Klaster UMKM Disepakati, RUU Cipta Kerja Tingkatkan Produktivitas dan Serapan Naker UMKM

Mus • Thursday, 3 Sep 2020 - 06:36 WIB

Jakarta - Pemerintah dan DPR-RI telah selesai membahas klaster perlindungan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dan Perkoperasian dalam RUU Cipta Kerja. Selain menguntungkan UMKM, menurut Henra Saragih, anggota Kelompok Kerja Penyusunan RUU Cipta Kerja, substansi-substansi kesepakatan pemerintah dan DPR dalam klaster tersebut akan meningkatkan produktivitas dan serapan tenaga kerja UMKM.

“RUU Cipta Kerja hadir salah satunya sebagai wujud dukungan pada UMKM dan Koperasi. Sumbangsih UMKM selama ini pada Produk Domestik Bruto (PDB) cukup tinggi, yakni 60,34% dan menyerap sekitar 37% tenaga kerja yang ada,” Henra menerangkan dalam sebuah diskusi bertajuk Peluang dan Tantangan UMKM dalam RUU Cipta Kerja pada Jumat (28/08).

Dalam diskusi yang digelar oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LP2M) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta itu, Henra menyampaikan tiga poin utama yang telah disepakati oleh DPR RI dan Pemerintah terkait perlindungan UMKM dan Koperasi. 

“Pertama, kegiatan UMKM yang berdampak lingkungan akan dibantu atau diasistensi oleh pemerintah pusat dan daerah dalam penyusunan AMDAL. Kedua, pemerintah pusat mengatur penataan dan pengembangan berkeadilan untuk kepastian berusaha terkait juga dengan hubungan kerja serta keberpihakan kepada koperasi dan UMKM. Ketiga, kemudahan mendapatkan nomor induk berusaha, izin edar, SNI dan sertifikasi jaminan produk halal,” katanya.

Menurut Henra, pada dasarnya pendekatan RUU Cipta Kerja dalam dukungan pada UMKM itu lebih kepada standarisasi, bukan izin. Izin hanya diperlukan bagi UMKM yang aktivitasnya memiliki dampak lingkungan dan keamananan. Jika tidak, maka usaha mikro dan kecil (UMK) tidak memerlukan izin.

Henra, yang juga menjabat sebagai Pelaksana Tugas Asisten Deputi Peraturan Perundang-Undangan Kementerian koperasi dan UKM, menambahkan, bahwa pelaku UMK dapat mendirikan Perseroan Terbatas (PT) secara perseorangan, yang berisi hanya satu orang pemilik saham.

“Pendiri PT. Perseorangan tidak perlu akta pendirian, hanya cukup dengan surat pernyataan melalui sistem di Kementerian Hukum dan HAM. Tujuannya untuk mengakomodasi usaha-usaha perseorangan yang ingin ada legal-formalnya,” tambahnya.

Selain itu, menurut Henra, RUU Cipta Kerja juga memperkuat dukungan pada UMK terkait kemitraan dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan perusahaan besar, pengecualian terhadap Upah Minimum, dan kemudahan akses permodalan serta keringanan pada pembiayaan. 

“Keringanan UMK pada pembiayaan itu terkait perpajakan. Soal kemudahan akses permodalan, kegiatan usaha bisa jadi jaminan kredit program. Itu adalah terobosan. Ketika pelaku UMK ingin mengembangkan usahanya, kegiatan usaha bisa dijadikan jaminan. Sehingga, lembaga pembiayaan lebih berorientasi pada kelayakan usaha, bukan lagi pada agunan atau jaminan,” ungkapnya. 

Tak hanya sampai di situ, RUU Cipta Kerja juga mengatur dana alokasi khusus untuk pemberdayaan dan pengembangan UMKM. Menurut Henra, dukungan terhadap UMKM melalui RUU Cipta Kerja itu diharapkan akan berdampak pada penciptaan lapangan kerja yang lebih banyak dan luas lagi dari sektor UMKM.

Pada kesempatan yang sama, Sekjen Forum UMKM IKM Tangerang Selatan Didi Purwadi menyebut dukungan RUU Cipta Kerja pada UMKM perlu disambut dengan baik, karena 90% usaha kita adalah sektor UMKM. Dukungan RUU Cipta Kerja pada UMKM diharapkan dapat menempatkan Indonesia menjadi salah satu di antara lima negara dengan ekonomi terkuat di dunia pada 2045. (Set)