dua Tahun Pasca Tsunami, Warga Palu kini Hadapi Krisis COVID-19

Mus • Tuesday, 29 Sep 2020 - 11:44 WIB

Jakarta - Dua tahun setelah gempa bumi, tsunami dan likuifaksi di Palu, Sulawesi Tengah, ribuan masyarakat terdampak yang selamat bencana tersebut kini juga harus menghadapi menghadapi krisis sosial ekonomi yang parah akibat pandemi COVID-19.

Gempa bumi 28 September memicu tsunami setinggi tiga meter dan likuifaksi yang menyebabkan lebih dari 4.100 orang tewas dan sekitar 110.000 rumah rusak atau hancur. Relawan Palang Merah Indonesia (PMI) yang berada di Sulawesi Tengah dan sekitarnya, termasuk kelompok pertama yang melakukan respon kemanusiaan, disusul kemudian oleh para relawan, dan personilnya dari seluruh Indonesia langsung terlibat dalam upaya pemulihan selama dua tahun terakhir ini.

Operasi besar-besaran yang melibatkan pemerintah dan berbagai lembaga ini juga menghadapi tantangan. Sementara banyak masyarakat terdampak yang masih tinggal di Huntara atau Hunian Sementara, kini juga menjadi kelompok rentan yang terpapar COVID-19.

Kesempatan kerja yang terbatas karena rusaknya tempat usaha, yang kini diperparah dengan pembatasan sosial di seluruh Indonesia akibat COVID-19, adalah salah satu persoalan yang harus mereka hadapi. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Sulawesi Tengah bahkan melaporkan bahwa dampak dari COVID-19 ini lebih buruk bagi perekonomian lokal daripada bencana dua tahun lalu.

Sekretaris Jenderal Indonesia Palang Merah (PMI), Sudirman Said mengatakan selama dua tahun terakhir, PMI telah memberikan program respon tanggap darurat dan pemulihan kepada orang-orang terdampak di Sulawesi Tengah. "Kini program kami juga harus menyesuaikan dalam kondisi pandemik enam bulan terakhir untuk melindungi masyarakat terdampak ini, dari COVID-19, sambil memperluas lingkup untuk mendukung mereka yang terkena dampak bencana dan yang menghadapi lebih banyak kesulitan karena pandemi," kata Sudirman.

“Kita tahu di Indonesia kini penyebaran kasus COVID-19 semakin meluas dan tinggi, dan kasusnya juga menyentuh hingga ke tingkat keluarga. Mereka yang ditampung keluarga yang mempunyai rumah, harus hidup dalam ruang sempit dan anggota keluarga yang kini bertambah. Kami sedang beradaptasi dalam memberikan pertolongan kebutuhan-kebutuhan dan tantangan baru tersebut," tambah Sudirman Said.

IFRC (The Internationl Federation Red Cross and Red Crescent Societies/ Federasi Internasional Masyarakat Palang Merah dan Bulan Sabit Merah) mendukung sepenuhnya kerja-kerja PMI. Lewat program ini berbagai jenis bantuan telah diberikan. Seperti pelayanan kesehatan darurat untuk 17.600 orang; hampir 22 juta liter air telah didistribusikan ke lebih dari 70.000 orang; kegiatan promosi kesehatan dan dukungan psikososial untuk 14.000 orang.

Dalam fase pemulihan, PMI dan IFRC bersiap untuk memberikan bantuan tunai kepada lebih dari 10.000 keluarga (40.000 orang) senilai sekitar CHF 4 juta dalam bentuk bantuan tunai langsung.

“Setelah Tsunami Aceh & Nias ini merupakan dukungan dan bantuan terbesar dari masyarakat palang merah dan bulan sabit merah untuk pemulihan operasi Palang Merah Indonesia dan tim lokal yang telah menyentuh masyarakat terdampak, termasuk di wilayah yang keadaannya paling menantang, untuk membantu masyarakat agar pulih dari bencana dalam dua tahun terakhir dan kini juga menghadapi pandemik,” kata Jan Gelfand, Kepala Tim Dukungan Klaster Negara untuk IFRC Indonesia dan Timor-Leste. (Mus)